Gimmick Diplomatik Negeri Muslim

Opini575 Views

 

 

Oleh: Dwinda Lustikayani, Aktivitas Dakwah

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Serangan Zionis gimmick kepada negeri muslim yang tidak berujung solusi untuk membela dan melindungi Palestina. Ini membuktikan bahwa kapitalisme sekuler yang diemban negara negara muslim hanya mementingkan kepentingan negara secara individu.

Hal ini terbukti dengan peristiwa serangan zionis yang sangat brutal pada hari Jum’at (5/08/2022) yang memakan korban sekitar 44 orang termasuk 15 anak-anak dan beberapa perempuan.

Serangan ini bermaksud untuk menghabiskan pasukan jihad Islami Palestina, karena pasukan ini berencana ingin menyerang Israel dengan tujuan untuk sebagai jawaban terhadap penangkapan seorang senior Hamas di tepi Barat pada hari Senin (3/08/2022).

Sebelum terjadi serangan, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz seperti ditulis cnnindonesia.com (8/8/2022) mengunjungi pasukan tersebut di dekat Gaza pada hari Jum’at, untuk mengklaim pihak berwenang yang sedang mempersiapkan tindakannya.

Bahkan ratusan orang Israel juga melakukan protes di dekat Jalur Gaza pada hari Jum’at untuk menuntut kembalinya seorang tawanan dan dua mayat tentara Israel yang ditahan oleh Hamas. Penahanan mayat dan warga sipil Israel dengan tujuan untuk menukar mereka dengan beberapa dari ribuan tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel seperti yang dikutip dalam voaislam.com.

Penyerangan Israel ke Palestina saat ini dianggap sebagai tempat latihan tembak mereka dan warga Palestina sebagai target tembaknya.

“Agresi ini merupakan manifestasi arogansi kekuatan militer Israel dan perpanjangan dari pola pikir kolonial rasis yang menganggap wilayah Palestina yang diduduki sebagai lapangan pelatihan. Dan warga Palestina sebagai target penembakan. Kekuatan pendudukan menentukan arah, perbatasan, dan target serangannya tanpa pertanggung-jawaban di tingkat internasional. Israel juga sedang mencari target termudah di mana ia dapat mencapai tingkat ‘keberhasilan’ yang tinggi untuk membuktikan sendiri dan kepada negara-negara lain mengenai kemampuan dalam memasarkan teknologi militernya.” ujar Kementerian Luar Negeri Palestina yang dikutip Wafa News, Sabtu (6/8/2022).

Sungguh penyerangan ini sudah terlalu lama terjadi, tetapi pembelaan yang adil tidak kunjung terjadi. Kemenlu Palestina mengutuk Israel yang sudah melanggar hukum internasional dan resolusi PBB. Palestina mendesak Dewan Keamanan PBB dalam Konvensi Jenewa Keempat untuk segera melakukan intervensi menghentikan agresi Israel terhadap rakyat Palestina.

“Tidak adanya pertanggung- jawaban internasional terus mendorong Israel dengan kekuatan pendudukan kolonial untuk bertahan dalam melakukan kejahatan internasional yang serius terhadap rakyat Palestina, menginjak-injak hak asasi mereka dan menyebabkan kematian yang meluas, cedera dan kehancuran yang luar biasa,” kata Kemenlu Palestina. Namun dalam hal ini PBB hanya bersikap prihatin saja melihat kondisi Palestina saat ini.

Tidak hanya PBB, negara-negara muslim juga hanya bisa prihatin dan mengecam tindakan Israel, seperti halnya negara Mesir yang memiliki perbatasan langsung dengan Palestina, namun mereka malah mempertahankan blokade ketat terhadap wilayah itu dengan alasan nasional state.

Ada juga beberapa negara muslim melakukan pemboikotan terhadap negara Israel tersebut, tetapi sayangnya bukan hanya ini saja yang menjadi solusi untuk pemberhentian serangan Israel terhadap Palestina. Sebab faktanya saat ini tidak ada negara muslim yang bersatu dan mengirimkan tentaranya untuk membantu Palestina, negara muslim hanya mampu mengecam tanpa membuat Israel ketir.

