Oleh: Irah Wati Murni, S.Pd, Pemerhati Kebijakan Publik, Pendidik Generasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Lagi dan lagi. Drama kenaikan BBM nyatanya tak kunjung usai. Kali ini pemerintah kembali menaikan harga BBM subsidi pada 3 September 2022. Harga BBM jenis Pertalite naik menjadi Rp10.000 per liter dari sebelumnya Rp7.650 per liter. Lalu, harga solar naik dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter. Kemudian harga Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
Di era Presiden Joko Widodo setidaknya telah 7 kali menaikkan harga BBM subsidi. Dilansir Liputan6.com (4/9/2022), Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menguatkan data tersebut. Ia menegaskan, Jokowi 7 kali mengubah harga BBM Subsidi.
Rinciannya, pada 17 November 2014, 1 Januari 2015, 1 Maret 2015, 28 Maret 2015, 30 Maret 2015, 10 Oktober 2018, dan 3 September 2022. Pada 2014-2018, kenaikan berkisar dari Rp 400-2.000 per liter. Kenaikan BBM terbaru ini, yang disebut kenaikan paling tinggi.
Dilansir Merdeka (4/9/2022), Presiden Jokowi mengaku, keputusan penyesuaian harga BBM bersubsidi adalah hal yang berat. Namun menurut dia apa daya, saat ini kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dirasa sudah tidak lagi mampu menanggung hal tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengaku, selama ini pemerintah telah menaikan anggaran kompensasi dan subsidi 3 kali lipat dari yang dianggarkan dalam APBN 2022. Semula hanya Rp152,2 triliun kini menjadi Rp502,4 triliun. Angka ini pun masih berpotensi naik hingga di atas Rp600 triliun jika harga minyak mentah dunia masih tinggi.
“Angka ini dihitung berdasarkan rata-rata dari ICP yang bisa menjadi USD 105 dollar per barel dengan kurs 14.700 per dollar dan volume dari Pertalite yang diperkirakan akan mencapai 29 juta kilo liter dan solar bersubsidi 17,44 juta kiloliter,” tutur Sri Mulyani di Istana Negara.
Sri Mulyani juga berdalih, meski belakangan harga ICP (Indonesian Crude Price) atau harga rata-rata minyak mentah mengalami tren penurunan, namun dalam hitungannya rata-rata harganya masih sekitaran USD 97 per barel. Dari angka tersebut, alokasi pemerintah yang Rp502,4 triliun itu pun masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sampai akhir tahun.
Berkaitan kebijakan pemerintah ini, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, sebagaimana ditulis Merdeka (4/9/2022), menilai kenaikan harga BBM subsidi bukan pilihan yang tepat. Sebab bisa mendorong peningkatan inflasi.
Fahmy memproyeksikan, jika kenaikan harga Pertalite dipatok menjadi Rp 10.000 per liter, akan memberi kontribusi terhadap inflasi mencapai 0,97 persen. Sehingga, inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Dengan inflasi sebesar itu, dia meyakini akan memperburuk daya beli dan konsumsi masyarakat. Sehingga, berpotensi besar akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen.
Tolak Kenaikan BBM
Dilansir tegas.co, (7/9/2022), Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardhana secara tegas menyatakan kebijakan kenaikan BBM yang dzalim ini harus ditolak.
Menurut Agung, kenaikan harga ini akan menaikkan inflasi di Indonesia 6 sampai 8%.
“Pertanyaannya, apakah hal ini tidak dimengerti? Inflasi akan berpengaruh terhadap kenaikan harga pangan yang akan menambah beban rakyat. Akibatnya, angka kemiskinan juga akan meningkat,” ucapnya.
Ia mengatakan, gelombang PHK akan makin besar, gelombang pengangguran meningkat, kemiskinan meningkat.
“Sementara itu, beberapa kalangan menengah ke atas merasa santai karena pendapatan mereka tinggi, tetapi bagaimana rakyat Indonesia yang miskin ini? Meski memang ada program BLT yang diluncurkan. Namun, Rp600.000 untuk 4 bulan itu bisa menyelesaikan apa?” tanyanya lugas.
Alhasil kebijakan kenaikan BBM ini harus ditolak. Sebab hanya membuat rakyat seperti sudah terjatuh tertimpa tangga. Pasalnya, saat ini rakyat sedang mengalami tekanan demi tekanan. Efek pandemi yang belum pulih, PPN yang naik 11%, harga-harga komoditas yang meroket, juga BPJS yang menjadi syarat untuk pelayanan publik.
Hal ini tentu membuat rakyat seolah belum selesai sakitnya, sudah terjatuh, kemudian ditimpa tangga. Lantas, dimana hati nurani pemangku kebijakan di negeri ini?
