Menjawab Pertanyaan, Mengapa Amerika Selalu Bela Israel?

Opini1256 Views

 

 

Oleh: Chris Komari, Activis Democrasi,
Activis Forum Tanah Air (FTA)

___________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pernah dengar 7-11? Tentu, yang namanya 7-11 itu brand name yang sangat terkenal di dunia setara dengan brand name Coca Cola, MacDonald, Starbucks atau Walmart.

7-11 sering menjual makanan “combo” yang harganya murah sekali, selain tentunya MacDonald dan Walmart. 3 pieces item makanan termasuk minuman segar ukuran super jumbo, harganya hanya $3.

Sementara itu, upah buruh minimum untuk negara bagian California 2022 adalah $14 per jam, hingga $15 per jam bila perusahaan itu memiliki pegawai di atas 26 orang.

Untuk upah minimum nasional di tingkat Federal adalah $7.25 per jam. Artinya apa? Buruh di California hanya cukup bekerja 1 jam saja, sudah bisa beli makanan untuk 1 hari.

Itu baru upah minimum. Faktanya, jarang buruh di California mau menerima upah minimum, kecuali buruh immigran yang sering tenaganya diperas oleh majikannya sendiri yang membawanya masuk ke Amerika Serikat; due to lack of knowledge and experience, plus kadang dengan ancaman dan intimidasi.

Tapi mengapa begitu banyak homelessness dan orang miskin di Amerika Serikat tidur pinggiran freeways, highways dan di bawah kolong jembatan?

Itulah yang sering disalahpahami atau tidak dimengerti oleh non-Americans, termasuk orang Indonesia di tanah air.

Bisa dimaklumi, karena tidak mengerti kondisi ekonomi dan perekonomian yang sebenarnya di Amerika Serikat, khususnya di negara bagian.

Apa yang mereka lihat di media sosial, internet atau YouTube is not always black and white, the perception is often times misleading.

Persepsi itu sering kali inaccurate dan misleading bila hanya didasarkan pada sumber dari apa yang mereka lihat di YouTube, apa yang didengar dan apa yang dibaca. That is not enough.

These days, seeing is not believing. Fact finding is believing. Semua berita di media electronik seperti televisi, media sosial, internet dan YouTube tidak bisa diambil ” the face value” dari pernyataan, klaim atau persepsi yang ada dari berita itu.

Untuk menemukan “fakta” yang benar atau hampir mendekati kebenaran, kita harus melakukan apa yg disebut “due diligence”, investigasi sendiri sebelum kita mengambil kesimpulan.

Dan ini masalah besar buat orang kita ditanah air. It’s a huge problem, tantangan besar. Jangankan mau melakukan due diligence, baca article yang agak panjang saja males, males membaca. Sehingga missing many critical points. Tapi kalau posting comments luar biasa semangatnya. Hal yang bikin ngakak itu komentarnya, bukan ngetawain orangnya. Komentarnya lucu nggak nyambung.

Begitu juga bila ada seorang scholar, scientist atau professor dari top universitas di Amerika Serikat membuat research atau penemuan, kemudian membuat klaim dan menulis buku, berjudul seperti: HOW DEMOCRACIES DIE?

Di dunia akademisi dan scientific di Amerika Serikat, orang melakukan research, membuat klaim dan menulis buku, itu sudah bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, karena hal itu adalah bagian dari tugas dan tuntutan akademisi.

Apakah klaim itu benar dan terbukti bahwa democracies die, will die or have died in many countries termasuk di USA?

Nanti dulu. Slow, bro.

1). Semua orang bebas melakukan research, membuat klaim dan menulis buku. Tetapi klaim seorang scholar atau scientist itu baru klaim saja, belum fakta atau satu kebenaran.

Kecuali bila klaim kebenarannya didukung atau di back up oleh beberapa scholars dan scientists lain. Itupun, belum bisa dianggap sebagai satu fakta atau kebenaran yang mutlak, baru klaim yang memiliki bobot dan validitas.

Karena itu, klaim seseorang jangan dijadikan “patokan” kebenaran satu fakta atau phenomena, cukup dijadikan referensi sebagai supporting argumentasi. Itu adalah dua hal yang berbeda.

2). Bagaimana dengan klaim media Indonesia, POLITISI, PRESIDEN dan Menteri Kabinet yang katanya sukses melakukan kunjungan kerja di USA?

Ada satu media di Indonesia yang mengklaim katanya Presiden kita memiliki wibawa dan kharisma serta dihormati oleh Presiden negara super power, seperti Amerika Serikat?

