Oleh : Hanum Hanindita, S.Si, Guru HS SD Khoiru Ummah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Warga di Perumahan Bumi Dirgantara Permai (BDP) menggerebek rumah penghasil minuman keras (miras) oplosan jenis ciu pada Senin (28/2/2022) kemarin. Ketua RW 08 di Perumahan tersebut, Agus Pradjoyo (56) menjelaskan penggerebekan awalnya terjadi karena warga sering mencium bau menyengat dan mencurigakan. Warga pun kemudian melaporkan kejadian itu ke RT setempat. Lalu pada Jumat (25/2) malam, warga bersama ketua RT memasuki rumah yang dicurigai.
Ketika digerebek, pemilik rumah awalnya tidak merespon dan tidak membukakan pintu rumahnya. Setelah tidak mendapat respon, Ketua RT kemudian memanggil warga lainnya dan kemudian pelaku baru membukakan pintu rumahnya. Saat masuk kedalam, warga menemukan berbagai peralatan yang diduga digunakan sebagai bahan pembuat miras oplosan.
Berdasarkan penuturan pelaku, ia menjual miras oplosan di botol ukuran 600 ml dan menjualnya dengan harga Rp 10 ribu tiap botolnya. Dari hasil penjualan miras oplosan tersebut, pelaku juga mengaku mendapatkan omzet hingga mencapai 80 juta rupiah tiap bulannya seperti dikutip megapolitan.kompas.com, 1/3/22).
Tiada hentinya berbagai macam permasalahan di negeri ini mengalir deras setiap saat. Kali ini datangnya dari masalah peredaran miras. Lumrah Kita ketahui di Indonesia sendiri banyak pabrik yang memproduksi barang haram tersebut, baik yang berizin resmi, apalagi yang illegal.
Maraknya industri ini, didukung juga dengan dibukanya keran investasi di Indonesia sehingga membuat pabrik illegal produksi miras mengalir kian deras.
Pasca Presiden Joko Widodo menetapkan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI), membuat peluang investasi untuk usaha miras skala besar hingga eceran telah dibuka dan berlaku mulai 2 Februari 2021. Kebijakan tersebut tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau untuk kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat,” tulis Pasal 2 ayat 1 Perpres 10/2021. Industri minuman keras mengandung alkohol dan industri minuman keras mengandung alkohol (anggur) masuk ke dalam bidang usaha dengan persyaratan tertentu.
Memang sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menutup keran investasi minuman beralkohol atau minuman keras (miras) setelah menuai polemik.
Namun karena alasan pertimbangan kearifan lokal dan juga keinginan pelaku usaha, Presiden kembali membuka keran investasi miras. Imbas dari UU tersebut sudah bisa ditebak akibatnya. Produsen miras tentunya mendapat angin segar untuk terus melaksanakan bisnis haramnya, apalagi dilindungi payung hukum berupa undang-undang.
Maraknya perdagangan miras semakin terlihat di warung-warung kecil pinggir jalan bahkan diantaranya sudah terang-terangan berdagang miras. Hal ini berakibat menjadi mudahnya masyarakat mendapatkan minuman keras.
Sementara itu, fakta menunjukkan bahwa miras dapat membuat konsumennya hilang akal dan tidak mampu berpikir logis bahkan dengan mudah menghilangkan nyawa. Tidak diragukan lagi, miras bisa mengacaukan, menutup, dan membuat akal tidak dapat membedakan dan menetapkan sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah.
Benda-benda ini akan memengaruhi akal dalam menghukumi atau menetapkan sesuatu sehingga terjadi kekacauan. Maka bukan hal yang aneh, jika peminum miras dapat melakukan tindakan sampai di luar batas. Tercatat beberapa kejahatan terjadi setelah pelakunya meminum minuman keras.
Derasnya keran produksi miras pun berkontribusi dalam angka kriminalitas di Bekasi yang semakin meningkat. Salah satu contoh kasus yang belum lama ini terjadi di Bekasi adalah pengeroyokan berujung pebunuhan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda, yang korbannya juga masih usia remaja.
Kejadian yang menimpa remaja tanggung yang tengah mencari kucingnya yang hilang, harus meregang nyawa akibat dikeroyok sekelompok pemuda karena dituduh mencuri. Setelah pemeriksaan terbukti para pelaku pengeroyokan di bawah pengaruh minuman keras dan juga positif narkoba. Selain itu para pelaku juga tengah merencanakan hendak tawuran. Terlihat dari sini pelaku kriminal usia remaja semakin beringas.
Semakin maraknya kasus kriminalitas yang dipicu miras, tidak lain akibat sekulerisme yang menjadi landasan kehidupan dalam bermasyarakat. Sekulerisme senantiasa memisahkan agama dari kehidupan. Gaya hidup hedonis dan serba boleh pun semakin menjamur.
Prinsip hidupnya bukan lagi halal haram melainkan hak asasi dan kebebasan. Akhirnya miras, narkoba, dan sebagainya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sebagian masyarakat di negeri ini, termasuk generasi muda. Persoalan seperti ini tidak mungkin selesai tuntas selama sistem yang melahirkannya tetap diterapkan.
Negara ini tengah kehilangan arah, pemerintah tak lagi memiliki pedoman yang jelas dalam menentukan kebijakan.
Apalagi kini pemerintah justru memberikan ijin berdirinya usaha yang merusak. Bukannya menyelesaikan persoalan,pemerintah justru membuat kebijakan yang bertentangan dengan tugas dan perannya di tengah masyarakat, yakni memberikan perlindungan dari pengaruh minuman keras yang bisa mengarahkan masyarakat pada berbagai macam tindak kriminalitas.
