Oleh: Chris Komari, Activist Democracy
Activist Forum Tanah Air (FTA)
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tidak banyak perubahan yang terjadi di Amerika Serikat dengan perayaan hari raya Idul Fitri, khususnya di negara bagian California. Ada kegiatan sana sini yang berhubungan dengan sholat Eid dan perayaan hari raya Idul Fitri.
Tetapi karena jatuh pada hari Senin, hari kerja, setelah sholat Eid berakhir, orang pada bergegas salam-salaman, ambil makanan dan minuman yg disediakan oleh panitia, kemudian mereka kabur pulang.
Kemungkinan besar mereka pulang dan akan balik kerja. Itulah dunia Islam di Amerika Serikat sebagai minoritas.
Beda sekali dengan suasana di tanah air Indonesia yang jauh lebih meriah dan celebration hari raya Idul Fitri itu terasa sekali bahkan seminggu sebelum hari Idul Fitri, jalan raya sudah mulai banyak orang mudik, kereta API penuh, bus travel antar kota mulai patok harga ticket semakin mahal dari biasanya. Apalagi satu hari sebelum hari raya Idul Fitri, traffic mulai panjang seperti kereta api.
Bahkan jalan toll pun terlihat begitu panjang traffic karena orang mudik mau pulang kampung setelah 2 tahun tidak bisa PULKAM karena PPKM dan kewajiban VAKSIN dan PCR test.
Tidak sedikit pengemudi mobil yg crossing the center divider antara 2 jalan toll untuk mencari jalur toll yang lebih lancar. Aneh tapi nyata, meski di jalan toll pun, pengemudi di Indonesia tidak juga sadar pentingnya bersabar, discipline dan mengikuti aturan lalu lintas.
Parahnya lagi tidak ada reinforcement dari SATLANTAS, sehingga pelanggaran aturan dan rambu-rambu dijalan TOLL itu tidak memiliki konsekwensi, asal tidak kepergok dan ketangkap POLISI.
Discipline lalu lintas di Indonesia itu bukan hanya kurang, tapi parah.
Saya bisa mengatakan hal itu, karena saya sendiri pernah mendapatkan STATE’s kontrak yang bekerja sama dgn California High Patrol (Chip’s) officers patrolling Freeways and the Highways with my patrol car.
Indonesia harus mencari formula untuk bisa membuat pengemudi discipline lalu lintas.
Dan itu tidak sulit, asal ada commitment dan reinforcement, dimana semua anggota POLISI dilarang menerima “UANG”, hanya boleh mengeluarkan surat tilang (citation) seperti CHP officers di USA. If there is strong will, there will be strong way out.
Di kota saya, sholat Eid dimulai jam 10:30 pagi dan saya sengaja datang sedikit lebih awal untuk mencari parkir dan tempat sholat yg ada didalam mushola, bukan di luar. Karena sering terjadi, bila tempat ibadah sudah penuh, yang datang belakangan harus sholat di luar halaman terbuka, panas dan kadang very windy.
Ketika saya masuk ke dalam mushola masih ada beberapa row kosong dibagian belakang sehingga saya mudah dapat tempat duduk untuk sholat dengan nyaman. Saya duduk di satu tempat, dan tidak lama setelah saya duduk, banyak orang yg datang dan hingga barisan dibelakang rows terasa penuh. Orang mulai merapat dan tetap harus pakai masker.
Rata-rata mereka adalah immigrant dari Middle Eastern, Pakistan, India, Bangladesh, Fiji, beberapa orang kulit hitam (African-American) dan beberapa orang Mexico yg sudah memeluk agama Islam dan saya sendiri, orang Indonesia.
Saya tidak menjumpai satu hidungpun orang Indonesia lainya di mushola ini. Saya memilih mushola ini karena yg paling dekat dengan tempat tinggal saya.
Rata-rata orang Indonesia sholat Eid ngumpul bareng di Wisma Indonesia, Konsulat Jendral Indonesia di San Francisco. Bila ingin ngumpul dan ketemu banyak orang Indonesia, maka di sanalah tempatnya.
Tetapi semenjak tahun 2008, saya sudah jarang atau ikut aktif dgn acara yg diselenggarakan oleh lokal KJRI office. I have been there and done that.
Tahun 2004, I was elected oleh masyarakat Indonesia di California Utara sebagai Chairman of Tsunami Funds Raising untuk korban Tsunami di Sumatera, kerja sama dengan KJRI-SF. Kemudian tahun 2005, I was elected sebagai Chairman of Indonesia Day 2005 yg diselenggarakan di Union Square, down town kota San Francisco.
2 years on the row, 2004 dan 2005 sibuk bantuin acara public events KJRI SF dan masyarakat Indonesia di Northern California.
Selama hampir 6 bulan persiapan, setiap hampir seminggu sekali saya harus pergi meeting di kantor KJRI-SF dan coordinating dgn 22 anggota panitia Indonesian Day 2005 lainya untuk mempersiapkan acara peringatan Indonesia day 2005 mulai dari funds raising hingga mendatangkan artist dari Indonesia, ngurusin VISA mereka, jemputan di Airport, penginapan dan lain lainnya, disamping juga dealing dgn local businesses, diplomat dan local politisi seperti Gubernur, Lieutenant Gubernur, Mayor Office of San Francisco, dll
Pada acara dan persiapan Indonesia day 2005 itulah, saya ketemu banyak orang, designer, model dari Indonesia dan USA serta promoters artist dan artis dari Indonesia seperti Katon Bagaskara, Dina dan Tantowi Yahya.
Ketika say ketemu Tantowi, dia waktu itu belum menjadi politisi dan Dubes. Waktu itu dia baru terkenal sebagai penyanyi country music di tanah air dan a host who wants to be millionaire.