Buktinya kata mereka, Presiden Biden selalu dekat dengan Presiden Jokowi?Aku pingin ngakak, tapi yo piye?

Yang namanya tamu, yo mesti dihormati tho? Meski USA itu bukan negara Islam, tapi punya nilai-nilai sosial yang sangat tinggi.

Bahkan mantan Presiden Venezuela; Hugo Chavez, pernah menghina President Bush Jr. secara terbuka dengan sebutkan DEVIL (Setan) dalam pidatonya di PBB.

Tetapi ketika Presiden Hugo Chavez berkunjung dan berada di USA, masih dihormati, dijaga dan dilindungi keselamatannya oleh personnel SECRET SERVICE negara Amerika Serikat.

Itulah sisi lain dari negara United States of America (USA) dan bagaimana dewasanya bangsa Amerika Serikat dalam melakukan diplomacy international.

Lagi pula, kunjungan kerja non-bilateral ini adalah summit kerja sama USA dengan negara-negara ASEAN atas undangan dan permintaan Amerika Serikat.

Sudah selayaknya bangsa Amerika menghormati tamu-tamunya yang diundang sesuai kepentingan tuan rumah. Apalagi Indonesia kini menjabat sebagai koordinator pertemuan kerja sama USA dan ASEAN.

Tentu saja Presiden Biden menghormati semua tamu kenegaraan, termasuk Presiden Indonesia yang kini menjabat sebagai koordinator. Apakah itu diklaim sebagai bukti kharisma dan kewibawaan seorang pemimpin negara?

If that is going to make you happy and proud, ya silahkan sajalah membuat klaim seperti itu. But don’t fool me with those bunch of nonsense!

A). Bagaimana dengan homelessness di Amerika Serikat?

Para homeless yang memilih tidur di pinggiran freeways, highways dan di bawah kolong jembatan adalah mayoritas karena mereka tidak mau atau tidak sanggup mengikuti program pemerintah.

Karena pemerintah USA, dari tingkat Federal, State, County, Cities dan bahkan Municipalities banyak menyediakan berbagai bantuan berupa safety net, seperti meals on wheels for seniors citizens, WIC (Woman, infant and Children) Programs, Shelter Program untuk Homeless, ada SECTION 8 untuk mendapatkan tempat tinggal (housing) gratis dari subsidi pemerintah, ada California CalWORKs program untuk buruh dan bantuan cash (uang tunai) berupa EBT Credit Card untuk membeli makanan sehari-hari untuk yg miskin.

And there are many more safety programs dari pemerintah propinsi (county), pemerintah kota (cities) dan juga dari non-profit entities di setiap Municipalities.

EBT (Electronic Benefit Transfer) adalah semacam program BLT di Indonesia, di mana setiap bulan pemerintah California memberi bantuan CASH kepada mereka yang miskin, untuk membeli makanan untuk keluarga.

Di California, kategory orang miskin dan qualify untuk mendapatkan bantuan uang tunai dari pemerintah, seperti EBT credit card adalah sbb:

1). Bila ada satu keluarga (KK) di California dengan 4 orang tinggal di satu rumah, dan total jumlah penghasilan mereka sebesar $35,000 per tahun (Rp. 490.000.000. dengan $1=Rp.14.000), maka keluarga itu tergolong miskin dan qualify untuk mendapatkan berbagai bantuan dari pemerintah.

Jangan dibandingkan dengan standard kehidupan di tanah air Indonesia. It’s incomparable. Tidak sebanding.

Tapi jangan juga diartikan ini satu kesombongan atau pamer. Saya hanya memberikan fakta dan kondisi ekonomi dan safety net dari pemerintah yang ada di Amerika Serikat.

Rakyat Amerika Serikat sendiri mengerti bersyukur kepada TUHAN atas semua berkah yang diberikan kepada bangsa Amerika Serikat dan rasa syukur itu di ekpresikan secara nyata dengan perayaan THANKSGIVING DAY tiap tahun.

Bangsa Amerika Serikat itu ternyata juga pandai bersyukur, meski tidak semua warganya begitu. Tapi secara nasional, pemerintah Amerika Serikat memahami pentingnya bersyukur!

2). Khusus untuk mendapatkan bantuan EBT, keluarga ini tidak boleh memiliki bank account dgn jumlah saldo lebih dari $3,001 dollar.

3). Tentunya ada syarat lain, seperti tidak boleh memiliki rumah sendiri yang luxurious atau rumah biasa yang disewakan, punya korporasi di luar negeri, atau memiliki mobil mewah seperti Lamborghini atau Maserati.

