Piala Dunia U-20, Akankah Menggores Catatan Kelam Untuk Palestina?

Opini420 Views

 

 

 

Oleh: Sarah Ainun M,Si, Pegiat Literasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA  — “Tak Kenal Maka Tak Sayang, Tak Sayang Maka Tak Cinta” Kutipan ini mengawali sebuah pertanyaan, seberapa jauh saat ini kita mengenal Palestina sebagai tanahnya kaum muslimin? Sehingga kita bisa mengukur seberapa besarkah kecintaan umat Islam terhadap tanah yang dimuliakan dan diberkahi oleh Allah Swt untuk seluruh umat Islam di atas bumi ini?

Kata Masjidil Aqsha sebagai tanah yang dimuliakan dan diberkahi oleh Allah Swt, dijelaskan dalam QS. Al-A’raf ayat 137, Al-Anbiya’ ayat 71 dan ayat 81, Saba’ ayat 18, Al-Ma’idah ayat 21 dan QS. At-Tin ayat 1-3. Hal ini, menunjukan betapa pentingnya Baitul Maqdis bagi umat Islam sampai Allah Swt mengulanginya dalam Al-Qur’an sebanyak tujuh kali.

Kedudukan Masjid Al-Aqsha bukanlah hanya sekedar Masjid tempat ibadah yang merupakan pilar agama dan rukun terbesar diantara rukun-rukun Islam lainnya saja, namun berkaitan dengan agama Islam dalam perkara aqidah dan syari’at. Mulai dari sebutan Al-Aqsha merupakan nama yang mulia dan agung yang bermuatan syari’at dan tinggi nilainya. Karena, Allah yang Maha Agung sendirilah yang menamainya dan menyebutkanya dalam beberapa ayat-ayat Al-Qur’an.

Masjid Al-Aqhsa merupakan kiblat pertama bagi umat Islam dalam sholat mereka, tempat terjadinya Isra dan Mi’raj Nabi Saw, Masjid kedua yang dibangun di muka bumi sesudah Masjid Al-Haram. Al-Aqhsa merupakan salah satu dari tiga Masjid yang diperbolehkan seseorang untuk mengadakan perjalanan yang berat kepadanya.

Rekam jejak kecintaan dan keterikatan umat Islam akan tanah Baitul Maqdis Palestina ditulis dalam tinta emas sejarah Islam, oleh sosok-sosok hebat pemimpin Islam seperti sahabat Rasulullah khalifah Umar bin Khattab ra. Membebaskan Baitul Maqdis pada tahun 15 H (365 M), yang saat itu berada dibawah kekuasaan raja Romawi Heraklitus (kaum Nasrani).

Begitupun kerinduan seorang panglima Besar muslim Shalahuddin Al-Ayyubi akan pembebasan Baitul Maqdis. Dengan mengambil sikap mengirim tentara kaum muslim yang berhasil mengalahkan dan mengusir tentara salib (salibis) dari tanah Palestina pada tahun 1187 M.

Penjagaan dan pemeliharaan Baitul Maqdis dari masa kemasa yang dilakukan oleh umat Islam dunia di bawah naungan Daulah Islam, seperti kekhalifahan Ummar bin Khattab ra. kekhalifahan Abasyiah, kekhalifahan Umayyah dan penutup kekhalifahan yaitu Utsmaniyyah pada tahun 1924 memberikan perhatian besar terhadap jengkal demi jengkal tanah Palestina.

Sebagaimana sikap yang ditunjukan oleh The Last Khalifa Sultan Abdul Khamid II yang menjaga dan mempertahankan tanah Palestina dengan nyawanya. Menolak bujuk rayu jutaan poundsterling untuk pribadi sultan, melunasi jutaan poundsterling hutang kekhilafahan ustmaniyyah, dibuatkan kapal induk untuk menjaga pertahanan daulah, diberikan jutaan poundsterling pinjaman tanpa bunga, hingga akan dibangunkan sebuah universitas Utsmaniyyah di Palestina.

Banyaknya tawaran menggiurkan Theodor Herzl, seorang tokoh utama gerakan Yahudi Zionis Internasional yang meminta menukar sejengkal dari tanah Palestina untuk dijadikan pemukiman yahudi dengan banyaknya uang yang akan diberikan kepada negara, tidak lantas sertamerta menggugurkan keterikatanya terhadap syari’at penjagaan atas kaum muslimin dan tanah kaum muslimin (Palestina) oleh seorang khalifah (pemimpin). Sebagaimana hadist Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikan pelindung. Maka, jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala, dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya” (HR. Muslim).

