BUMN Antara Kapitalisme dan Salah Urus

Opini848 Views

 

Oleh: Nisrina Nitisastro, Konsultan Hukum dan Pengamat Kebijakan Publik

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Seperti yang sudah diprediksi sebelumnya, tahun 2021-2022 adalah tahun kejatuhan perusahaan-perusahaan berpelat merah. Pasalnya, pada tahun inilah saatnya jatuh tempo utang BUMN, sehingga tak heran jika kebangkrutannya terjadi hampir bersamaan.

Seperti dikutip CNBC Indonesia (24/7/2022), setidaknya ada lima BUMN yang dinyatakan gulung tikar. Pertama, Istaka Karya yang memliki kewajiban sebesar Rp1,08 triliun dengan ekuitas minus Rp570 miliar dan total asset hanya Rp514 miliar. Kedua, Merpati Airlines dengan kewajiban sebesar Rp10,9 triliun dan ekuitas negatif Rp1,9 triliun. Ketiga, PT Industri Sandang Nusantara dengan rugi bersih sebesar Rp86,2 miliar. Keempat, PT Iglas yang memiliki ekuitas negatif sebesar Rp1,32 triliun. Kelima, PT Lertas Kraft Aceh dengan ekuitas negatif Rp2 triliun.

Data di atas tentu saja belum termasuk meruginya PT Waskita Karya sebesar Rp236,51 miliar pada semester pertama tahun ini. Juga Pertamina yang langganan merugi hampir setiap tahun. Hingga akhir tahun ini diperkirakan mengalami defisit hingga US$12,98 miliar.

Proyek-proyek infrastruktur megah yang dicanangkan presiden turut andil dalam kolapsnya sejumlah BUMN strategis. Hingga 2025 Waskita Karya berencana melakukan divestasi terhadap ruas-ruas tol yang telah dibangunnya.

Hal ini disebabkan investasi jalan tol ini melahirkan utang sekitar Rp54 triliun. Belum lagi ruas tol Cibitung-Cilincing yang dijual rugi akhir 2021 lalu. Jalan tol yang menelan investasi sebesar Rp 10,8 triliun itu dijual kepemilikan sahamnya seharga Rp2,4 triliun saja.

Selain itu, investasi B to B yang diteken pemerintah RI dengan China berujung pada penumbalan PT KAI. Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung yang seharusnya rampung pada 2019 kini terancam molor. Biayanya membengkak menjadi Rp114,24 triliun dari rencana awal Rp86,5 triliun. Dalam rapat dengan DPR RI, Dirut PT KAI merasa ketiban pulung karena harus menangani proyek ini dengan berbagai keterbatasan yang ada.

Melihat betapa centang-perenangnya permasalahan yang dialami BUMN, terlalu menyederhanakan jika kita menganggapnya semata karena salah urus. Ketidakprofesionalan dalam pengelolaan tidak selamanya hanya tentang ketidakcakapan SDM. Karena perilaku yang terpola, masif, dan simultan pastinya terhubung dengan sebuah paradigma tertentu.

Kebangkrutan ini bukanlah tentang mismanagement atau korupsi internal. Ada cara pandang yang salah yang diidap negeri ini dalam memandang aset negara dan aset rakyat. Negeri ini kadung memakai kacamata kapitalistik sehingga kepemilikan umum dan kepemilikan negara dipersempit menjadi sekadar urusan untung-rugi.

Cara pandang semacam ini berbahaya. Bukan rahasia lagi kalau BUMN kita menjadi layaknya sapi perahan partai politik yang berkuasa dan kroni-kroni mereka. Posisi-posisi penting semacam komisaris dan dirut adalah kue legit yang kerap dibagi-bagi di antara para pendukung selama kampanye. BUMN akhirnya lebih banyak memberi keuntungan kepada segelintir pihak. Di saat yang bersamaan, kemaslahatan bagi publik terhalangi.

Islam tentang Pengaturan Kepemilikan
Allah SWT berfirman: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya. Dan dia maha berkuasa atas segala sesuatu,” (Al-Maidah: 120).

Ayat di atas merupakan asas kepemilikan dalam Islam. Allah SWT merupakan satu-satunya Pemilik atas apa yang ada di langit dan bumi. Allah memindahtangankan kepemilikan ini kepada manusia dengan berbagai ketentuan. Ketentuan ini berupa hukum syariat terkait kepemilikan. Manusia hanya bisa memperoleh kepemilikan ini selama hukum syariat yang ditetapkan Sang Pemilik dipenuhi.

Dalam Islam, berbagai komoditas yang dibutuhkan oleh orang banyak terkategori sebagai kepemilikan umum (milkiyyah ‘ammah). Misalnya, air, sumber energi (listrik, gas, batu bara, BBM, nuklir), hasil hutan, dan barang yang tak mungkin dimiliki individu seperti sungai, pelabuhan, jalan raya, dan bandara. Negaralah yang mengelola kepemilikan umum untuk kemaslahatan rakyat.

Negara menjamin kemudahan setiap individu (rakyat) mengaksesnya.
Sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api,” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Islam melarang kepemilikan umum ini dikuasai oleh swasta, asing, atau segelintir orang sebab hal ini dapat mempersulit rakyat. Di Indonesia, hal ini sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Namun ketentuan tersebut layaknya slogan yang jauh dari praktik Karena yang terjadi justru sebaliknya. Berbagai komoditas yang vital bagi rakyat dikuasai oleh perusahaan dengan orientasi profit semata.

Paradigma kapitalistik menjadikan kepemilikan umum tak ubahnya lahan basah untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

Jika kita hendak memutus mata rantai carut-marutnya pengelolaan BUMN, mau tidak mau kita harus mengubah cara pandang ini. Sudah waktunya para penguasa negeri ini memahami bahwa jabatan adalah amanah yang kelak akan dipertanggung-jawabkan kepada Allah. Sudah saatnya rakyat menyadari bahwa selama paradigma kapitalistik masih bercokol dalam penyelenggaraan negara maka hak-hak mereka tidak akan dipenuhi. Wallahu a’lam. []

Comment