Inilah the loopholes yang sering disalahgunakan oleh mereka yang berotak malas, fraudulent dan corrupt, tetap hidup miskin guna mendapatkan bantuan dari pemerintah for FREE, tetapi memiliki banyak assets, properties dan perusahaan dengan memakai nama orang lain.

Kalau ketangkap abusing the system, jelas kena sangsi hukum dan denda dari pemerintah. Para homeless itu secara umum, digolongkan dalam 3 category:

1). Karena malas bekerja, memilih hidup dengan bantuan kartu EBT dari pemerintah tetapi memiliki “full freedoms” tidak harus bekerja, meski harus tidur di pinggiran freeways, highways dan di bawah kolong jembatan.

2). Atau mereka memiliki ketergantungan hidup terhadap narkoba (drugs related dependency), alcoholic (suka mabuk) dan tidak mau berhenti mengikuti program pemerintah.

3). Sebagian kecil adalah karena memiliki Criminal Records, sehingga mereka sulit mendapatkan kerja yang layak, untuk mendapatkan penghasilan yang cukup untuk membiayai “living cost” di California yang begitu tinggi. What you see on the news or YouTube may not be the reality on the ground.

Hal sama di atas, berlaku dalam banyak perkara, khususnya yang berhubungan dengan US Foreign Policies yang keluar dari US State Department, dari White  House dan dari US Congress.

Harus bisa membedakan antara:

1). Demokrasi di Amerika Serikat Vs. US Foreign Policies.

2). Kebijakan pemerintah Amerika vs. kebijakan Corporate America.

3). CIA’s covert operation vs Corporate’s covert operation.

4). Pengaruh pemerintah Amerika vs. Pengaruh NGO ‘s dan Military Industrial Complex Amerika.

5). Kebijakan US State Department, Whute House, US Congress vs. Kebijakan AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) di Amerika Serikat.

Apanya yang harus dibedakan?Ketahuilah, tidak semua kebijakan pemerintah Amerika di luar negeri itu adalah keinginan rakyat Amerika atau keinginan US Congress.

Karena US foreign policies itu keluar dari US State Department dan White House yang banyak dipengaruhi oleh ratusan atau ribuan lobbyists.

B). Bagaimana dengan sikap pemerintah Amerika Serikat (USA) yang selalu membela Israel?

Faktanya Amerika sering berlaku tidak adil dan menghancurkan negara-negara Islam seperti Afghanistan, Iraq, Iran, Libya, Somalia, Syria, dll., dengan tipu daya weapon of mas destruction yg tidak terbukti.

Bahkan peristiwa 9-11 yang menumbangkan twin towers di New York adalah inside jobs pemerintah Amerika Serikat sendiri lewat special operations kerja sama dengan intelligence Israel.

Lepas dari theory conspiracy peristiwa 9-11, conflicts di Middle East itu sangat complex dan perplexing, harus dipahami dari berbagai sudut, sejarah dan kepentingan geopolitik global yang ada hubungannya dengan US National Security, US global geopolitical interests dan strategic alliances serta politik di dalam negeri USA itu sendiri.

It’s not that simple and it’s not easy to understand. Tetapi bila kita mau memahami sepak terjang negara Amerika Serikat di luar negeri dari sudut dan objectives US Foreign Policy, tidaklah terlalu sulit untuk dipahami, regardless kita setuju atau tidak.

Ada 4 objectives dari US Foreign Policy, yakni:

1). Melindungi kepentingan Amerika Serikat dan warga negara Amerika Serikat di luar negeri.

2). Mempromosikan demokrasi, melindungi Hak Azasi Manusia (HAM) dan kepentingan lainnya.

3). Menjelaskan dan mempromosikan kepada bangsa lain agar lebih memahami dan mengetahui dengan baik, akan nilai-nilai bangsa Amerika Serikat (American values) kepada negara lain.

4). Bekerja sama dengan negara lain untuk menciptakan keamanan (security), perdamaian (peace) dan menciptakan tatanan baru dunia yg lebih baik guna menjaga stabilitas dan perdamaian dunia dan menjamin kelancaran perdagangan dunia.

Akan sangat panjang untuk membahas semua ini secara detail satu per satu. Tetapi untuk menjawab 1 pertanyaan yang sering diposting oleh publik mengapa Amerika selalu membela Israel? Saya berikan penjelasan sesingkat mungkin.

