Pernikahan Beda Agama, Mengapa Terus Diberi Ruang?

Opini264 Views

 

 

Oleh: Rizka Adiatmadja, Praktisi Homeschooling

___________

 

RADARI DONESIANEWS.COM, JAKARTA–Seamin, tetapi tak seiman. Ketidakmungkinan yang selalu disemogakan, ternyata kini mendapatkan angin penyegaran. Pasalnya pernikahan beda agama sudah beberapa kali dikabulkan, mengapa demikian?

Dikutip dari laman republika.co.id, – Keputusan yang berseberangan dengan fatwa MUI, diambil oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait pernikahan beda agama. Pemohon JEA beragama Kristen yang memiliki rencana menikahi SW yang beragama Islam. Keputusan PN Jakpus adalah mengabulkan permintaan pemohon yang tertuang dalam sebuah putusan nomor 155/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Pst. Pernikahan yang dilakukan antara perempuan muslimah menikah dengan laki-laki nonmuslim dan sebaliknya laki-laki muslim menikah dengan perempuan nonmuslim. (Sabtu, 24 Juni 2023)

Ada deretan PN yang mengabulkan pernikahan beda agama. Seperti dikutip dari detikNews – beberapa pengadilan di Indonesia sudah mulai mulai memberi izin pernikahan beda agama berdasarkan UU Adminduk hingga alasan sosiologis. Di antaranya: PN Surabaya, PN Tangerang, PN Yogyakarta, dan PN Jaksel yang terbaru. (Minggu, 25 Juni 2023).

Aturan hukum di sistem sekularisme memang sering kali membuat ambiguitas regulasi. Di lain sisi melarang, tetapi di lain pihak membolehkan. Karakteristik hukum sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan selalu memperlihatkan ketidaktegasan dan inkonsistensi dalam setiap keputusan.

Ada celah hukum yang dapat dijadikan sandaran para hakim terkait UU Perkawinan dengan UU Adminduk (Administrasi dan Kependudukan). Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya.

Sedangkan pasal 35 dalam UU Administrasi dan Kependudukan menyebutkan pernikahan yang ditetapkan kebolehannya oleh PN dapat dicatatkan oleh pencatat sipil, termasuk pernikahan beda agama.

Sudah bisa dipastikan, jika sandarannya adalah aspek HAM–meskipun larangan menikah beda agama sudah jelas dalam aturan Islam–maka yang dilarang oleh agama tidak akan lagi menjadi pijakan. Upaya legalisasi pernikahan beda agama semakin digiatkan dan membingungkan. Semua menjadi polemik yang tentunya tak berkesudahan.

Pernikahan beda agama hakikatnya merusak tatanan keluarga, masyarakat, dan sosial. Kondisi yang tentunya membuat kehidupan menjadi salah arah, malah dijadikan agenda besar di Tanah Air. Miris, bukan?

Tidak sadar dengan kekacauan yang akan terjadi, selain nasab yang rusak, hak waris pun tidak ada, agama menjadi ajang yang membuat anak bingung menentukan fondasi kehidupan. Dua cara hidup yang saling bertolak belakang. Satu agama mengharamkan sesuatu, bisa jadi dalam agama lainnya dihalalkan.

Di dalam pandangan Islam, pernikahan beda agama tentulah terkategori zina seumur hidup. Sebab, pernikahan bukan sekadar menyatukan cinta, tetapi hierarki yang lebih tinggi dari itu, yakni ibadah terpanjang dalam menggapai rida Ilahi. Bukan sekadar penyatuan dua hati–tak peduli meski memaksa sejalan karena menggadaikan iman.

Namun, ikatan sakral dari keyakinan kedua pasangan yang tidak menyelisihi syariat-Nya. Sehingga akan terbentuk visi dan misi cinta sejati. Membangun rumah tangga dalam pilar takwa, mendidik keturunan sesuai dengan pedoman Islam. Sehingga lahirlah keberkahan dan generasi terbaik karena ditempa dalam satu keyakinan yang berfondasikan akidah.

Hanya sistem Islam saja yang bisa menjaga tatanan kehidupan sebaik-baiknya. Tidak akan terjadi pernikahan beda agama, sekalipun ada kebolehan dalam syariat untuk laki-laki muslim menikahi perempuan ahlulkitab, tetapi pencegahan tentu akan dilakukan demi kemurnian akidah anak. Sejatinya pengasuh terbaik buah hati dari seorang muslim hanyalah ibu yang muslimah dan taat kepada Allah.

Semoga kita semua bisa menjaga dan menguatkan keimanan para buah hati agar kelak saat mereka dewasa tidak terjerat masuk dalam jebakan pernikahan beda agama.

“Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah: 221). Wallahualam bissawab.[]

Comment