Certainly, it took hard works from all volunteers but it was one of the biggest, well coordinated and the most successful Indonesian day event we have ever carried out for the last 10 years, dari segi kualitas acara yg disajikan, partisipasi dari masyarakat sekitar, diplomat, local artists dan artist dari Indonesia, funds raising dan publications di local media.
It was a very long process dan KJRI-SF itu dulu seperti kantorku nomer #2 karena setiap seminggu sekali harus coordinating meeting dengan 22 anggota panitia Indonesian Day 2005 di kantor KJRI-SF, kadang di WISMA dan kadang di Restaurant. It was very exhausting at the same time.
But that was then. Now things have changed. I have moved on with my own life.
Semenjak tahun 2008, saya sudah tidak lagi mengikuti acara di KJRI-SF, been there and done it. Kalau harus pergi lagi ke KJRI karena berurusan PEMILU atau kebutuhan konsuler yang harus dipenuhi.
Tahun ini puasa terasa berakhir begitu cepat, tahu-tahu 30 hari sudah berlalu seperti driving on the highway atau freeway, everything seems moving fast in the fast lane.
Hidup ini terasa berlalu begitu cepat. Tidak terasa saya sudah 30 tahun tinggal di USA. Saya merasa sepertinya baru 3 tahun.
When we are super busy and super exciting with life, time flies. (Ketika kita fokus dan super sibuk menjalani hidup yang menyenangkan, waktu berlalu seperti petir yang terbang.
Tidak terasa, sudah 30 tahun tidak pernah lagi merasakan indahnya merayakan hari raya Idul Fitri dengan makan ketupat, opor ayam, reginang, dan jadah, kalau jadahnya kering alot digigit rasanya seperti gigit ban mobil, serta sayur asem, pecel lele, sayur lodeh, bakso dan sate. I miss them all.
Meski di USA bisa sahur atau buka dengan prime ribs, filet mignon, New York steak, hamburger dan cheeseburger, tetapi makan masakan fast food and restaurant seperti itu cukup lama, kadang terasa membosankan. Sayur asem dan pecel lele, rasanya lebih enak untuk buka puasa.
Hari ini May 2nd, 2022 adalah hari perayaan Idul Fitri, perayaan atas kemenangan dan keberhasilan bagi semua Muslims menyelesaikan perintah suci berpuasa 30 hari dibulan suci Ramadhan.
Ada satu peristiwa yang membuat saya berpikir hingga detik ini, ketika selesai sholat Eid tadi pagi.
Ketika khutbah Eid selesai, maka semua orang mulai berdiri dan keluar dari tempat mushola dan saya juga.
Tiba-tiba datang seorang tua; tua sekali, saya estimate umurnya di atas 70 tahun dan menghampiri saya ketika hampir di pintu keluar tetapi masih di dalam bangunan Mushola.
Saya tidak yakin saya pernah bertemu orang ini, tetapi sepertinya orang ini familiar, meski saya tidak yakin.
Dia bertanya kepada saya: What is your name?
Saya lalu menjawab dan sebutkan nama saya. Kemudian dia berkata lirih kepada saya, sbb:
Please, pray for me because my family and I are now facing difficulties and I need your help to pray for me and my family!
Saya kaget dan tercenggang dalam hati (I was just surprised and wondering). Why me?
Kenapa Bapak ini mesti minta do’a dari saya sedangkan saya sendiri tidak kelihatan religious dan sama sekali merasa jauh dibilang orang yang religious dari sekian ratus orang lainya yang ikut sholat Eid di mushola itu?
Plus dalam pikiran saya, saya sendiri juga banyak punya masalah dengan usaha, hidup, politik, activism, dll.
Belum lagi kalau berhadapan dengan partai GERUNG atau DIPLOMASI GERUNG 20. (GERUNG: Gerakan Rondo Ucul Ngajak Ngopi).
Kemudian saya berkata kepada Bapak ini sbb:
I will pray for you that may Allah SWT elevate whatever difficulties and challenges you and your family have. May Allah ease your burdens and bless you with peace, health and prosperity.
Saya akan berdo’a buat Bapak, semoga Allah SWT menghilangkan semua kesulitan dan tantangan yang Bapak dan keluarga Bapak hadapi. Semoga Allah SWT mempermudah kesulitan hidup Bapa dan keluarga serta memberkahi Bapak dan keluarga Bapak dengan kedamaian, kesehatan, kesejahteran dan kemakmuran.
Setelah itu Bapak ini mengucapkan terima kasih kepada saya, dan meninggalkan saya berkumpul dengan yang lainnya di mushola socializing.
Saya sengaja berjalan pelan keluar mushola dan sambil melirik memperhatikan Bapak ini dari kejauham, apakah dia minta do’a juga dari orang lain dan bukan hanya dari saya saja?
To my surprise, Bapak ini tidak meminta do’a dari orang lain. I was wondering around in my head.
Ketika saya driving home dari mushola hingga sampai di rumah, terus berpikir why me?
Mengapa Bapak ini minta do’a dari saya dan tidak minta do’a dari orang lain? Padahal ada ratusan orang lain yang lebih religious daripada saya di mushola itu.
Saya sama sekali tidak merasa sebagai seorang yang religious. That weird feeling bothers me until now.
Maybe it was just a random act from this gentleman to ask for a prayer.
Sebenarnya mendo’akan orang lain itu perbuatan yg sangat mudah dan mulia, tapi sayang banyak orang yg enggan melakukannya. I don’t know why?
May Allah SWT bless him and his family with a very long healthy, peaceful and happy life.[]
Comment