Nestapa Guru Honorer Kian Menjadi

Opini566 Views

 

 

 

Oleh: Sitti Amina, Aktivis Dakwah

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Guru adalah rofesi yang mulia. Sebab lahirnya generasi penerus bangsa yang akan membangun peradaban sangat bergantung pada guru. Namun, mirisnya jasa guru yang besar tidak sebanding dengan gajinya yang minim.

Terlebih bagi guru honorer, kecilnya gaji yang hanya kisaran 300 ribu perbulan atau hanya 12 ribu perhari tidak manusiawi. Untuk biaya transportasi pun tidak cukup, apalagi untuk makan dan kebutuhan yang lainnya. Sementara mereka sudah meluangkan separuh waktunya untuk mengajar.

Kondisi ini sudah berlangsung lama, nestapa guru honorer belum berakhir. Rezim berganti rezim, tahun berganti tahun.

Namun belum ada tanda-tanda peninggkatan gaji bagi guru honorer. Padahal, syarat dari guru honorer minimal berijazah strata satu. Kerja keras dan pengabdiannya selama ini seakan tak memilii arti, keberadaannya bahkan dianggap beban oleh negara, sehingga pemerintah sepakat akan menghapus tenaga honorer di lingkungan instansi pemerintah. Salah satu tenaga honorer yang selama ini menjadi sorotan adalah guru honorer.

Seperti dilansir Liputan6.com (Kamis, 20/1/2022), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo menegaskan status tenaga honorer akan selesai atau dihilangkan pada 2023. Sehingga tidak ada lagi pegawai berstatus honorer di instansi pemerintahan.

Menanggapi itu, Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri FHSN Gunungkidul Aris Wijayanto mengaku resah dengan pernyataan tersebut. Mengingat masih banyak guru honorer yang belum diangkat menjadi ASN baik itu PPPK ataupun PNS (Liputan6.com/20/1/2022).
Penghapusan pegawai honorer sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang manajemen PPPK.

Dengan demikian, pegawai pemerintah hanya akan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK). Penghapusan pegawai honorer di instansi pemerintahan ini diberikan waktu hinga tahun 2023.

Benarkah Penghapusan Guru Honorer sebagai Solusi?

Kementerian PANRB pun memberikan alasan rencana penghapusan tenaga honorer 2 tahun mendatang. Plt Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce, menjabarkan secara sederhana soal alasan Menteri Tjahjo yang ingin menghilangkan tenaga honorer. Dia coba mengibaratkan suatu instansi sebagai sebuah perusahaan.

Direktur atau pejabat yang berwenang atas perusahaan tersebut kemudian kerap membawa orang bawaannya masuk ke dalam, tanpa sepengetahuan HRD.

“Soalnya ada yang misal kayak gini. Manajemen di suatu perusahaan punya yang namanya biro HRD. Terus di bawahnya ada direktur-direktur. Direkturnya yang merekrut diri sendiri, enggak lapor ke HRD. Itu tuh yang namanya tenaga harian lepas,” paparnya kepada Liputan6.com (Sabtu, 22/1/2022).

Oleh karenanya, Menteri Tjahjo kemudian menegaskan jika keberadaan tenaga honorer di pemerintah harus sudah selesai pada 2023.

Kebijakan penghapusan tenaga honorer tidak serta merta mendapat apresiasi positif. Kalangan pengamat memberikan pandangan soal rencana penghapusan tenara honorer ini. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan tersebut tidak tepat dilakukan dalam waktu dekat.

Selain itu, juga akan menimbulkan masalah jangka panjang. Sebab tidak ada solusi yang ditawarkan Pemerintah terkait nasib honorer kedepannya. “Saya kira kebijakan yang tidak tepat dan ironi. Menurut saya kebijakan ini sekedar kebijakan tanpa solusi, saya anggap sebagai langkah yang jangka panjangnya akan menimbulkan masalah baru sehingga pelayanan publik tidak tertangani,” kata Trubus kepada Liputan6.com (Sabtu, 22/1/2022).

Kebijakan penghapusan tenaga honorer termasuk didalamnya guru honorer sebenarnya sangat kontradiktif dengan janji pemerintah yang akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat.

Adanya rekrutmen tenaga honorer pada awalnya dianggap sebagai upaya untuk menanggulangi pengangguran sekaligus mendapatkan tenaga kerja yang mau dibayar rendah, karena belum memiliki pengalaman dan dijanjikan akan diangkat sebagai ASN.

Alih-alih diangkat, keberadaan tenaga honorer justru akan dihapuskan. Maka, siapkah pemerintah dengan munculnya gelombang pengangguran yang bisa menjadi permasalahan selanjutnya?

Negara Pelayan Rakyat
Permasalahan tenaga honorer bukanlah kali pertama. Mereka adalah korban dari janji-janji manis pemerintah yang akan mengangkat menjadi ASN. Tenaga honorer juga korban perlakuan bentuk pemerintahan berpaham kapitalis yang menganggap rakyat layaknya komoditi yang bisa menguntungkan atau merugikan.

Maka wajar jika pemerintah menganggap menggaji tenaga honorer sebagai beban bagi keuangan negara. Padahal tenaga mereka telah digunakan untuk membantu negara, baik di kantor departemen, pemda bahkan guru.

Kondisi ini adalah ciri khas pemerintahan kapitalis yang menjalin hubungan dengan rakyat layaknya atasan dengan karyawan. Rakyat lah yang melayani pemerintah, bukan sebaliknya. Belum cukup rakyat dibebani dengan pajak, dicabutnya berbagai subsidi, hingga untuk bekerja pun masih dipersulit. Kondisi ini tak akan ditemukan dalam pemerintahan Islam.

Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya baik muslim maupun non muslim. Dengan pekerjaan itulah rakyat mampu menghidupi diri dan keluarganya, dan tak akan merasa cemas jika bukan sebagai ASN yang “terjamin” masa tuanya karena dana pensiun. Setiap orang yang direkrut atau bekerja pada negara dianggap sebagai pegawai negara, dan akan digaji sesuai akad ijarah (kontrak kerja) yang layak sesuai dengan keahlian yang dimiliki.

Tak ada istilah tenaga honorer di dalam Islam. Para pegawai direkrut sesuai dengan kebutuhan negara baik tenaga administratif ataupun pelayanan dalam jumlah yang cukup. Para pegawai negara pun diperlakukan secara adil sesuai syariat. Bagi seorang pegawai negara yang muslim, bekerja tidak hanya sekadar ingin mendapatkan upah. Lebih dari itu, mereka memahami bekerja untuk melayani urusan rakyat merupakan ibadah yang memiliki banyak keutamaan.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa saja yang menghilangkan kesusahan dari seorang Muslim maka Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di Hari Kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim).

Penggajian pegawai negara Islam berasal dari kas baitul maal. Penggajian ini pun menjadi pos pengeluaran negara yang bersifat tetap sehingga harus dipenuhi baik keuangan negara ada ataupun tidak ada. Jika kas baitul maal kosong, maka kewajiban negara dalam membayarkan gaji para pekerja beralih kepada kaum muslimin melalui pajak, yang hanya diambil dari orang kaya saja.

Dengan sistem ini, tidak akan ada lagi sikap arogansi pemerintah yang mengaggp rakyat sebagai beban. Justru sebaliknya, negaralah sebagai pelayan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat); ia akan diminta pertanggungjawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Comment