Oleh : Cahya Wulan Ningsih, Siswi MAN 2 Samarinda
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Komnas HAM bersama kepolisian Polda Sumatera Utara saling berkoordinasi terkait temuan fakta di lapangan atas kasus kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin. Data milik kedua instansi pun saling dukung satu dengan lainnya.
Komisioner Komnas HAM Chairul Anam menyampaikan, temuan adanya tindak kekerasan berujung kematian terhadap penghuni kerangkeng manusia itu diharapkan membuat aparat kepolisian bergegas mengusut dugaan tindak pidana yang ada.
“Oleh karenanya kami meminta kepada mereka untuk menindaklanjutinya, menaikkan ini menjadi satu proses hukum. Karena memang ya dekat sekali dengan peristiwa pidana,” tutur Anam seperti dikutip liputan6.com, Minggu (30/1/2022).
Kasus kerangkeng Bupati Langkat yang ‘katanya’ tempat rehabilitasi narkoba yang dibangun secara pribadi oleh sang Bupati itu menggemparkan masyarakat.
Namun setelah ditelusuri tempat tersebut sangat jauh dari kata layak untuk disebut sebagai sebuah tempat rehabilitasi. Pasalnya di lokasi tersebut tak ada aktivitas rehabilitasi dan tempat tinggal yang digunakan pun tidak layak. Dalam ruangan ukuran 6×6 meter tersebut dihuni oleh 20 orang dengan sanitasi ruangan yang buruk.
Selain itu, menurut laman kompas.com, ada informasi yang didapatkan, walaupun disebut rehabilitasi pengguna narkoba, ternyata tak semua penghuni kerangkeng adalah pecandu dan berasal dari Kabupaten Langkat.
BNN memastikan bahwa tempat tersebut bukanlah tempat rehabilitasi.
Kepala Biro Humas dan Protokol Brigjen Sulistyo Pudjo Hartono di laman detik.com mengatakan, pemerintah pusat menyatakan bahwa kerangkeng itu bukan tempat rehab karena yang namanya rehab itu ada persyaratan materiil dan formil.
Adapun syarat formil yang harus dipenuhi seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin operasional yang dikeluarkan oleh dinas.
Selain itu, syarat materiil misalnya harus ada lokasi, harus ada program rehabilitasi seperti 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, tergantung jenis narkoba yang digunakan, apakah sabu, ganja, dan sebagainya. Kemudian, syarat materiil lainnya misalnya berapa jumlah dokter jiwa, psikiater, dokter umum, pelayanannya, dan kelayakan ruangan.
Tidak hanya itu, bahkan ada indikasi perdagangan manusia dan perbudakan dalam kasus tersebut. Dikatakan para penghuni kerangkeng diperkejakan di perkebunan kelapa sawit selama 10 jam dengan hanya diberi makan 2 kali sehari secara tidak layak, dan tidak digaji.
Miris, kasus kerangkeng manusia ini adalah perbuatan yang jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu, namun baru ditindak lanjuti sekarang.
Kasus ini baru ditindak setelah ada laporan tawanan yang meninggal secara tidak wajar, itupun saat OTT KPK. Sebagai negara hukum, seharusnya hukum diberlakukan secara adil kepada seluruh masyarakat dan tidak tumpul ke atas tajam ke bawah.
Ironisnya, sebagian warga malah merasa terbantu dengan adanya tempat kerangkeng tersebut. Padahal jelas sekali, aktifitas di dalamnya menyalahi Hak Asasi Manusia.
Inilah fakta lemahnya negara dalam upaya melindungi rakyat dan tidak maksimalnya negara menyokong sarana pemulihan rehabilitasi narkoba.
Hal ini wajar terjadi jika sistem yang digunakan negara adalah sistem sekuler yang jauh dari Islam, sistem yang hukumnya tebang pilih dan tidak mampu menjadi solusi yang sebenar-benarnya.
Berbeda dengan sistem Islam yang sanksinya tidak akan tebang pilih dan akan membawa rahmat bagi semesta alam. Karena sistem yang dipakai berasal dari Allah Yang Maha Mengatur Segala Sesuatu. Sebagai manusia kita hanya diberi amanah untuk menjalankan sistem tersebut.
Dalam Islam, hak pekerja dan hak sebagai manusia akan senantiasa dijaga, jaminan pekerja mulai dari jam kerja, upah, keselamatan dan lain sebagainya sudah dijamin dalam aqad ijarah.
Dalam islam jika ditemukan pelanggaran yang menghilangkan nyawa, maka sanksi yang dipakai adalah qishas, yang ketentuannya berasal dari Allah dan Rasulnya.
Jika pelanggaran yang terjadi tidak memenuhi hak-hak pekerja maka sanksi yang akan dipakai adalah tazir, yang ketentuannya ditetapkan oleh Ijtihad Qadhi berdasarkan hukum syariat Islam.
Berbeda dengan sistem sekuler demokrasi, Islam dapat menjadi solusi yang komprehensif dan tidak menimbulkan masalah lainnya. Solusi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah, yang sanksinya akan membuat jera dan membuat yang lain berfikir dua kali sebelum melakukan sesuatu. Selain itu juga sebagai penebus dosa. Wallahu’alam bi ash-shawab.[]
Comment