Antara Sekularisme dan Islam, Mana yang Melindungi Generasi?

Opini490 Views

 

Oleh: Mutia Puspa Ningrum, S.Kep, Ners Perawat

__________

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Seolah melepas dahaga, kehausan akan hiburan terpuaskan dengan diselenggarakan banyak event di berbagai belahan dunia. Setelah sekian lama hasratnya terhalang pandemi, para pemuja kehidupan hedonis tumpah ruah menikmati event-event tersebut.

Namun kesenangannya tidaklah murah. Tragedi-tragedi yang terjadi di bulan Oktober 2022 lalu menegaskan harga yang harus dibayar. Tragedi Kanjuruhan menelan 135 jiwa saat pertandingan sepak bola. Kemudian tragedi Itaewon Korsel menewaskan 154 jiwa karena berdesak-desakan merayakan Halloween. Sungguh menggores hati. Demi mengejar kesenangan dan kepuasan duniawi, nyawa menjadi taruhannya.

Di waktu lain seperti ditulis Kompas.com (3/11/2022), acaraBerdendang Bergoyang pada hari sabtu malam 29 Oktober 2022 berhasil dibubarkan. Pagelaran musik dengan artis papan atas dalam negeri tersebut semula akan berlangsung 3 hari. Namun pada hari pertama Jumat 28 Oktober 2022 ditemukan 27 orang yang pingsan dan dilarikan ke rumah sakit akibat berdesak-desakan di tempat perhelatan tersebut.

Pada peristiwa itu, sebagaimana dilansir dari tvonenews.com (03/11) kepolisian menerangkan bahwa panitia mengajukan izin keramaian dengan target pengunjung sebanyak 3000 orang. Namun fakta di lapangan didapati data pada hari Sabtu total pengunjung sebanyak 21.637 orang atau 7 kali lipat lebih banyak. Sejak bulan April hingga Oktober, panitia berhasil terjual 27.879 tiket secara online.

Tak hanya itu, sebuah konser boyband Korea pada awal November 2022 dihentikan karena puluhan orang pingsan tak sadarkan diri. Saat para idol melemparkan bola ke arah penonton, terjadi aksi dorong ke depan yang menyebabkan pagar pembatas ambruk. Demi mendekati sang pujaan, para penggemar rela berhimpit-himpitan hingga menyebabkan orang lain terluka. Niat hati ingin mencari kesenangan tapi justru petaka yang didapat.

Realita di atas jelas menggambarkan rendahnya kualitas generasi muda hari ini. Hedonisme membuat mereka rela melalukan segala sesuatu demi meraih kesenangan duniawi. Sekedar memenuhi hasrat kepuasan jasmani, nyawa pun tak lagi berharga bagi mereka.

Parahnya lagi, hukum dan norma agama pun terabaikan. Tak ada standar halal haram, pahala dan dosa di kamus kehidupan mereka. Tolak ukur dalam mengambil keputusan dan tindakan semata adalah kesenangan sesaat.

Bukan tanpa sebab, menurut Melati, Intania Putri Damayanti dan beberapa mahasiswa PGDS IB dalam tulisan mereka berjudul Maraknya Budaya Hedonisme di Kalangan Remaja yang ditayangkan pada laman news.upmk.ac.id (10/01/2022) menjelaskan bahwa hedonisme menjadi salah satu penyebab rapuhnya mental remaja atau generasi muda.

Mereka menegaskan bahwa hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kebahagiaan hidup seseorang adalah manakala mereka meraih kesenangan sebanyak-banyaknya dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Disebutkan pula bahwa hedonisme merupakan derivasi dari ide liberalisme atau kebebasan.

Liberalisme ini menyebut bahwa siapa saja bebas untuk melakukan apa saja demi meraih kesenangan hidup yang diinginkan tanpa harus dibatasi oleh apapun. Para penganut paham liberal ini misalnya akan menganggap bahwa pemuasan terhadap kebutuhan jasmani dan naluri bisa dilakukan dengan cara apa pun dan menggunakan sarana apa saja yang diinginkan.

Karenanya, gaya hidup bebas, foya-foya hingga sikap pelanggaran norma sosial dan agama menjadi corak hidup kaum liberalis dan hedonis. Tak heran jika mereka akhirnya bersikap anti terhadap aturan agama. Bagi mereka, kehidupan adalah kebebasan, dunia adalah tempat bagi mereka bersenang-senang. Sedang agama akan dipandang oleh kaum ini sebagai racun yang akan menghalangi manusia untuk meraih kebahagiaan yang diinginkan.

Buah dari liarnya hedonis dan liberal ini adalah kerusakan, tak terkecuali kerusakan yang juga dialami oleh generasi muda. Generasi muda yang sejatinya menjadi tumpuan harapan bangsa, kini dirusak oleh dua paham sesat di atas. Termasuk pemuda-pemuda muslim, kehilangan jati dirinya sebagai seorang muslim dan secara sukarela menerima produk-produk budaya negara-negara Barat yang sejatinya bertentangan dengan Islam.