Untuk memahami sikap Amerika Serikat di luar negeri, harus dilihat dari sudut pertama adalah dari tujuan US foreign policies itu sendiri.

Lepas dari kebutralan, kezaliman, kejahatan dan penjajahan bangsa Israel terhadap bangsa Palestina, tetapi dari sudut geopolitik di Middle East dan untuk kepentingan National Security negara USA, negara mana di Middle East yang demokratis atau lebih demokratis dari Israel?

1). Bukankah salah satu tujuan dari US Foreign Policies adalah to advance democracy (mempromosikan demokrasi) didunia?

2). Ketika ada conflict militer di Middle East antara negara-negara ARAB yang semuanya non-demokrasi, dan sering membuat rhetorical umum dan terbuka ingin menghancurkan Amerika, melawan 1 negara kecil yang demokratis bernama Israel?

3). Let’s say, Amerika Serikat membantu negara-negara Arab dan Palestina untuk menghancurkan “Israel” dan membuat negara-negara ARAB itu menjadi kuat

Apakah kondisi geopolitik di Middle East seperti itu akan menguntungkan nasional security Amerika Serikat? Atau bahkan sebaliknya, akan membahayakan keselamatan dan kepentingan negara Amerika Serikat di Middle East?

Mana mungkin negara Amerika Serikat membela negara yang tidak demokratis dan yang punya cita-cita ingin menghancurkan negara Amerika dan nilai-nilai bangsa Amerika (American values)?

4). Apakah tindakan itu sesuai dengan tujuan dan objectives US foreign policies?

Dari situ saja, sebenarnya sudah bisa dipahami sendiri mengapa sikap negara Amerika Serikat di luar negeri seperti itu, khususnya menyangkut konflik berkepanjangan antara Israel vs. Palestina.

Apakah hal itu berarti negara Amerika Serikat itu selalu menyetujui tindakan apartheid dan kejam Israel terhadap bangsa Palestina? Jelas tidak.

Tom Friedman adalah salah satu columnist yang mampu menjelaskan US Foreign Policies secara details dan comprehensive dari prospect politik dan budaya politik di dalam negeri USA.

5). Pahamilah sejarah berdirinya negara USA dan berkembangnya negara USA, kemudian ikuti politik dalam negeri di negara Amerika Serikat yang ada hubungan dengan keturunan Yahudi di Amerika Serikat.

Sebagai contoh, untuk bisa mengikuti dan memahami kondisi politik dalam negeri di USA. Pada tahun 1893, pemerintah Federal Amerika Serikat itu hampir bangkrut karena overspending on rebuilding infrastructures dengan tujuan menciptakan economic growth yang membuat US Treasury bangkrut kehabisan gold reserves.

Untuk menghindari pemerintah Federal Amerika dari kebangkrutan, President Cleveland meminta bantuan kepada 1 orang rakyat Amerika untuk mendapatkan credit lunak sebanyak $65 million dollars.

Ini yang lucu dan tidak dipahami oleh orang kita di tanah air, pemerintah Federal Amerika Serikat meminta kredit kepada rakyatnya?

Siapa 1 orang rakyat Amerika itu? Dia adalah J.P. Morgan, keturunan Yahudi. Peristiwa itu terjadi lagi di tahun 1907, negara Amerika Serikat mengalami financial crisis.

Siapa lagi yang memberi kredit lunak kepada pemerintah Federal Amerika Serikat? Tidak lain adalah J.P. Morgan lagi.

J.P Morgan memberi pinjaman sebesar $25 million dollars untuk to bail out terhadap beberapa banks agar ekonomi Amerika tidak collapse.

Dua kejadian itu membuat banyak politisi di US Congress waktu itu mengkritik J.P Morgan yang terlalu berkuasa dan memiliki terlalu besar kekuasaan untuk mengontrol ekonomi negara Amerika Serikat. Kejadian itulah yg membuat terciptanya US Federal  Reserve di tahun 1913.

Tapi siapa yg menguasai US Federal Reserve dulu dan sekarang?

Handful 12 families super duper filthy rich Americans keturunan Yahudi termasuk keluarga J.P Morgan.

Kerajaan J.P MORGAN sampai sekarang masih ada and doing really well.

Kalau tahun 1893 mampu memberikan pinjam kredit lunak kepada pemerintah Federal Amerika Serikat sebesar $65 million dollar, kira-kira berapa kekayaan J.P Morgan saat ini?

Dari transaksi “cross border payment” atau yang dikenal dengan SWIFT system, yang dilakukan oleh J.P Morgan di New York mencapai $5 hingga $7 trillion dollar per hari.

