Oleh : Agustina Ajeng, Pemerhati Generasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tidak ada salahnya ketika kita ingin eksis. Sangat manusiawi kalau kita ingin dilihat oleh orang lain, karena memang manusia dibekali naluri baqo’ di mana manusia ingin dipandang “lebih” dari yang lain.
Namun keinginan untuk eksis ini seharusnya masih dalam batasan yang wajar dan sesuai dengan syariat, jangan sampai keinginan menjadi eksis tapi melanggar syariat dan hanya demi dibilang keren oleh orang lain, apa lagi sampai nyawa menjadi taruhannya.
Demi tampil eksis beberapa waktu lalu, Seorang wanita berinisial W (21) tewas tergantung di rumah kontrakannya di Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar). W tewas saat membuat konten melalui panggilan video atau video call dengan teman-temannya. Seorang remaja tewas bermula membuat konten gantung diri. Nahasnya kursinya yang dipakai buat pijakan terpleset dan nyawanya pun tak tertolong seperti ditulis laman detik.com (3/3/2023).
Sosial media saat ini begitu booming di seantero dunia. Setiap orang berlomba-lomba agar bisa eksis di dunia sosial media dengan berbagai macam tujuan. Ada yang ingin eksis, ada yang hanya sebatas hiburan semata, ada yang sekedar untuk pencitraan, tak sedikit yang tergiur dengan cuan yang dihasilkan dan ada pula yang memanfaatkannya untuk menebarkan kebaikan (dakwah).
Namun sayang sekali, kebanyakan saat ini sosial media tidak digunakan secara bijak untuk mendatangkan kebaikan bagi diri sendiri ataupun orang lain. Tidak jarang kita melihat berita kriminalitas, pornografi, dan tindakan asusila berawal dari penggunaan media sosial yang tidak bijak. Ditambah banyak bermunculan aplikasi sosial media yang menggiring penggunanya untuk berperilaku tidak pantas. Agar terlihat eksis dengan segala cara pun ditempuh.
Memang sudah menjadi fitrahnya manusia senang dipuji, disanjung, dielu-elukan. Sehingga banyak yang menjadikan eksis sebagai tujuan hidupnya. Namun jangan sampai hanya karena mengejar eksis, dan agar dibilang keren oleh orang lain, kita mengesampingan aturan-aturan islam.
Apalagi dengan membuat konten yang bisa membahayakan diri. Bukannya tambah eksis bisa jadi malah mengorbankan diri sendiri. Awalnya bermedia sosial hanya untuk hiburan, lama kelamaan beralih perspektif menjadi kegilaan saja.
Misal jika sudah punya followers banyak, media sosial dijadikan alat untuk sekadar eksistensi demi mencari cuan saja. Akhirnya terkikislah rasa ingin memanfaatkannya untuk kebaikan.
Uang dan popularitas memang mudah sekali didapatkan di dunia maya. Apalagi jika dibumbui dengan sensasi. Sebab uang dan popularitas bukan segalanya, pun sudah terkenal tidak menjamin bahagia.
Kondisi ini tidak lepas dari ideologi kapitalisme yang melahirkan generasi kehilangan jati diri, tidak tahu akan tujuan hidupnya dan mengganggap hidup ini hanya untuk bersenang senang dan mengganggap kesenangan diri di atas segalanya.
Sosial media memiliki pengaruh yang sangat besar pada penggunanya. Apalagi pengguna sosial media itu kebanyakan usia-usia produkftif, jiwa-jiwa muda generasi penerus bangsa dan agama.
Jika isi sosial media konten-konten yang buruk, maka anak mudalah yang akan banyak terpapar dampaknya. Jika yang banyak tersebar adalah konten-konten dakwah yang bermanfaat, maka mereka pula yang signifikan menerimanya.
Orang-orang tidak asing lagi dengan Islam, menerima ide-ide Islam yang selama ini tertutup oleh pemikiran sekuler. Mereka yang awalnya tidak memikirkan dakwah, jadi sering repost akun dakwah. Menyampaikan kepada teman-teman dan keluarga.
Senada dengan hadits Rasulullah berikut ini:
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari 5534 dan Muslim 2628).
Comment