Oleh: Kartiara Rizkina Murni S. Sosio, Pengamat Sosial dan Aktivis Muslimah Aceh
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Belum hilang dari benak kita, proyek IKN yang hendak ditawarkan ke investor dengan HGB (Hak Guna Bangunan) selama 180 tahun, muncul lagi suara revisi UU IKN. Padahal belum genap setahun, umur UU 3/2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) sudah siap-siap mau direvisi, ada apa?
Revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) akan terlaksana mulai tahun depan. Seluruh persiapan pembahasan revisi yang baru diterbitkan Februari 2022 itu pun telah dilaksanakan pemerintah.
Sekretaris Otorita IKN Achmad Jaka Santos Adiwijaya seperti ditulis CNBC (12/12/2022) mengatakan, revisi UU usulan pemerintah ini telah disetujui oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk masuk ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun depan.
Banyak pihak menilai proyek IKN terkesan tergesa-gesa. Ada beberapa cacatatan penting yang harus kita pahami mengenai UU IKN ini.
Pertama, dimulai dari proses pembahasan RUU IKN yang super cepat di parlemen, ujug-ujug langsung disahkan, walaupun belum memenuhi syarat formil. RUU IKN juga mendapatkan banyak penolakan dari berbagai pihak dan para ahli hukum namun, pemerintah tetap saja ngotot untuk melanjutkan.
Kedua, dalam perjalanannya pemerintah menemui jalan buntu terkait dana. Kondisi APBN defisit, namun pembangunan tetap lanjut, sehingga pemerintah harus memutar otak untuk mencari sumber dana proyek IKN, yakni dengan cara mencari para pengusaha (investor) baik lokal maupun asing.
Ketiga, dalam pencarian sumber dana ternyata sepi investor. Media asing ternama asal Amerika Serikat (AS) Bloomberg menyoroti proyek pembangunan IKN, media tersebut mengatakan brosur IKN Nusantara tampak menarik, tetapi pembiayaannya masih tidak jelas dikarenakan tidak ada investor yang tertarik ikut serta.
Keempat, karena sepinya investor pemerintah memberikan kebijakan yang berbahaya yakni memberikan HGB (Hak Guna Bangunan) selama 180 tahun kepada investor. Dengan berbagai hadiah khususnya seperti tax holiday selama 30 tahun, dan tax deduction sampai 350 persen.
Kelima, dengan masalah di atas maka pemerintah berinisiatif untuk merevisi kembali UU IKN. Menkumham Yasonna Laoly dan DPD, bahwa revisi UU IKN juga berisi perubahan mengenai pendanaan dan pengelolaan barang milik negara. Menurut Yasonna, seperti ditulis cnbc (23/11/2022), UU IKN akan ditunjang pula oleh peraturan khusus yang mengatur soal pembiayaan, penanaman modal atau investasi serta jaminan kelangsungan pembangunan IKN.
Meskipun DPR hingga saat ini belum menerima draf resmi dari pemerintah. revisi ini menunjukkan ketidakmatangan proses pembuatan UU IKN, termasuk proyeknya itu sendiri.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pun telah mengungkapkan alasan pemerintah yang akan merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
“Soal tanah juga kita ingin pastikan lagi para investor menginginkan untuk bisa bukan hanya mendapatkan hak selama 90 tahun atau bisa dua kali lipat atau 180 tahun. Tapi gimana orang bisa beli gak tanah di sana. Nah itu kita sedang masukan,” ujarnya di laman cnbc (12/12/2022).
Dari fakta-fakta di atas, tampaknya pemerintah tidak punya kesiapan dalam proyek IKN. Pemerintah menggonta-ganti aturan sesuai permintaan para investor. Dengan balasan investasi, mereka dengan mudah mengotak atik pemerintah sesuai keinginan investor yang tak lain adalah para kapitalis. Dengan mudahnya mereka menggonta-ganti aturan sekehendaknya.
Dalam Islam Penguasa adalah Pengurus Rakyat, ia akan dimintai pertanggung-jawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Maka salah besar apabila pembangunan IKN dikelola oleh investor. Penguasa juga sebagai pelaksana syariat, bukan sebagai pembuat hukum.
Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-Maidah: 49, “Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka.”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa hanya kepada Allah saja lah kita mengambil keputusan, apalagi keputusan yang menyangkut umat. Hanya kepada aturan Allah (syariat) hendaknya memutuskan suatu kebijakan.
Karena di dalam Al-Quran juga Allah mengatakan akibat bagi mereka yang melampaui batas dengan mengambil hak Allah sebagai pembuat aturan.
“Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, mereka datang tergesa-gesa (memenuhi panggilan) dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (Ibrahim/14: 42-43).[]
Comment