Parenting Wasathiyah Berbalut Moderasi?

Opini579 Views

 

 

Oleh : Nurul Ul Husna Nasution, Mahasiswi UMN Al-Washliyah Medan

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA -+ Ide moderasi beragama kini menjadi barang yang masif didistribusikan di tengah masyarakat tak terkecuali pada anak usia dini. Sebagaimana dikutip dari antaranews.com (2/11/21), Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Yogyakarta mengenalkan model parenting atau pola asuh kebangsaan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi keluarga dalam menumbuhkan semangat dan jiwa nasionalisme anak sejak usia balita. Tidak hanya itu, sebelumnya ide ini telah dijalankan dalam penelitian yang berjudul membangun moderasi beragama di Taman Pendidikan Al-Qur’an dengan parenting wasathiyah dan perpustakaan Qur’ani (Benny Afwadzi, 2020).

Sebegitu terstruktur dan terukurnya pemerintah mengatur program moderasi beragama yang mulai diaplikasikan sejak ajaran baru 13 Juli 2020 dalam modul sekolah keagamaan dari tingkat RA hingga menyasar ke pola asuh anak dalam berkeluarga. Tujuannya tidak lain untuk memperkuat karakter moderat anak.

Parenting wasathiyah hakikatnya propaganda moderasi beragama yang dibungkus dengan istilah-istilah Islam. Pola asuh ala parenting wasathiyah tidak lain adalah pola asuh yang mengandung pluralisme yang mecampuradukkan yang hak dan yang bathil. Semua agama dipandang sama. Padahal paham ini sangat berbahaya jika dibawa di dalam keluarga terutama anak-anak.

Di mana pola pengasuhan berbasis moderasi akan membawa pengaruh, baik dari segi pemikiran, sikap dan perilaku anak. Jika dari kecil saja sudah diajarkan pemahaman ide tersebut maka bagaimana dewasanya? Jelas yang akan terlihat adalah generasi sekuler liberal yakni jauh dari Islam yang sebenarnya. Dikarenakan akan mengaburkan keyakinan mereka bahwa Islam adalah agama tauhid. Sepatutnya di usia dini anak-anak kita mendapatkan nilai dasar berupa tauhid yang bersih dari unsur yang mengotorinya.

Ditambah lagi dilihat secara konteks bahwa moderasi itu sendiri memiliki sampul yang menarik di tengah banyaknya permasalahan masyarakat yakni ekstrimisme, terorisme dan intoleran. Sehingga narasi moderasi ini massif untuk ditanamkan sejak dini dan tentunya diharapkan menjadikan awal penyebaran ide tersebut. Padahal moderasi beragama hanyalah racun berbalut madu yang tidak akan mungkin menjadi solusi untuk menangani permasalahan-permasalahan tersebut.

Maka, perlu digaris bawahi bahwa solusi dari itu semua bukanlah moderasi beragama yang mengharuskan memiliki sikap moderat. Karena sejatinya di dalam Islam tidak ada yang namanya moderasi dalam beragama bahkan bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri.

Bukankah kita diperintahkan untuk menjalankan semua perintah dan menjauhi semua larangan dari Sang Pencipta. Islam memerintahkan kita untuk masuk kedalamnya secara kaffah sebagaimana yang tertulis dalam Q.S Al-Baqarah 208:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Jadi sangat disayangkan jika pola pengasuhan moderasi beragama sejak dini menjadi pilar pembentukan karakter anak yang dicanangkan oleh pemerintah di negeri ini yang bahkan menjadi mayoritas muslim terbanyak di dunia.

Tidak mengherankan yang sering dijadikan dasar bagi moderasi adalah istilah ummatan wasathon. Dalam Alquran surah Al Baqarah ayat 143, lafaz “ummatan wasathon” ditafsirkan Umat Islam Moderat. Tafsir ini tidak berdasar, baik secara lafaz maupun secara ma’tsur (berdasarkan hadits).

Allah SWT berfirman, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS Al Baqarah: 143).

Dalam tafsir Imam Ath Thabari dijelaskan, “Demikian pula Kami (Allah) telah membedakan dan mengutamakan kalian (umat Muhammad) dari umat agama lain, menjadikan umat Muhammad sebagai yang terbaik (wasathon).”

Maka, “wasthu” di sini, menurut kamus Arab adalah Al-khiyar (terbaik) dan Al-hasabu (pilihan). Jadi ia adalah pilihan di antara kaumnya, yaitu pilihan terbaik, umat terbaik dan sebagai wasith.

Secara ma’tsur, terdapat hadits yang dituliskan dalam tafsir Ath Thabari, Rasulullah Saw. ketika menafsirkan وكذلك جعلناكم أمة وسطا, adalah umat yang adil. Ummatan wasathon yang dilekatkan dengan umat Islam justru adalah umat yang terbaik, umat yang berbeda dengan umat yang lain.

Demikianlah ummatan wasathon, sama sekali tidak ada kaitannya dengan moderasi. Apalagi dengan menyamakan semua agama. Bahkan yang lebih mengerikan adanya tuduhan radikal jika mempelajari Islam seutuhnya atau Islam Kaffah. Hal ini sungguh sangat tidak berdasar.

Dengan parenting kebangsaan dan wasathiyah justru yang di ajarkan ide liberal yang melarang anak-anak mendapatkan pengasuhan dengan perspektif kebenaran agama Islam.

Jelas, langkah yang seharusnya adalah mengajarkan anak dari usia dini untuk memahami Islam secara kaffah dan bertahap. Terlebih, parenting Islam Kaffah harusnya dimulai dari lingkup keluarga. Tidak hanya dalam keluarga, namun pada kaum intelektual, bermasyarakat maupun bernegara seharusnya menerapkan Islam Kaffah agar tercapai Islam Rahmatan Lil’alamin. Wallahu’alam Bishawab.[]

Comment