Total combined kekayaan 1% rakyat America termasuk J.P Morgan, diperkirakan mencapai $500 trillion dollar.

Sementara itu, total GDP pemerintah Federal Amerika Serikat tahun 2021 hanya sebesar $23 trillion dollar.

Sekarang berpikirlah sendiri. Kekayaan pemerintah Federal Amerika Serikat sebesar $23 trillion Vs. kekayaan 1% rakyat Amerika sebesar $500 trillion.

Dan 1% super duper filthy rich Americans itu adalah mayoritas keturunan Yahudi.

Itulah kondisi politik di dalam negeri Amerika Serikat yang banyak mewarnai kebijakan luar negeri pemerintah Amerika Serikat, khususnya kebijakan di Middle East antara Israel dan Palestina.

Tapi bukan berarti, 1% orang kaya Amerika Serikat itu yang running the Federal government, tidak!

Banyak anggota US Congress yang selalu melawan kekuasaan mereka, tetapi harus diakui pengaruh mereka terhadap US State Depertment, White House dan US Cobgress “lewat lobbyists” sangat besar.

Itu yang menyebabkan kebijakan pemerintah Amerika Serikat di luar negeri itu kadang terlihat bias, unfair dan unjust.

Bagaimana dengan demokrasi?

Demokrasi itu ilmu pemerintahan atau tempatnya system pemerintahan.

Bukan ilmu hukum, bukan ilmu ekonomi, bukan ilmu pelet atau ilmu pengikat rondo ucul.

Sosialism, capitalism, liberalism dan conservatism itu semua adalah political ideologies yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan demokrasi atau bersumber dari prinsip-prinsip demokrasi.

Demokrasi itu secara langsung tidak bertanggung-jawab terhadap kemakmuran dan kesejahteran rakyat karena demokrasi bukan ilmu ekonomi. Tetapi demokrasi menjamin satu kehidupan bermasyarakat demokratis yg:

1). Tidak dimonopoli oleh satu golongan (prinsip demokrasi on pluralism),

2). Dengan kehidupan yang sama, sederajat dan sejajar menurut hukum (equality before the law).

3). Dalam kehidupan yang ADIL (due process and fair trial)

4). Dengan memberikan kekuasaan tertinggi kepada rakyat (sovereignty of the people).

5). Di mana pemerintahan itu dijalankan atas persetujuan yang dipimpin, dalam hal ini adalah persetujuan dari rakyat (government based upon the consent of the governed).

Bukan atas persetujuan yang memimpin, seperti persetujuan dari MK, Presiden, DPR, Mendagri, Polisi, TNI, Ketua Partai Politik atau Partai Politik.

Prinsip-prinsip demokrasi itu bersumber pada Kedaulatan Rakyat, Pluralisme, Fairness, Keadilan dan Equality. Bukankah itu system pemerintahan yang dituntut oleh ajaran Islam?

Demokrasi itu satu system pemerintahan yang tidak sempurna dan messy, karena harus menjamin kekuasaan tertinggi rakyat dengan tetap harus menjamin freedom of speech, freedom of expression, freedom of assembly dan Free Media.

Tetapi tidak ada satupun system pemerintahan NON-DEMOKRASI di dunia ini yang fokus pada kepentingan rakyat, yang fokus mengedepankan kedaulatan rakyat dan yang memberikan kedaulatan “tertinggi” kepada rakyat dan pemerintahan itu dijalankan atas persetujuan yang dipimpin, kecuali demokrasi. Hal itu bukan berarti saya anti monarchy dan anti khilafahship (caliphate).

Seorang Nabi yang menjadi Head of State atau “khalifah” di dunia, mendapat bimbingan dan perlindungan langsung dari Allah SWT. Dia terjaga dari perbuatan kejam, keji dan tercela.

Tetapi saya tidak yakin dengan manusia biasa yang menjadi khalifah dan masih suka rondo ucul?

However, I can only say this.

A wise and just dictator or monarch, seorang diktator atau raja yang adil dan bijaksana, jauh lebih baik daripada seorang pemimpin demokrasi yang corrupt dan tukang ngibul.

Islam tidak secara specific menyebut apa bentuk pemerintahan yang cocok buat orang Islam. Tetapi ada 1 hal yang dituntut oleh ajaran Islam, yakni satu pemerintahan yang adil.

Pemerintahan yang adil itu bisa berupa demokrasi dan Nondemokrasi. Bukan pemerintahan yang penuh pencintraan dan tukang ngibuli.[]

Comment