Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd, Lingkar Studi Muslimah Bali
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Bulan Rajab yang mulia akan segera berakhir namun kezaliman masih mewarnai di dalamnya. Rakyat seolah tak dibiarkan tenang dalam menambah pundi-pundi pahala di bulan ini.
Bulan Rajab yang disebut sebagai salah satu bulan haram adalah bulan yang di dalamnya tidak dibolehkan melakukan kemaksiatan dan kezaliman. Baik skala individu, masyarakat, sampai tataran Negara.
Nyatanya, kemuliaan bulan Rajab dengan segala konsekuensinya, tidaklah menjadi alasan bagi pelaku kezaliman untuk menghentikan aksinya. Justru mereka masih leluasa melakukan kezaliman kepada siapapun yang dianggap akan menghentikan aksinya.
Dalam sebulan saja, ada beberapa kezaliman yang terekspos di media. Lihat saja bagaimana perlakuan lelaki hindu ekstrim di India yang menyerang muslimah India yang berjilbab, invasi militer Rusia kepada warga Ukraina dan penyerangan tentara Israel kepada masyarakat Palestina saat memperingati peristiwa Isra’ Mi’raj di Masjidil Aqsha. Tentu ini hanya sebagian kecil kezaliman yang terekspos. Masih ada banyak lagi kezaliman yang terjadi di luar sana.
Inilah yang terjadi di era sekarang. Penjelasan al-Quran, as-Sunnah, dan sejumlah pendapat ulama tidak lagi dihiraukan. Perbuatan batil dan kemungkaran makin menjadi-jadi. Ajaran Islam dikriminalisasi dan dilabeli intoleransi. Ibadah umat dibatasi hanya untuk aktivitas individu mandiri.
Selain melarang seorang individu melakukan kezaliman, Allah juga melarang untuk condong kepada para pelaku kezaliman. Meski seorang individu tidak langsung dalam melakukan kezaliman, tetapi condong pada pelaku kezaliman, maka bersiaplah untuk tidak mendapat pertolongan dari Allah.
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan.” (TQS Hud: 113)
Kezaliman bisa berlangsung terus menerus bukan semata-mata karena pelaku kezaliman itu sendiri, melainkan adanya anasir umat pada pelaku kezaliman. Terutama bila perbuatan itu dilakukan oleh mereka yang mengaku sebagai pewaris para nabi, tetapi justru ikut andil bersama para pelaku kezaliman.
Tentu hal ini akan mengaburkan pandangan Islam di tengah-tengah umat, terutama bagi mereka yang baru mendalami agama. Islamophobia yang terus digencarkan bukan tidak mungkin untuk menjauhkan umat dari mendalami ajaran agamanya sendiri. Pada akhirnya ajaran Islam hanyalah aktivitas ritual antara hamba dan penciptanya saja.
Anasir umat dalam mendukung kebijakan zalim semakin membuat kehidupannya pontang-panting dan tidak terarah. Semakin menjerumuskan pada kebinasaan dan jauh dari kemuliannya sebagai umat terbaik. Umat yang sudah terlanjur masuk pada kezaliman akan sulit sekali keluar darinya. Seperti ada magnet yang selalu menariknya ketika akan keluar dari zona itu.
Tentu hal ini ada sangkut-pautnya dengan para pelaku kezaliman. Mereka tidak serta merta melepas para pengikutnya begitu saja. Pasti ada konsekuensi berat yang diberikan pada umat yang sudah sadar. Entah diikat dengan perjanjian atau membongkar rahasia tertentu yang dimilikinya. Bahkan tak segan membuat fitnah di tengah-tengah masyarakat agar citranya menjadi buruk. Inillah bahayanya jika umat sudah masuk pada lingkaran kezaliman.
Oleh karena itu, umat butuh pelindung dan perisai yang sesungguhnya untuk melawan para pelaku kezaliman. Tidak bisa umat berusaha sendiri tanpa dukungan kuat dari seluruh lapisan masyarakat. Tidak mungkin juga melawan kezaliman dengan kezaliman pula.
Maka, satu-satunya yang bisa menghukum para pelaku kezaliman adalah sebuah Negara yang menerapkan aturan paripurna dari Tuhan semesta alam. Negara yang tunduk hanya pada hukum-hukum yang diciptakan oleh Sang Pencipta seluruh kehidupan, yakni Allah swt.
Allah telah menyempurnakan Islam sebagai seperangkat aturan yang terbaik bagi umat manusia. Oleh karena itu, Negara yang dimaksud adalah Negara yang menerapkan Islam sebagai satu-satunya hukum di dalamnya.
Wallahu a’lam bish showab.[]
Comment