Tawuran Terus Berulang, Saatnya Evaluasi Sistem Pendidikan Saat Ini

Opini596 Views

 

 

 

Oleh: Hamsina Halik, Pegiat Literasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA Tawuran antar pelajar terus berulang, tidak pernah terselesaikan hingga tuntas dan kerap muncul di pemberitaan di berbagai media. Tawuran seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perilaku pelajar. Meski sudah banyak korban, hal ini terus terjadi.

Dilansir laman news.detik.com (27/02/2022), Tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Depok menangkap tujuh anak muda yang hendak tawuran. Para ABG itu diketahui tengah siaran langsung di media sosialnya untuk mencari lawan tawuran.

Katim Perintis Presisi Polres Metro Depok, Iptu Winam Agus mengatakan kelompok ABG ini ditangkap saat mencari lawan tawuran di Jalan Cagar Alam, Depok. Mereka, kata Winam, berkeliling mencari lawan sambil menyiarkan di akun Instagramnya.

Semakin kesini aksi tawuran di kalangan remaja kian berani. Jika dahulu, mereka hanya mengandalkan kemampuan bela diri atau adu fisik lainnya, namun lebih dari itu. Biasanya membawa dan memakai senjata tajam.

Aksi mereka tak bisa lagi dikatakan sebagai kenakalan remaja yang terjadi di lingkungan sekolah. Melainkan sudah keluar dari lingkungan sekolah, seperti jalan-jalan umum. Bahkan, tak segan merusak fasilitas-fasilitas umum.

Sebagaimana aksi tawuran sebelumnya yang berhasil diamankan oleh pihak berwajib. Yaitu, aksi tawuran yang melibatkan sejumlah siswa SMP, di jalan utama Bawen-Salatiga, di wilayah Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, Senin (14/2) petang.

Delapan siswa SMP diamankan berikut sejumlah peralatan yang diduga akan digunakan sebagai senjata dalam aksi tawuran ini. Beberapa di antaranya adalah senjata tajam (sajam) jenis sabit dan sabuk gir sepeda motor. (republika.co.id, 15/02/2022)

Berulangnya kasus kejahatan anak di tiap tahunnya menyimpan tanya. Mengapa hal tersebut sangat sulit untuk dibendung? Terlebih ini adalah terkait dengan generasi bangsa. Jika, sejak awal generasi muda ini sudah memiliki kepribadian yang buruk, lalu bagaimana nasib bangsa kedepannya?

Hal ini semestinya mendorong evaluasi mendasar pada sistem pembangunan generasi. Yaitu sistem pendidikan. Baik pendidikan di keluarga, sekolah dan juga lingkungan. Dimana dalam sistem saat ini, sekulerisme menjadi asasnya mengantarkan manusia pada kondisi yang memisahkan kehidupan mereka dari agama. Ditambah dengan paham liberalisme telah menghasilkan kebebasan berperilaku, hingga norma-norma agama semakin terpinggirkan.

Alhasil, dengan adanya kebebasan berprilaku ini nanusia bisa berbuat sesuka hati mereka tanpa takut perbuatan mereka akan merugikan orang lain. Termasuk tak ada rasa takut manakala melakukan kemaksiatan dan mendapatkan dosa.

Hingga lahirlah kondisi remaja seperti saat ini. Jauh dari nilai-nilai agama dan moral. Memiliki kematangan fisik namun tak diimbangi dengan kematangan dalam hal ketaatan. Sehingga, untuk menunjukkan keberadaannya, para remaja ini memilih jalan tawuran antar pelajar.

Dalam aspek pendidikan yang merupakan tombak peradaban dan keberadaannya menjadi penentu bagi generasi yang tercipta. Dengan sistem yang diterapkan saat ini pun telah mengabaikan aspek pembentukan kepribadian dan karakter siswa.

Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mencetak remaja yang berkualitas yang memiliki kepribadian yang kuat, sebaliknya pendidikan hanya dicukupkan pada keberhasilan intelektualitas semata.

Sementara dalam aspek pemenuhan ruhiyyah, pelajaran agama hanya dijadikan sebagai pelajaran tambahan. Padahal, kekuatan ruhiyah yang lahir dari pemahaman terhadap agama adalah satu-satunya yang mampu menerapkan nilai-nilai moral.

Alhasil, hal ini makin membuat remaja tak memahami jati diri mereka. Sehingga ketika ingin menunjukkan eksistensi mereka, tawuran antar pelajar menjadi solusi alternatifnya.

Selain itu, adanya peran orangtua yang kurang maksimal dalam mendidik anak dan memberikan pemahaman agama serta lingkungan tempat anak bersosialisasi yang kurang kondusif, turut berpengaruh terhadap kejahatan anak.

Dampak ekonomi kapitalis telah membuat para orangtua bekerja siang malam, hingga waktu mereka sebagian besar habis buat mencari penghidupan. Hingga hak anak dalam mendapatkan pengajaran agama sejak dini dari orangtuanya terabaikan.

Namun, berbeda dengan Islam yang menjadikan akidah sebagai asas. Termasuk dalam pendidikan. Islam memandang generasi muda adalah aset bangsa. Perhatian ini diwujudkan secara praktis di tiga tingkat institusi yang menerapkan pendidikan Islam bagi anak. Yakni keluarga, masyarakat dan negara.

Keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi anak-anak dalam mendapatkan pendidikan dan penanaman akidah yang kokoh. Islam telah memerintahkan para orang tua untuk mendidik anak mereka dengan ketakwaan dan ketaatan. Sejak dini anak-anak diajarkan untuk mengenali dirinya sebagai hamba Allah. Sehingga dalam hidupnya dia menyadari bahwa dirinya adalah seorang mukallaf yang harus terikat pada syariat-Nya.

Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS. at Tahrim: 6)

Tak hanya itu, tapi juga mengajarkan kepada mereka untuk memiliki kemampuan seperti life skill, kemandirian dan juga berdakwah. Nantinya hal ini akan membantu anak-anak untuk bertahan hidup dalam kondisi apa pun. Mampu menyelesaikan segala persoalan, baik itu pribadi maupun persoalan masyarakat sesuai dengan tuntunan syariat.

Masyarakat, sebagai entitas penerap aturan kehidupan bagi remaja. Jika, lingkungan yang kondusif terbentuk dalam masyarakat  juga akan baik bagi keberlangsungan kehidupan anak. Adanya sikap taawun dan amar ma’ruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat akan menentukan pula sehat tidaknya sebuah masyarakat.

Adapun negara berperan menyediakan pendidikan berbasis akidah Islam. Sehingga dari lembaga pendidikan terbentuk generasi yang memiliki syakhsiyyah Islam (kepribadian Islam) yaitu memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu, Islam mewajibkan negara untuk menjamin setiap anak memperoleh pendidikan berkualitas dengan mudah.Wallahu a’lam.[]

Comment