Perangi Inflasi Sebesar 8.50%, US FED Akan Naikan Interest Rate 50 Basis Point 0.50% Juni 2022 Mendatang 

Opini925 Views

 

Oleh: Chris Komari, Activis Democracy
Activis Forum Tanah Air (FTA)

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Apa dampak inflasi tersebut terhadap kehidupan dan ekonomi Indonesia?

Untuk memahami, apakah inflasi itu baik atau buruk bagi ekonomi dan kehidupan satu bangsa, maka kita harus memahami dulu apa itu inflasi dan apa dampaknya terhadap kehidupan kita sehari-hari, khususnya terhadap ekonomi pasar dan kebutuhan hidup kita sehari-hari.

Apa itu inflasi?

Pengertian inflasi itu secara sederhananya adalah kondisi di mana nilai currency mata uang di satu negara itu turun atau jatuh, dan akibatnya harga barang dan jasa itu naik atau semakin mahal.

Intinya, karena nilai mata uang berkurang atau lemah, maka harga barang dan jasa, semakin mahal.

Apakah itu baik atau buruk buat kita? Jawabanya, tergantung. Tergantung apa?

a). Bagi pembeli, jelas inflasi itu buruk dan menyengsarakan, karena harga barang dan jasa semakin mahal, sementara gaji atau penghasilan tetap.

b). Bagi para investor yang sudah membeli atau memiliki barang atau jasa, inflasi itu bagus, karena mereka memperoleh kenaikan harga dari appreciation (kenaikan equity dan kenaikan harga pasar) dari barang dan jasa yg sudah dimiliki.

Tidak semua inflasi itu buruk, bahkan “0” inflasi itu indikator bagi ekonomi satu negara “buruk” karena dengan “0” inflasi, berarti ekonominya tidak jalan, sepi demand, lemahnya aktivitas pergerakan barang dan jasa.

Tapi inflasi yang terlalu tinggi juga buruk, karena jatuhnya nilai currency mata uang satu negara, hal itu selain membuat harga barang dan jasa mahal, juga kesulitan bagi negara itu untuk bayar utang, seperti Indonesia.

Ketika negara itu kesulitan bayar utang seperti Indonesia, maka pemerintah lewat Menkeu, Sri Mulyani akan ambil jalan pintas sebagai berikut:

1). Menaikan pajak
2). Printing rupiah lebih banyak
3). Jualan BONDS alias berutang lagi

Jangan heran bila Menkeu, Sri Mulyani lagi  menaikan pajak dan memburu pajak sana sini.

Itu semua buruk bagi kehidupan bangsa dan negara, karena itu inflasi harus diatur, tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu rendah.

Inflasi di USA saat ini hingga Maret 2022 sebesar 8.5%.

Meski ekonomi USA itu masih kuat, tetapi inflasi 8.5% itu tergolong tinggi. Karena itu, US FED sudah punya rencana untuk menaikan interest rate 0.50% mulai Juni 2022, untuk menanggulangi inflasi yang sudah tinggi supaya lebih terkontrol. Itulah monetary policy US FED to balance the US ekonomic and inflation.

Berapa rate of inflation yg baik? It depends.

Best inflasi bagi USA adalah antara 4% hingga 5%, tentunya tergantung pada banyak faktor dan variable ekonomi dan politik dalam negeri dan geopolitics global.

Inflasi di atas 7% di USA, sudah dianggap tinggi. Bagi negara yang ekonominya lemah seperti Indonesia, rate inflasi yg durable atau baik adalah antara 2,5% hingga 3%.

Hal itu memungkinkan ekonomi, khususnya pergerakan atau demands terhadap barang dan jasa cukup sehat. Kalau inflasi di Indonesia diatas 5%, itu sudah tinggi, di bawah 2.5% juga tidak bagus.

Jadi tinggi dan rendahnya rate of inflation dan baik atau buruknya (good or bad), bagi masing-masing negara itu berbeda-beda karena perbedaan kekuataan ekonomi negara masing-masing.

Perhitungan inflasi itu bisa dikalkulasi sbb:

Rate of inflation= Awal CPI- Final CPI : awal CPI x 100. (CPI: Consumer Price Index).

Dari kalkukasi itu akan ditemukan the rate of inflation.

Rate of inflation itu hampir sama dengan pengertian debt ratio to GDP terhadap satu negara juga berbeda-beda, untuk masing-masing negara.

USA dan JAPAN, meski debt ratio to GDP-nya diatas 100%, tapi secara financial dan ekonomi masih kuat dibanding Indonesia yang debt ratio to GDP di bawah 40%.

Karena USA dan Japan memiliki 2 hal, yang tidak dimiliki Indonesia, yakni:

1). Domestic Equity Market yang sangat solid.

2). Market Capitalization yang sangat besar di seluruh dunia.

Karena itu, dunia lebih tertarik beli BONDS USA atau JAPAN, dibanding BONDS dari Indonesia.

Lucu bukan? Padahal debt ratio to GDP USA dan Japan begitu tinggi.

Faktanya dunia lebih nyaman memberi kredit ke USA dan Japan dibanding ngasih kredit ke Indonesia. Padahal debt ratio to GDP USA dan Japan di atas 100%.

Sementara itu, debt ratio to GDP Indonesia dibawah 40%. Semestinya terbalik?

Ini yang publik di tanah air banyak yang tidak paham, termasuk talk show hosts dan TV presenters saat bertanya kepada Menkeu, Sri Muyani tentang utang 7 turunan Indonesia.