Aqsa Working Group (AWG) juga mengecam keras tindakan Zionis Israel yang menyerang Gaza. Agresi Israel ke Gaza kembali membuktikan bahwa mereka ialah rezim zalim yang harus dimusnahkan dari muka bumi.

AWG menuntut para pemimpin dunia dan komunitas internasional merespons kezaliman dan kebengisan Israel dengan nyata. Bukan sekadar gimmick diplomatik standar ganda. Satu sisi mengecam, di sisi lain menormalisasi hubungan antarnegara dengan Israel.

Satu sisi ramai-ramai memboikot Rusia karena invasinya ke Ukraina, di sisi lain membiarkan kaum Yahudi laknat tersebut menghabisi kaum muslim Palestina secara membabi buta.

Umat harus memahami, kejahatan dan kebengisan Israel tidak akan berhenti dengan kecaman, kutukan, ataupun perundingan internasional. Negara Zionis tersebut hanya bisa ditundukkan dengan bahasa perang, bukan basa-basi politik dan formalitas diplomatik.

Berharap pada PBB dan komunitas internasional tidak akan membawa pengaruh bagi Palestina. Dengan kejadian ini, kita dapat mengetahui bahwa dunia sedang buta. Mereka tidak mau melihat kebengisan Israel dan cenderung membiarkan negeri para nabi diserang terus-menerus.

Ini adalah bukti bahwa dunia yang saat ini dikuasai kapitalisme tidak akan pernah menyelesaikan masalah Palestina.

Padahal Palestina tidak hanya dimiliki oleh masyarakat penduduknya saja, tetapi negeri Palestina adalah milik umat Muslim di seluruh dunia. Maka dari itu Palestina adalah masalah kaum muslim dunia.

Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa kaum muslim satu dan yang lain ibarat satu tubuh. Jika bagian tubuh satu sakit, tubuh yang lain akan merasa sakit dan sigap menolong serta membantu agar rasa sakit itu hilang.

Dalam catatan sejarah, Palestina dua kali diperjuangkan oleh kaum muslim. Pertama oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Kedua oleh Shalahuddin al-Ayubi. Hingga akhirnya Palestina menjadi tanah kharajiah, yakni selamanya tanah Palestina milik kaum muslim.

Atas dasar itu pula Khalifah Abdul Hamid II mati-matian mempertahankan Palestina yang akan direbut Yahudi. Pada masa itu Khalifah Sultan Abdul Hamid II menolak tawaran Theodore Hartzel, yang berusaha merebut tanah Palestina dengan cara menyuap Sultan Abdul Hamid II sebanyak 150 juta Poundsterling atau sebesar Rp. 3 Triliun. Tetapi Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah dan berkata:

“Aku tidak dapat memberikan walaupun sejengkal dari tanah ini (Palestina), karna ia bukan milikku. Ini adalah hak umat Islam, umat Islam telah berjihad demi bumi ini. Merekalah yang membebaskan tanah ini dengan darah-darah mereka”.

Sayangnya, hal itu tidak lagi terjadi saat ini. Selama pemimpin negeri muslim masih merasa ada di bawah ketiak AS, mereka tidak akan berani melangkah. Di sisi lain, mereka (pemimpin negeri muslim) juga telah melakukan kerja sama dengan Israel.

Hal ini membuktikan jika ikatan kepentingan ekonomi jauh lebih didahulukan daripada ikatan akidah.
Oleh karena itu, kaum muslim memerlukan kepemimpinan yang tegas, pemimpin yang memahami mana kawan dan lawan, pemimpin yang mengutamakan keselamatan kaum muslim daripada sekedar kerja sama bilateral. Pemimpin seperti itu hanya dapat dijabat oleh seseorang yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan berpikir sekaligus dalam hal kepemimpinan.

Pemimpin yang berakidah dan menjadikan Islam sebagai landasan kepemimpinan berpikir hanya ada di dalam naungan pemerintahan dan sistem yang pernah diimplementasikan oleh para kholifatur Raosyidin.

Islam akan menyatukan negeri kaum muslim hingga menjadi negara adidaya seperti waktu silam. Serta umat Islam akan mampu bersatu dengan berbagai macam suku, ras, bangsa dan negara dengan ikatan akidah Islam. Hanya kepemimpinan Islam internasional saja, Palestina mampu menyandarkan harapan. Wallahualam.[]

 

Comment