Ironi Hukum Di Negeri Demokrasi

Opini589 Views

 

 

Oleh : Novita, Ibu Rumah Tangga

__________

RADARINDONESIANEWS COM, JAKARTA — Pada tanggal 18 Maret 2022 lalu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah membebaskan 2 anggota polisi bernama Briptu Fikri.R dan Ipda M.Yusmin O, terdakwa kasus unlawfull killing atau kasus penembakan anggota Laskar FPI, yang menyebabkan 6 orang meninggal dunia, 2 orang meninggal di tempat dan 4 orang meninggal pada saat akan dibawa ke Polda Metro Jaya.

Peristiwa tersebut terjadi di depan Hotel Novotel, jalan Interchange, Karawang Jawa Barat hingga KM 50 tol Jakarta Cikampek pada Desember 2021 lalu. (www.megapolitan.kompas.com)

Briptu Fikri dan Ipda M.Yusmin akhirnya dibebaskan dengan alasan pembelaan diri. Hukuman ini sendiri lebih ringan dari tuntutan Jaksa penuntut umum yang mengajukan hukuman 6 tahun penjara. Beginilah potret hukum di negeri demokrasi, hukum yang nampak tebang pilih.

Padahal dalam Islam nyawa seorang muslim lebih berharga daripada dunia dan seisinya. Seharusnya negara mampu mengayomi, melindungi dan memberikan rasa aman bagi setiap warga negara. Karena fungsi utama sistem pidana dalam Islam adalah untuk melindungi nyawa setiap warga negara.

Hukum pidana dalam Islam pun lahir dari keimanan kepada Allah SWT. Dan standar hukumnya pun sudah jelas, tertuang dalam Al-Qur’an dan As-sunah yaitu berupa perintah dan larangan. Manusia diminta untuk menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah SWT.

Karena Allah SWT memerintahkan kita untuk menerapkan semua hukum Allah tersebut, di antaranya adalah hukum qishash. Allah berfirman :

Di dalam hukum qishash itu terdapat kehidupan wahai kaum yang berakal, agar kalian bertaqwa. (QS.Al-Baqarah : 179).

Sehingga sebagai wujud taqwa kepada Allah maka diterapkan hukuman sebagai zawajir dan jawabir.

Zawajir ialah pencegahan agar menimbulkan efek jera. Sehingga sebelum berbuat akan ada rasa takut karena akan mengalami hukuman qishash berupa zawajir tersebut. Sedangkan jawabir adalah sebagai penebus dosa, artinya hukuman ini sebagai tebusan atas hukuman kelak di akhirat. Singkatnya penerapan hukum-hukum Allah akan memaksa siapapun untuk menjadi orang yang bertakwa.

Ketika syariat Islam diterapkan tentunya masyarakat akan lebih berhati-hati dalam berbuat dan mengembalikan segala perbuatan kepada hukum syara, karena hukum dalam Islam tidak pandang bulu, hukum Islam berlaku untuk siapa saja.

Berbeda dengan hukum pada sistem demokrasi saat ini, karena hukum dalam sistem ini bak tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Siapapun petinggi, pengusaha maupun penguasa yang terlibat kasus hukum, justru mereka akan terhindar dari jeratan hukum tersebut.

Sungguh ironi, karena memang kejadian seperti itu bukan hanya satu atau dua kali saja, banyak kasus jika pelaku pelanggaran hukum tersebut adalah pengusaha ataupun penguasa, mereka bisa terbebas begitu saja bahkan tanpa diproses. Sementara jika rakyat jelata  yang melanggar hukum atau melakukan tindakan kriminal seperti terpaksa mencuri karena sudah beberapa hari tak menemukan makanan, maka bui pun akan menjadi saksi atas kejamnya hukum di negeri demokrasi ini.

Syariat Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah belaka, namun syariat ini pula mengatur bagaimana cara untuk membangun keluarga hingga membangun negara.

Satu-satunya pilihan agar tercipta ketentraman dalam kehidupan yaitu dengan cara menerapkan semua syariat yang sudah Allah tentukan. Maka bila kita menginginkan kehidupan yang aman dan tentram, tentulah syariat Islam solusinya. Wallahu alam.[]

Comment