Derita Tenaga Honorer Dalam Sistem Sekuler

Opini778 Views

 

 

Oleh: Puput Hariyani, S.Si, Pendidik Generasi, Tim KCII

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Wacana penghapusan tenaga honorer di tahun 2023 menjadi bukti dan sinyal betapa sistem ini tak bernyali untuk menyejahterakan rakyatnya. Bagaimana tidak, pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo yang mengatakan bahwa status pegawai pemerintah di 2023 nanti hanya ada dua saja yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN), secara spontan menimbulkan keresahan dan kekhawatiran dari berbagai pihak. Baik dari pengamat maupun pihak yang terdampak.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah seperti dikutip liputan 6.com, meminta pemerintah untuk menunda terlebih dahulu. Menurutnya, Pemerintah terlalu berlebih-lebihan. Pemerintah sendiri tidak memberikan solusi hanya memberikan aturan saja.

Kebijakan ini tentu sangat disayangkan. Tenaga honorer yang telah mengabdikan diri selama bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun harus menelan pil pahit karena mau tidak mau mereka terdampak oleh kebijakan yang akan merampas pekerjaan mereka secara paksa.

Di sisi lain harapan untuk menjadi ASN juga sangat kecil ketika harus berbenturan kembali dengan aturan umur maksimal, belum lagi PPPK yang harus terbentur passing grade juga serangkaian tes yang tak mudah apa lagi bagi tenaga honorer yang tidak Lagi muda.

Semestinya negeri ini cukup sensitif melihat kondisi tenaga honorer jika mereka harus kehilangan pekerjaan yang selama ini menjadi tumpuan kehidupan mereka bersama keluarga. Sudah menjadi rahasia umum pengangguran negeri sebelum adanya penghapusan tenaga honorer saja membludak, bagaimana jika penghapusan tenaga honorer benar-benar direalisasikan? Bukankah akan menambah daftar pengangguran yang menjadi masalah akut bangsa ini?

Kemana tenaga honorer akan mencari penghidupan setelah mereka kehilangan pekerjaan? Bagaimana jika sebelumnya tidak memiliki keterampilan selain bekerja sebagai tenaga honorer? Di tengah ketidakstabilan dan ketidakpastian biaya hidup yang terus melangit, kepada siapa mereka berharap?

Di sisi lain alasan pemerintah menghentikan rekrutmen tenaga honorer mulai 2023 adalah karena rekrutmen tenaga honorer mengacaukan kebutuhan formasi ASN di instansi pemerintah.

Menurut penjelasan Tjahjo adanya rekrutmen tenaga honorer yang terus dilakukan tentu mengacaukan hitungan kebutuhan formasi ASN di instansi pemerintah. Hal ini juga membuat pemasalahan tenaga honorer menjadi tidak berkesudahan hingga saat ini. Oleh karenanya, diperlukan kesepahaman ataupun sanksi bagi instansi yang masih merekrut tenaga honorer (Kompas.com).

Namun kita juga tidak pernah lupa dengan apa yang disampaikan oleh Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo bahwa Pemerintah Pusat terbebani dengan kehadiran tenaga honorer (detikFinance, 25/01/2020).

Inilah realitas kehidupan sistem sekuler, lain dulu lain sekarang. Sebelumnya penghapusan tenaga honorer sangat kentara sebagai upaya untuk mengurangi pengeluaran negara di tengah terseok-seoknya anggaran negara yang bersumber dari APBN tentunya melalui besaran pajak dan dari hutang.

Melalui penghapusan tenaga honorer ini pula bukan berarti semua tenaga honorer akan diangkat menjadi pegawai pemerintah, bisa jadi sebaliknya sebagaimana yang diuraikan di atas justru akan banyak kehilangan lapangan pekerjaan yang selama ini didapat oleh para tenaga honorer.

Karena penetapan ini sekaligus bermakna bahwa tidak ada lagi APBD yang dialokasikan untuk gaji honorer. Semakin menunjukkan bahwa pemerintah kurang memberi perhatian terhadap rakyatnya. Padahal bisa jadi masih banyak tenaga honorer semisal keberadaan guru honorer yang sangat dibutuhkan oleh instansi pendidikan.

Demikianlah potret kehidupan ketika Islam absen dalam pengaturan. Timbul efek domino di setiap kebijakan yang diterapkan. Padahal masih berbicara pada satu bidang. Belum lagi jika dikaitkan dengan bidang lain tentu akan semakin terlihat betapa rusaknya pengaturan sistem sekuler atas manusia.

Sudah saatnya manusia kembali kepada fitrahnya, mengembalikan pengaturan kepada standar kebenaran yang mutlak yakni sistem Islam.

Sistem Islam memiliki pengaturan yang sangat kompleks dan sempurna. Termasuk dalam menjamin penghidupan yang layak bagi seluruh rakyatnya melalui penyediaan lapangan kerja yang memadai.

Islam tidak membedakan tenaga kerja dengan status ASN (Aparatur Sipil Negara), PPPK, maupun honorer. Pegawai akan direkrut sesuai dengan kebutuhan negara dan mereka digaji sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan dengan gaji yang layak. Dengan demikian persoalan tenaga kerja menjadi tuntas tanpa harus menggantungkan nasib tenaga honorer dalam derita. Wallahu’alam bi ash-showab.[]

Comment