Penguasa lebih memprioritaskan dan mengedepankan kepentingan pelaku usaha daripada menyelamatkan rakyatnya. Inilah akibatnya kalau kapitalis yang berkuasa. Halal haram tidak lagi menjadi ukuran, tapi keuntungan materi yang menjadi pijakan.
Satu-satunya solusi dari persoalan ini adalah mencampakkan sekularisme dan menggantinya dengan penerapan syariat Islam dalam institusi Khilafah. Ketika syariat Islam diterapkan, maka peluang melakukan pelanggaran hukum akan tertutup.
Hal ini dikarenakan landasan dalam mengatur negara bersumber dari Aqidah Islam yang mewajibkan setiap manusia hanya taat kepada satu-satunya pembuat hukum yaitu Allah SWT. Bukan taat kepada hukum buatan manusia yang sudah pasti lemah, terbatas dan cenderung memiliki kepentingan pribadi di dalamnya.
Akidah Islam mewajibkan Negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan meminum miras dan sejenisnya. Setiap individu akan sadar bahwa ada hari akhir dimana setiap amal perbuatan dimintai pertanggungjawabkan. Kehidupan bernegara dilandasi dengan suasana keimanan yang tebal, bukan seperti saat ini.
Secara hukum, dalam syariah Islam, miras adalah haram sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah ra: “Rasulullah saw. melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan”. (HR. Abu Daud dan Ahmad).
Minuman keras merupakan minuman mengandung senyawa alkohol atau etanol. Alkohol inilah yang mengakibatkan minuman mempunyai sifat khamr atau memabukkan. Alkohol akan mempengaruhi bagian sistem syaraf di otak yang berperan dalam melakukan pengolahan dan ingatan terhadap reaksi emosi menjadi terganggu.
Dampaknya kemampuan berpikir akan terganggu pula, salah satunya menurunkan tingkat kesadaran seseorang. Ketika menurunnya tikat kesadaran, orang akan lepas kontrol terhadap apa yang dilakukannya. Ia tidak akan mampu memahami apa-apa yang membahayakan dirinya atau orang lain. Mereka bisa berbuat nekat, seperti tindakan asusila bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain.
Apalagi ketika orang mabuk berkumpul tanpa ada pihak yang mengawasinya, sangat berpotensi mengundang terjadi tindakan-tindakan di luar akal sehat. Sebagaimana beberapa kasus kejahatan yang diangkat media belakangan ini. Bahaya bukan mengancam dirinya, tetapi bahaya lebih besar lagi adalah akibat kondisi mabuknya terhadap orang disekitarnya. Dari sini Kita bisa memahami dan tergambar dengan jelas bahwa efek yang ditimbulkan dari miras ini sangat berbahaya, tidak bisa disepelekan.
Islam memandang sebagai zat haram, siapa saja yang mengkonsumsi, mengedarkan dan memproduksinya berarti telah melakukan tindakan kriminal. Pelakunya layak dijatuhi sanksi dimana bentuk, jenis dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi, bisa sanksi diekspos, penjara, denda, cambuk bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.
Terhadap pengguna miras yang baru sekali, selain harus diobati atau direhabilitasi oleh Negara secara gratis, cukup dijatuhi sanksi ringan saja. Jika berulang-ulang tertangkap mengkonsumsi miras sanksinya bisa lebih berat. Terhadap produsen atau distirbutor besar tentu sanksinya lebih berat lagi karena juga membahayakan masyarakat. layak dijatuhi hukuman berat bahkan sampai hukuman mati.
Jika vonis telah dijatuhkan, maka harus segera dilaksanakan dan tidak boleh dikurangi atau bahkan dibatalkan. “adapun untuk ta’zir dan mukhalafat, vonis Qadhi itu jika telah ditetapkan, maka telah mengikat seluruh kaum Muslim, karena itu tidak boleh dibatalkan, dihapus, dirubah, diringankan atau yang lain, selama vonis itu masih berada dalam koridor syariah. Sebab hukum itu ketika sudah ditetapkan oleh Qadhi, maka tidak bisa dibatalkan sama sekali”. (Sumber : Syaikh Abdurrahman al-Maliki di dalam Nizhâm al-‘Uqûbât hal. 110, Darul Ummah, cet. li. 1990)
Pelaksanaan hukuman yang dijatuhkan itu harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama setelah dijatuhkan vonis. Pelaksanaannya hendaknya diketahui dan disaksikan oleh masyarakat, sehingga masyarakat paham bahwa itu adalah sanksi atas kejahatan tersebut dan memberikan efek pencegahan karena orang akan berpikir ulang ribuan kali ketika hendak melakukan pelanggaran yang serupa.
Pemerintah harus menutup dan mendisiplinkan semua jenis usaha yang berkaitan atau membuka peluang tersebarnya barang haram ini. Tidak boleh ada izin beroperasi. Pengawasan negara dalam hal ini harus kuat.
Kontrol juga berjalan sebab masyarakat dibentengi dengan suasana iman yang kuat. Suasana iman yang kuat terbentuk, karena penguasa juga melakukan tindakan menjaga aqidah umatnya dari kerusakan dengan melakukan pembinaan tsaqofah Islam.
Maka sudah jelas, jika ingin menyelamatkan masa depan umat dan menghapus tindakan kriminalitas yang semakin beringas, Kita tidak mungkin terus berharap pada sistem sekulerisme kapitalisme yang sudah jelas malah menciptakan kehancuran. Wallahu a’lam bishawab.[]
Comment