Barat menggunakan ideologi sekuler-kapitalis sebagai senjata utama mereka menyebarkan paham hedonis dan liberal. Ideologi sekuler dengan prinsip dasarnya, memisahan agama dari kehidupan telah menghasilkan jiwa-jiwa muslim hidup jauh dari agama. Bahkan anti terhadap hukum-hukum agama dalam seluruh aspek kehidupan.

Kalaupun mereka menganut agama, maka peran agama hanya diberi porsi yang kecil dalam mengatur kehidupan. Sebatas mengatur ibadah ritual dalam lingkup personal, seperti hukum salat, puasa, zakat dan haji, namun dalam aspek pengurusan urusan publik peran agama dicampakkan. Lalu mereka membiarkan manusia membuat aturan sendiri yang lahir dari hawa nafsu, kelemahan dan keterbatasan mereka.

Wajar jika hari ini dijumpai fakta kerusakan terjadi di segala lini. Sekuler tak hanya mengubah generasi menjelma menjadi sosok individualis yang terpisah dari masyarakatnya, tetapi juga mengikis sense of crisis generasi muda terhadap berbagai persoalan yang melanda negerinya. Alih-alih peduli terhadap bangsa, rasa peduli terhadap persoalan dirinya pun tak ada.

Gambaran generasi ‘bentukan’ ideologi sekuler ini berbeda jauh dengan generasi yang berhasil diwujudkan oleh Islam. Dalam sejarah kejayaan Islam, dijumpai banyak sosok generasi muda yang berhasil meraih ketinggian derajat dan keluhuran.

Di masa Nabi SAW, sahabat dari kalangan pemuda seperti Ali bin Abi Thalib diusianya yang masih belia memilih untuk beriman kepada agama yang dibawa oleh Nabi saw meski para tetuah dari suku Quraisy Arab menentangnya. Ada pula Usamah bin Ziyad di usia 18 tahun telah ditunjuk oleh Nabi Saw sebagai panglima perang.

Termasuk pemuda masyhur yang namanya dikenal sepanjang masa adalah Sultan Mehmed II atau yang dikenal dengan nama Muhammad al-Fatih menjadi seorang Khalifah yang kekuasaan meliputi 2/3 belahan dunia diusianya yang baru 22 tahun. Tak hanya itu, Muhammad al-Fatih bahkan berhasil menaklukkan Konstantinopel dan mengubahnya menjadi negara yang diberkahi dengan Islam.

Dan masih banyak lagi pemuda-pemuda Islam yang mencatatkan nama mereka dalam peradaban dunia dengan tinta emas. Kunci kemuliaan mereka adalah karena mereka hidup dengan aturan yang bersumber dari Pencipta mereka, yakni Allah SWT. Mereka senantiasa mendekatkan diri kepada Rabb mereka dengan ibadah sebagai aktivitas paling utama dan kebahagiaan tertinggi mereka adalah meraih ridha Allah SWT.

Atmosfir ketaatan itu mereka rasakan karena mereka hidup dalam naungan sistem Islam. Sebuah tatanan sistem di mana hukum Allah SWT menjadi satu-satunya sumber dalam menetapkan hukum dan kebijakan. Dengan khalifah sebagai pemimpin dalam sistem Islam, generasi muda akan dijauhkan dari pemikiran-pemikiran Barat yang sesat dan menyesatkan.

Khalifah tak hanya melindungi generasi, tetapi juga akan melakukan berbagai macam strategi dalam rangka melejitkan potensi pemuda sebagai agent of changes. Salah satunya adalah memberikan perhatian serius dalam penetapan kurikulum pendidikan, memberikan layanan pendidikan terbaik untuk meningkatkan taraf berpikir generasi. Juga memberi reward (penghargaan) besar bagi setiap pencapaian gemilang yang diraih oleh kaum muslimin dalam mewujudkan kemaslahatan umat.

Pemahaman Islam yang tinggi, keimanan yang kokoh serta ketaatan yang besar kepada Allah Swt akan membuat generasi menjelma sebagai pribadi-pribadi yang siap menjadi pemimpin terbaik bagi dirinya, keluarga, masyarakat dan negaranya. Hari-hari mereka diisi dengan ibadah, dan kesenangan mereka adalah dalam ketaatan kepada Allah Swt.

Kualitas generasi muslim yang hidup dalam naungan Islam sangat berbeda jauh dengan realita generasi muslim hari ini yang telah terkontaminasi oleh racun hedonisme, liberalisme dan sekularisme. Sehingga tak ada pilihan lain untuk membebaskan generasi muda dari kerusakan kecuali dengan mewujudkan kembali sistem Islam sebagai satu-satunya sistem yang akan menciptakan atmosfir terbaik untuk membantu generasi meraih kemuliaan hidup dan keberkahan.[]

Comment