RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Ketidakpastian kerja adalah biang kerok merosotnya kondisi kesejahteraan perempuan, baik perempuan pekerja yang ada di “area formal” maupun perempuan yang menjadi korban rapuhnya perlindungan negara, sehingga perempuan terdampak arus informalisasi.
Demikian dikatakan Jumisih, Deputy Bidang Perempuan Partai Buruh sebagai korlap aksi, Senin (7/3/2022).
“Ketidakpastian kerja yang dilegitimasi oleh UU Omnibuslaw Cipta Kerja berdampak meningkatnya kemiskinan.” Tegas Jumis.
Hal ini tambahnya, dibuktikan dengan pendapatan buruh perempuan di Indonesia masih diangka 25% dari rata-rata pendapatan nasional, apalagi kenaikan harga sembako terus melambung sehingga tidak sanggup diserap karena merosotnya daya beli akibat krisis.
Ia melanjutkan, informalisasi tenaga kerja berdampak luas pada perempuan PRT, perempuan pekerja rumahan, perempuan dalam bisnis start-up dan lain-lain.
Alpanya perlindungan Negara lanjut Juminis, juga mengkondisikan tercerabutnya hak-hak maternitas, hak berorganisasi dan berpolitik, yang mengkondisikan perempuan dalam posisi rentan karena jaminan sosial dan jaminan keamanan tidak terpenuhi. Buruh perempuan juga rentan menjadi korban kekerasan seksual karena Negara masih belum juga memberi kepastian hukum dengan pengesahan RUU TPKS.
“Untuk menyuarakan kegelisahan kaum perempuan, maka pada hari Perempuan Internasional 8 Maret besok kami akan mendatangi rumah rakyat di gedung DPR dengan ribuan massa aksi.” Imbuhnya.[]
Comment