Mengapa demikian? Karena hanya negara yang dijalankan di atas landasan Aqidah Islamlah yang mengikat seorang khalifah dan rakyat untuk menjalankan sistem kehidupan dan mengurusi urusan rakyatnya sesuai syari’at Islam.

Di mana negara merupakan junnah/perisai yang menjaga rakyatnya dan tanah rakyatnya dari musuh-musuh yang memerangi umat Islam seperti kekejaman bangsa Yahudi/zionis Israel yang membunuh dan mengusir rakyat Palestina dari rumah-rumah mereka untuk dijadikan pemukiman Yahudi sejak dulu hingga sekarang.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan sistem sekuler kapitalisme yang saat ini diterapkan oleh hampir seluruh negara di dunia. Tentu saja tak ada makan siang yang gratis. Manuver politik Israel dan sekutunya Amerika Serikat (AS) telah memikat dan mengikat beberapa negara dengan mayoritas penduduk muslim dunia seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, Maroko, Yordania dan Mesir dengan menormalisasi hubungan dengan Israel dan menjalin hubungan diplomatik di saat 35 negara di dunia tidak mengakui keberadaan Israel sebagai negara (CNBC Indonesia, 15/07/2022).

Satu-persatu pemimpin negeri muslim mencatat sejarah mulai membelakangi Rakyat Palestina, meninggalkan rakyat Palestina sendirian berjuang membebaskan tanah kaum muslim dunia. Hanya mengirimkan kecaman-kecaman kepada zionis Israel sambil berjabat tangan saat rakyat Palestina dibombardir, dibunuh dan diusir dari tanah- tanah mereka.

Begitupun sikap berbeda ditunjukan antara pemerintah dengan berbagai unsur masyarakat, baik dari politisi, sejumlah kepala daerah, organisasi masyarakat dan keagamaan serta MUI, yang menolak keras kehadiran dan keikutsertaan timnas Israel pada piala dunia U-19 yang akan diselenggarakan di Indonesia.

Di satu sisi Indonesia sejak lama mengambil komitmen mendukung kemerdekaan setiap bangsa yang di atur di dalam konstitusi dan menolak menjalin hubungan diplomatik dengan Zionis Israel.

Namun, di sisi lain pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terus melakukan persiapan dan menyiapkan fasilitas untuk ajang piala dunia U-20 dan menyambut peserta piala dunia termasuk timnas dari negara penjajah (Israel) (VOA Indonesia, 10/03/2023).

Respon pemerintah dalam menghadapi gelombang penolakan kedatangan timnas Israel juga disampaikan oleh Temaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin yang meminta semua pihak untuk tidak mencampur adukan Olahraga dengan politik (CNN Indonesia, 25/03/2023).

Jika ajang piala dunia tidak ada hubunganya dengan kepentingan politik luar negeri, apakah kepentingan ekonomi menjadi alasan yang paling tepat untuk tetap menerima timnas Israel di Indonesia? Merujuk pada piala dunia Qatar yang meraup keuntungan UU$ 7,5 miliyar atau sekitar Rp. 117,75 triliun, laporan Al-Zazira dalam vidio MMC di laman youtube, 28/03/2023.

Jumlah ini belum termasuk kesepakatan siaran utama untuk piala dunia Qatar yang diterima FIFA dari berbagai negara, pengaruh soft power Doha dan pengaruh politik. Peningkatan sektor pariwisata secara umum dan khususnya bisnis akomodasi atau penginapan. Namun, apakah potensi keuntungan ekonomi tersebut sebanding dengan kejahatan yang dilakukan penjajah Israel kepada saudara muslim kita di Palestina?

Begitulah. Beda sistem yang diterapkan, maka beda pula pandangan yang dianut oleh sebuah negara. Jika sistem Islam menjadikan standar aqidah dan syari’at sebagai landasan untuk mengatur kehidupan. Maka, sistem kapitalisme menjadikan keuntungan atau kemamfaatan sebagai landasan yang mengatur kehidupan.

Dengan mengimplementasikan sistem Islam dalam kehidupan akan mengembalikan pemahaman dan kesadaran umat terhadap pentingnya kedudukan tanah Palestina sebagai tanah kaum muslimin serta menumbuhkan kecintaan untuk membebaskan dan mengusir penjajah zionis Israel dari tanah Palestina. Sebagai bentuk ketundukan pemimpin dan umat Islam terhadap perintah syari’at seperti yang terjadi dalan sistem daulah yang berlangsung selama 13 abad lamanya sebagaimana firman Allah Swt:

“Perangilah mereka di mana saja kalian menjumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kalian” (QS, Al-Baqarah: 191).

Comment