Ketika dibantah oleh Sri Mulyani dengan perbandingan debt ratio to GDP negara USA dan Japan Vs. Indonesia, mereka sudah klepek-klepek, clueless dan bengong tidak tahu harus menjawab bagaimana melawan Menkeu, Sri Mulyani.

Padahal penjelasan debt ratio to GDP Sri Mulyani itu misleading publik dengan sengaja.

Karena Sri Mulyani tidak berani membandingkan Domestic Equity Market dan Market Capitalization aantara USA dan Japan dengan Indonesia.

Hanya membandingkan debt ratio to GDP tanpa membicarakan perbedaan ekonomi dan kekuataan ekonomi masing-masing negara is just ridiculous and misleading.

Sepertinya membandingkan debt ratio penjual bakso vs. debt ratio BUMN tanpa membandingkan assets dan market kedua entities itu. It’s just ludicrous.

Ada 3 macam inflasi:

1). Demand-Pull Inflation

Inflasi ini terjadi ketika kebutuhan akan barang sangat tinggi dan kapasitas produksi barang yang dibutuhkan itu sangat rendah. Demand is higher than the product being produced.

2). Cost- Push inflation

Inflasi yang terjadi ketika ongkos atau biaya untuk menghasilkan produk itu naik, seperti kenaikan bahan bakar, gaji buruh, bahan material, dsb. Semua itu mengakibatkan ongkos produksi mahal, maka konsekwensi, harga barang akan naik. Ketika harga barang naik, terjadi devaluing nilai mata uang satu negara.

3). Built-In Inflation.

Inflasi yang terjadi sebagai dampak ekpektasi akan terjadinya inflasi kedepan, seperti kenaikan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat setiap tahun (historical inflation), maka buruh akan menuntut gaji yang lebih besar untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mahal). That’s built-in inflation.

Apa saja penyebab inflasi?

Ada banyak faktor dan variable, tetapi secara umum ada 5 hal:

1). Monetary Policy Pemerintah.

Ketika pemerintah supply banyak uang ke pasar dengan mencetak (printing more Rupiah) uang beredar lebih banyak (supply) untuk bayar utang atau membangun infrastructures secara berlebihan (excessive), maka mbludaknya uang di pasar akan melemahkan nilai currency mata uang tersebut.

Itu terjadi karena kebijakan pemerintah yang ngawur dan malas mikir, ambil jalan pintasnya saja, untuk mengatasi kesulitan financial di satu negara dgn supplying excessive Rupiah.

2). Fiscal Policy.

Ketika pemerintah boros, banyak utang, antara income dan spending tidak balanced menghasilkan defisit setinggi gunung.

Untuk bisa membayar utang negara 7 turunan yang sangat besar ini; sebagai akibat pemborosan, mismanagement, korupsi dan fiscal policy yang amburadul, pemerintah lewat Menkeu Sri Mulyani mulai menciptakan pajak-pajak baru dan menaikan pajak lainya, di samping printing rupiah dan jualan bonds (ngutang lagi) kalau masih laku jualan Surat Utang Negara (SUN).

Itu semua bisa menyebabkan inflasi.

3). Demand-Pull Inflation, sudah dijelaskan di atas.

4). Cost-Push Inflation, sudah dijelaskan diatas

5). Exchange Rate.

Perubahan exchange rate, naik dan turunnya exchange rate (fluctuation) mengakibatkan terjadi inflasi.

Secara umum 5 hal di atas yang menyebabkan inflasi di suatu negara.

Tetapi selain itu, banyak faktor dan variable lainnya yg berupa politik dan geopolitik dunia yg bisa mengakibatkan inflasi.

Sebagai contoh perang di Ukraina atau kebijakan Zero Covid Policy di RRC yang interrupting supply chain akan product kebutuhan pokok worldwide. Tentunya impact inflation itu juga berbeda-beda terhadap masing-masing negara.

Dengan massive economic sanctions dari Barat terhadap Russia, inflasi di Russia mencapai 17% hingga 20%. Bayangkan sulit dan mahalnya kehidupan rakyat umum di Russia untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok.

Begitu juga dengan Long Term  Demo 3 minggu hingga 3 bulan, yang pernah saya advokasikan kepada mahasiswa untuk menuntut perubahan politik di tanah air.

Karena Long Term Demo dengan strategy dan target ekonomi itu akan memiliki dampak langsung terhadap inflasi, ekonomi dan currency.

Hanya dengan cara itulah, perubahan secara paksa itu bisa dilakukan dari bawah ke atas.

Long Term Demo with specific target and long term strategy adalah satu-satunya opsi yang tersisa di Indonesia untuk menuntut perubahan dari regime keras kepala yg tidak peduli dengan kedaulatan tertinghi rakyat.

Jadi, ketika mendengar dan membaca berita di TV atau media sosial, bahwa US FED akan menaikan interest rate 50 basis point (0.50%) itu apa artinya buat kita….??? Jangan mau lagi dikibuli.

Semoga dengan membaca article diatas, kalian tidak usah pusing dan mau dibohongi lagi oleh mereka yang sok ahli ekonomi atau oleh pejabat Depkeu yang senang bikin public statements yang misleading, termasuk MENKEU-nya.

Jadikan argumentasi saya diatas untuk membantah public statements Menkeu, pejabat Depkeu dan pejabat negara lain.

Jangan lagi mau percaya dengan argumentasi debt ratio to GDP yang misleading, inflasi yang diakibatkan oleh US FED, Partai GERUNG atau diplomacy GERUNG 20 oleh DEPLU dan DEPKEU pada pertemuan KTT G-20 di Bali mendatang.[]

Comment