Oleh: Eviyanti, Pendidik Generasi dan Member AMK
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Di tengah hantaman pandemi Covid-19 yang telah melumpuhkan ekonomi negara, pemerintah seakan belum puas membuat rakyat semakin tercekik dengan segala kebijakan yang dibuat. Masih kita rasakan bagaimana harga bahan pokok mengalami kenaikan yang drastis. Seolah tidak ada hentinya penderitaan rakyat, sekarang ditambah dengan adanya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan diberlakukan pada 1 April 2022. Meskipun banyak penolakan, kebijakan yang diputuskan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut tidak akan ditunda.
Seperti yang dikutip oleh JawaPos.com, Selasa (22/03), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen, dari semula 10 persen akan berlaku pada 1 April 2022. Kebijakan ini diterapkan guna menciptakan fondasi pajak negara yang kuat.
Namun, ada salah satu yang menolak kebijakan tersebut dijalankan yakni Faisal Basri, seorang ekonom senior. Beliau mengungkapkan alasan paling utama menolak adalah tidak adanya unsur keadilan. Alasan penolakan selanjutnya adalah perbandingan dengan negara tetangga maupun negara G20. Memang dibandingkan dengan negara G20, tarif PPN Indonesia lebih rendah. Akan tetapi menurutnya juga harus dilihat pendapatan negara tersebut.
Sungguh miris, padahal perekonomian masyarakat setelah dihantam oleh pandemi Covid-19 belumlah pulih. Masyarakat masih berusaha untuk bangun, tetapi masyarakat harus menerima kenyataan pahit kenaikan harga pangan sebagai akibat dari kenaikan PPN tersebut.
Demikianlah kebijakan negara yang bercorak kapitalis dengan mengandalkan pajak sebagai pemasukan negara sehingga memberatkan kehidupan rakyatnya dan hal tersebut termasuk pungutan yang batil menurut syariah Islam.
Inilah gambaran nyata sistem ekonomi kapitalis, bukan sebagai periayah tapi jutru menarik dana rakyat.
Dalam sistem ekonomi Islam, sumber pendapatan tetap negara menjadi hak kaum muslim dan masuk ke baitulmal adalah fai (anfal, ganimah, khumus), jizyah, kharaj, usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat dan pegawai negara, khumus rikaz dan tambang; harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan harta orang murtad. Inilah pendapatan tetap negara, ada atau tidaknya kebutuhan.
Selain itu, negara juga memaksimalkan pengelolaan kepemilikan umum untuk memenuhi kewajiban pelayanan negara terhadap umat. Individu apalagi asing tidak bisa memiliki kekayaan SDA. Kepemilikannya adalah milik seluruh rakyat dan dikelola oleh negara untuk menjadikan SDA ini bermanfaat penuh bagi rakyat.
Semoga Islam segera hadir dalam semua sektor kehidupan di negeri ini dan akan membawa umat kepada kemerdekaan hakiki. Islam akan memuliakan dan menyejahterakan seluruh kehidupan rakyatnya. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Comment