Oleh : Fitria Rahmah, Aktivis Dakwah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tak dapat dipungkiri, aspek ekonomi negara yang mengaplikasikan sistem ekonomi kapitalisme sangat bergantung pada pajak sebagai pos penerimaan utama. Sehingga tak heran, semua barang, jasa, maupun hiburan yang banyak digunakan dan diminati oleh masyarakat akan dikenakan pajak.
Baru-baru ini, Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) melaksanakan sosialisasi Peraturan Bupati (Perbub) Bandung No 61 tahun 2021. Perbub tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Air Tanah di Hotel Sutan Raja Soreang, Selasa 28 Desember 2021. (bandungportaltimur.pikiran-rakyatcom, Rabu 29 Desember 2021).
Pada Kesempatan yang sama Dadang Supriatna, Bupati Kabupaten Bandung menjelaskan, “Memang masih banyak potensi wajib pajak yang perlu kita gali, diantaranya pajak hotel dan restoran. Saya nanti akan minta kepada para camat untuk menginventarisir berapa hotel dan restoran di masing-masing kecamatan. Tentunya, kita lihat restoran nasi padang belum ada sentuhan. Ini kan potensi pajak.”
Hal ini dilakukan dengan alasan agar dapat lebih focus pada pelayanan dasar atau hak dasar masyarakat, pemerintah akan terus mencari target baru yang dapat dikenakan pajak.
Pemerintah selalu mencari cara untuk melegalkan pemungutan pajak, dengan dalih untuk memakmurkan kehidupan rakyat.
Bupati Kabupaten Bandung, Dadang Supriatna menambahkan, “Banyak program yang langsung diterima oleh masyarakat. Mudah-mudahan ini akan lebih bermanfaat. Contohnya, kemarin ada guru ngaji sudah masuk BPJS Ketenagakerjaan, ada yang meninggal dunia kemudian diklaim dan itu sudah cair. Sudah ada enam orang yang meninggal dunia, untuk ahli warisnya ada uang yang diterima. Itu salah satu manfaat adanya BPJS.”
Sejatinya sistem viskal di dalam negara demokrasi-kapitalisme akan berdampak pada menurunnya kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Layaknya piramida makanan yang saling berhubungan dalam sebuah ekosistem. Begitu pun dengan pemungutan pajak. Pajak yang diberlakukan pada korporasi sebagai produsen, akan sangat berdampak pada kehidupan masyarakat sebagai konsumen. Entah dengan diberlakukannya pajak baru pada produk-produk yang belum tersentuh pajak atau pun dengan penyesuaian harga pajak, tetap akan berdampak pada naiknya harga jual.
Air, sebagai kebutuhan pokok setiap makhluk hidup tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. Begitupun dengan korporasi, dalam proses produksinya sangat bergantung pada air.
Ketika air tanah dikenakan pajak, maka akan berimbas pada harga jual. Bisa dipastikan semua kebutuhan, tidak hanya kebutuhan pokok, tapi juga kebutuhan sekunder dan tersier akan mengalami kenaikan harga. Jelas ini akan menyulitkan kehidupan masyarakat sebagai konsumen.
Mereka akan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga tidak menutup kemungkinan mereka akan menghalalkan segala cara dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Angka kelaparan, gizi buruk, kemiskinan dan kriminal, perceraian atau bahkan kekerasan dalam rumah tangga pun akan meningkat.
Jika ini terjadi, lantas dimanakah letak kemakmuran tersebut? Akankah pajak menjadi solusi atas semua permasalah tersebut? Atau hanya akan semakin menzalimi rakyat?
Benarkah pertanggung-jawabannya akan dilaporkan secara benar dan jelas? Bukankah kita sudah sering mendengar kasus penggelapan pajak dalam jumlah yang fantastis oleh mereka yang memiliki akses.
Air termasuk ke dalam sumber daya alam yang pengelolaannya harus dilakukan oleh negara. Namun, pada kenyataannya pengelolaan dilakukan oleh pihak swatsa.
Indonesia memiliki sumber daya alam melimpah, tidak hanya air, tapi juga emas, batu bara, nikel, hutan, dan lain sebagainya yang dikelola oleh pihak swasta. Maka tak heran jika keuntungan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan pribadi mereka yang berkontribusi di dalamnya bukan untuk kesejahteraan rakyat seperti yang digembar-gemborkan. Jikalau pun ada hanya sebagian kecil saja dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.
Inilah kenyataan yang ada dalam sistem kapitalisme. Negara tidak terjun langsung meriayah rakyat. Tanggung jawabnya diserahkan kepada pemilik modal, yaitu mereka yang memiliki kemampuan tidak hanya secara kapasitas namun juga finansial. Oleh karena itu kesejahteraan hanya akan dirasakan oleh mereka yang memiliki modal bukan lapisan masyarakat bawah.
Dalam Islam sumber daya alam, haram hukumnya dimiliki oleh individu, seperti sabda Rasulullah SAW :
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput (hutan), air (termasuk didalamnya adalah sungai, danau, air laut, air terjun) dan api (gas alam, minyak bumi, dan barang tambang).” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Karena ketiga perkara tersebut memiliki sifat sebagai kepemilikan umun yang dapat memenuhi kebutuhan orang banyak. Oleh sebab itu sumber daya alam tidak boleh dimiliki oleh pribadi atau diprivatisasi. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan dikuti oleh khalifah-khalifah selanjutnya.
Kesejahteraan dalam suasana penuh rahmat bagi alam semesta. Inilah yang terjadi selama 13 Abad Islam diterapkan. Sudah seharusnya kita kembali kepada Islam dan menerapkannya secara menyeluruh dalam bingkai negara. Bukan terus menerus bereksperimen seolah mencari solusi demi kemakmuran rakyat. Wallahu A’lam Bish Showab.[]
Comment