Ruwetnya Tata Kelola Energi Sistem Kapitalisme
Kebijakan kenaikan BBM yang terus berulang di negeri yang katanya “gemah ripah loh jinawi” ini memang sungguh ironi. Seharusnya, negeri yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) melimpah ruah dengan tanahnya yang sangat subur ini mampu membuat masyarakat merasakan keadilan, tentram, sejahtera dan hidup makmur. Hal ini membuktikan ruwetnya tata kelola energi akibat sistem kapitalisme.
1. Penetapan Harga Minyak Bukan Harga Minyak Dunia
Penetapan kebijakan publik harus bersumber dari hukum Allah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hambaNya dan sebaik-baik pembuat hukum, bukan dari aturan ekonomi Kapitalis bersumber dari aturan Barat yang tidak berlandaskan akidah Islam. Akibatnya proses penghitungannya hanya seputar untung rugi para pemodal dan pihak-pihak tertentu bukan bermuara pada kesejahteraan masyarakat umum.
Pasalnya data 2018 menyebut harga produksi minyak mentah dalam negeri rata-rata US$19,7 per barel, sedangkan harga minyak dunia mencapai US$100 per barel. Ini sangat jauh. Pada 2020, SKK Migas mengatakan sekitar US$25 per barel. Kemudian pada 2021 kuartal pertama sekitar US$11,88 per barel.
Apalagi penetapan harga minyak dunia saat ini ditentukan oleh judi, spekulasi. Akibatnya pasar komoditas berjangka menyebabkan 80% kenaikan harga minyak dunia.
2. Stop Liberalisasi Sektor Hulu Migas.
Kebijakan migas itu harus dikembalikan menjadi benar-benar milik umum, muslim maupun non-muslim. Sehingga harga migas tidak bisa diserahkan pada fluktuasi harga minyak internasional, tetapi semurah mungkin sesuai biaya produksi yang ada. Oleh karena itu, maka sudah seharusnya untuk mencabut UU migas dan UU Ciptaker karena meliberalisasi migas ke pihak swasta, aseng dan asing. Jika tetap dibiarkan, maka tentu rakyat biasa lah yang terdzalimi dan menderita.
3. Meningkatkan Produksi Migas Dalam Negeri.
Sumber Daya Alam (SDA) suatu negara itu harus dikelola oleh dalam negeri bukan langsung ke pihak swasta, apalagi oleh aseng dan asing. Oleh karena itu, negara harus mandiri memproduksi dan mengelola migas dalam negeri. Apalagi Indonesia memiliki potensi SDA yang cukup kaya. Indonesia memiliki bahan untuk energi baru terbarukan. Ada air, matahari, energi nuklir, bahan lithium baterai. Semua ini berpeluang untuk dikelola oleh negara.
SKK Migas bahkan menyebutkan, Indonesia memiliki 128 cekungan hidrokarbon yang baru diproduksi, 28 cekungan sisanya belum. Sehingga tinggal menambah dan meningkatkan kualitas kilang minyak. Tentu hal ini didukung dengan dana pengelolaan yang besar. Oleh karenanya, Anggaran Belanja Negara tidak boleh dialokasikan kepada pos-pos yang belum urgent. Maka stop pembangunan IKN, stop pembangunan jalan tol, stop proyek kereta cepat. Alihkan semua untuk membangun kilang minyak.
4.Ganti Mata Uang ke Emas dan Perak
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa emas itu anti inflasi. Maka sudah seharusnya untuk menstop penggunaan dolar Amerika Serikat yang sejak 1970 sudah tidak ada underlying emas dan peraknya. Ini menyebabkan tren harga minya dunia makin naik. Gunakan mata uang berbasis uang emas dan perak, yakni dinar dan dirham.
Islam Mengatasi Masalah Tanpa Masalah
Untuk merealisasikan keempat hal di atas tentu bukan hal yang mudah jika masih dalam aturan sistem kapitalis seperti saat ini. Tersebab banyak kebijakan sistem saat ini yang tidak menyelesaikan masalah sampai ke akarnya.
Maka sudah seharusnya akar masalah sistem rusak ini diganti. Para penguasa dan pemangku kebijakan publik pun harus benar-benar bersih dan mau menjalankan syariat Islam.
Hanya sistem Islam yang bisa mewujudkan keempat solusi di atas. Sebab Islam menjadi satu-satunya sistem hidup yang bisa mengatasi masalah tanpa masalah.
Sistem Islam yang bersumber dari sang pencipta lah menjadi satu-satunya aturan terbaik yang terbukti akan membawa penduduk suatu negeri menjadi “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” artinya penduduk negeri yang hidup dengan aman, tenteram, makmur, subur, dipenuhi dengan kebaikan dan kebahagiaan.
Maka benarlah firman Allah Subhanahu wata’ala:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut percaya dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka akibat perbuatannya.” (QS al-A’raf: 96).
Waallahu’alam. []
Comment