Oleh: Eno Fadli, Pemerhati Kebijakan Publik
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Perayaan Halloween Itaewon, Korea Selatan pada Sabtu (29/10/2022) berujung tragedi maut. Menurut data, tragedi Halloween Itaewon menelan korban jiwa sebanyak 155 orang yang sebagian besar adalah remaja (CNN.com, 01/11/2022).
Perayaan Itaewon Halloween merupakan perayaan pertama setelah dalam tiga tahun pemerintah Korea Selatan mencabut pembatasan Covid-19.
Banyak dugaan penyebab terjadinya tragedi Halloween Itaewon ini. Dugaan awal adalah karena akibat Cardiac Arrest atau henti jantung. Hal ini terlihat saat perayaan, di mana warga yang mengikuti Halloween semakin membludak memadati salah satu jalanan sempit di Itaewon. Dengan keadaan seperti ini menyebabkan mereka berdesak-desakan dan sulit bergerak sehingga memicu terjadinya henti jantung.
Dugaan lainnya adalah karena terjadinya perkelahian pada saat perayaan. Perkelahian dimulai oleh beberapa orang pengguna narkoba yang membuat situasi semakin kacau dan menimbulkan kepanikan.
Tragedi ini tentunya membuat prihatin banyak pihak. Para pemimpin negara termasuk pemerintah Indonesia turut menyampaikan keprihatinannya. Melalui akun Twitternya, seperti ditulis kompas (30/10/2022), Presiden Joko Widodo menyampaikan belasungkawa atas tragedi Halloween Itaewon dan menyatakan bahwa Indonesia bersama rakyat Korea Selatan serta berharap korban yang terluka akan segera pulih.
Tragedi Itaewon tentunya membuat kita semua prihatin. Hal ini mengingatkan kita pada tragedi Kanjuruhan yang juga menelan korban ratusan jiwa. Terdapat kemiripan dari dua tragedi ini, yaitu sama- sama dalam kondisi ikut dalam perayaan atau menghadiri sebuah event yang sifatnya bersenang-senang sehingga nyawa pun melayang.
Perbedaannya, dilihat dari respon pemerintah dalam menyikapi kedua tragedi yang terjadi. Dalam insiden Kanjuruhan, tidak ada pernyataan dari pemerintah yang menyatakan bahwa pemerintah bersama korban insiden Kanjuruhan sebagaimana pernyataan pemerintah terhadap warga Korea Selatan.
Meskipun pemerintah memberi santunan dan menggratiskan biaya pengobatan korban insiden Kanjuruhan, namun tidak adanya pernyataan dari pemerintah mengesankan bahwa kepedulian pemerintah lebih besar ke rakyat negara lain dibanding rakyat sendiri. Memang terlihat sepele, namun hal ini tentunya berdampak pada psikologis rakyat.
Tragedi Halloween yang terjadi memperlihatkan potret kelam kapitalis yang menjunjung tinggi gaya hidup liberal dan hedonis sehingga lahirlah generasi muda yang tujuan hidupnya hanya bersenang-senang.
Kondisi ini terlihat saat adanya perayaan-perayaan, baik itu perayaan Halloween, Tahun baru, Valentine’s Day dan lain sebagainya. Generasi muda selalu mendominasi setiap momentum ini.
Tak terkecuali di Indonesia yang penduduknya mayoritas kaum muslim, generasi muda negeri ini ikut terpukau dengan budaya barat. Mereka ikut merayakan perayaan-perayaan sejenis dengan gaya hidup barat.
Saat ini yang banyak digandrungi oleh anak-anak muda yaitu budaya Korea Selatan, baik itu dari segi berpakaian, makanan, cara bicara, kemajuan infrastruktur bahkan gaya hidup mereka.
Jika hal ini dibiarkan akan berbahaya bagi generasi muda muslim, mereka akan kehilangan identitas diri mereka sebagai seorang muslim demi mengejar kesenangan duniawi dan hidup dalam kehidupan yang liberal dan sekuler.
Mirisnya, pemerintah tidak bergeming melihat kondisi ini. Budaya dan pemikiran asing dibiarkan menjamur dan berkembang di negeri ini. Perayaan-perayaan seperti Halloween, Tahun baru, dan Valentine’s Day tidak pernah dicegah ataupun dilarang.
Perayaan seperti ini selain merupakan gaya hidup barat yang liberal dan sekuler, seringkali diiringi dengan perbuatan-perbuatan maksiat. Mereka berpesta dengan minuman keras, seks bebas bahkan menggunakan obat-obatan terlarang.
Negara yang seharusnya hadir secara serius untuk melahirkan generasi unggul, cerdas beradab dan bertakwa, malah membiarkan aktivitas-aktivitas ini menjamur. Hal ini tentu akan membawa generasi muda berkubang pada kemaksiatan dan kebatilan.
Dalam Islam, negara mempunyai tanggung jawab untuk membina dan mendidik generasi muda agar lahir calon tunas peradaban dan pemimpin yang mumpuni dengan kepribadian Islam. Negara menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam yang penyelenggaraan kurikulumnya sesuai dengan akidah Islam, sehingga dengan terbentuklah generasi berkepribadian Islam yang memegang erat identitas keislamannya.
Hal ini tampak dari pola pikir dan pola sikap mereka sebagai seorang muslim. Tentunya sistem pendidikan yang diterapkan pembiayaannya ditopang dengan sistem ekonomi Islam.
Pengaturan ketat media-media menyiarkan informasi yang akan diberitakan kepada masyarakat pun dilakukan. Informasi-informasi yang mengandung penyimpangan dan pelanggaran akan diminta pertanggung jawaban bahkan akan ditindak tegas jika dilihat terjadinya pelanggaran.
Dengan demikian diharapkan media-media ini berfungsi sebagai wadah untuk menonjolkan segala kebaikan dan kebenaran Islam.
Negara juga menerapkan sistem sosial masyarakat yang kondusif dengan penerapan syariat Islam di tengah masyarakat. Sehingga masyarakat akan berfungsi sebagai kontrol sosial, di mana mereka melakukan upaya-upaya pencegahan pelanggaran dengan melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar sehingga terwujud lingkungan yang kondusif penuh ketakwaan.
Keluarga juga ikut beperperan menerapkan pola asuh berdasarkan akidah Islam. Orang tua membekali dirinya dengan ilmu agama sehingga dapat mendidik dan mengasuh putra-putri mereka menjadi generasi yang bertakwa.
Penerapan sistem sanksi terhadap pelanggaran juga diberlakukan. Negara akan memberi sanksi sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dan kemaksiatan bukan malah memfasilitasi dan membiarkan pelanggaran dan kemaksiatan seperti yang terjadi sekarang ini.
Dengan penerapan sistematis seperti inilah dapat menjaga generasi muda dari segala hal yang membahayakan mereka baik secara fisik, mental maupun pemikiran.
Hal ini hanya bisa ditemui ketika negara mengimplementasikan Islam di semua bidang kehidupan.Wallahu a’lam bishshawab.[]
Comment