Oleh : Sinta Nesti Pratiwi, Pemerhati Sosial Konawe
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Dilansir liputan6.com, (22-01-2022) para tenaga honorer tengah harap-harap cemas. Hal ini menyusul rencana pemerintah menghapuskan status tenaga honorer di 2023. Wacana penghapusan tenaga honorer ini disampaikan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo.
Menurut Tjahjo, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sebelumnya, status tenaga honorer di pemerintahan sudah tidak ada lagi pada 2 tahun mendatang.
Cahyo menegaskan, terkait tenaga honorer, melalui PP (peraturan pemerintah), diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan 2023.
Dia menambahkan, status pegawai pemerintah di 2023 nanti hanya ada dua saja yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Terkait beberapa pekerjaan di instansi pemerintahan, seperti petugas keamanan dan kebersihan, Tjahjo mengatakan hal itu akan dipenuhi melalui tenaga alihdaya melalui pihak ketiga atau pekerja outsourcing.
Alih-alih mengubah status tenaga honorer menjadi ASN justru kebijakan yang dibuat malah menghilangkan tenaga honorer, lalu membuat peraturan jika ingin menjadi tenaga ahli diharuskan melalui tes PPPK. Kebijakan seperti ini sangat menyakiti hati dan perasaan para tenaga honorer.
Bagaimana tidak? Ada yang beberapa tahun mengabdikan dirinya justru nasibnya tak kunjung jelas. Tidak sedikit dari mereka yang tenaganya lebih utama ketimbang ASN, bahkan status mereka dipandang sebelah mata, padahal jelas-jelas mereka memiliki andil dalam menyelesaikan tugas.
Apa lagi gaji mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan padahal tupoksi kerja mereka hampir sama dengan ASN namun upah yang didapatkan begitu minim, dengan dalih disesuaikan APBD.
Apakah alasan demikian harus menjadi senjata jitu untuk berlepas tangan dari tanggung jawab? Sungguh ironi menjadi tenaga honorer, mengabdikan diri demi secercah harapan bagi kelangsungan hidup malah berujung nestapa.
Sungguh miris nasib tenaga honorer dalam sistem demokrasi kapitalis yang semakin liberal tanpa rasa kemanusiaan. Kebijakan yang tidak tepat Di tengah himpitan ekonomi ini mengorbankan hak rakyat. Sejatinya pemerintah memperhatikan nasib rakyatnya apalagi ini terkait dengan upah dan lapangan pekerjaan yang berdampak pada kesejahteraan rakyat.
Berbeda dengan kapitalis sekuler, Islam dalam mencermati masalah selalu melihat secara mendalam berbagai persoalan ketenagakerjaan yang ada sehingga ditemukan akar masalahnya yaitu sempitnya lapangan pekerjaan dan minimnya upah pekerja.
Dalam sebuah hadits Rasulullah menegaskan: “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibn Majah). Hadis ini secara tegas memerintahkan kita untuk segera menunaikan hak pekerja setelah ia menyelesaikan pekerjaannya.
Pertanyaannya, mengapa Rasulullah mengatakan demikian? Sebab menunda-nunda penunaian kewajiban adalah suatu kezaliman. Rasulullah juga bersabda dalam hadis yang lain:
“Ketahuilah bahwa menempati janji adalah perkara baik menurut akal dan syariat” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam kitab Faidh Al-Qadir ditegaskan bahwa diharamkan menunda pemberian gaji padahal mampu untuk menunaikan tepat pada waktunya. Yang dimaksud memberikan gaji sebelum keringat pekerja kering adalah bentuk penekanan diperintahkannya memberi gaji setelah pekerjaan selesai.
Tentu ini sangat jauh berbeda dengan kondisi tenaga honorer dalam sistem demokrasi kapitalis, mereka mendapatkan upah minim tidak sesuai dengan tenaga yang dikeluarkan bahkan kini nasib mereka ibarat telur di ujung tanduk. Sangat mencemaskan dan mengkhawatirkan.
Peraturan yang dibuat oleh manusia cenderung berubah-ubah mengikuti kepentingan politik sedangkan peraturan yang berasal dari Allah selalu memberikan solusi yang tepat bagi hambanya. Dalam sistem Islam pemimpin memperhatikan nasib rakyatnya terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan dan penyediaan lapangan pekerjaan. Wallahu a’llam bihzawab.[]
Comment