Pengesahan RUU TPKS Tidak Akan Menjamin Berkurangnya Kekerasan Seksual

Opini854 Views

 

 

Oleh : Arsy Novianty, Aktivis Remaja Muslimah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA -Kekerasan seksual merupakan salah satu kasus yang sudah tidak asing lagi di telinga dan kerap kali terjadi. Sudah banyak pemberitaan mengenai kekerasan seksual yang tak kunjung henti. Dari kasus tersebut maka muncullah RUU TPKS sesuai fakta berikut ini:

Dilansir media Literasi News (9 Desember 2021), Komisioner Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Bandung Nurlela Qodariyah mengapresiasi Fraksi PKB DPR RI yang saat ini fokus memperjuangkan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak dalam Prolegnas Prioritas 2022.

Nurlaela menjelaskan pengesahan RUU TPKS sangat mendesak mengingat maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi saat ini, bahkan menurutnya saat ini Indonesia sedang mengalami darurat kekerasan seksual.

“Dengan adanya payung hukum ini semoga dapat menekan kasus kekerasan seksual yang saat ini sangat cukup tinggi,” paparnya.

Apakah dengan disahkannya RUU TPKS ini akan membuat kekerasan seksual berkurang?

Bila dianalisa secara mendalam, akar permasalahan ini adalah karena tidak diterapkannya hukum Islam. Hukum yang diimplementasikan adalah buatan manusia yang serba lemah dan terbatas yaitu hukum kapitalis sekuler yang jelas di dalamnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai liberal yang memberi ruang kebebasan bertingkah laku.

Eksistensi RUU ini tetap saja tidak menjadi solusi terhadap kekerasan seksual yang terus berulang di tengah masyarakat.

UU yang dibuat manusia tidak dapat  mengikat masyarakat secara kuat agar tidak melakukan pelanggaran. Begitu pula dengan sanksi bagi pelaku kejahatan, semua aturan yang dibuat hanya menjadi etika dan norma dengan sanksi yang tidak membuat jera pelaku.

Walhasil,  sanksi moral saja biasanya akan diabaikan oleh masyarakat. Sebagaimana yang terjadi sekarang ini manusia dengan begitu mudahnya melakukan perzinahan karena bebasnya pergaulan laki-laki dan perempuan.

Pelaku pelecehan seksual tidak akan jera karena sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku sangat ringan hanya berupa penjara beberapa tahun saja sedangkan yang menjadi korban harus mengalami trauma yang sangat berat. Sungguh sanksi hukum yang sangat tidak adil khususnya terhadap korban.

Solusi terbaik adalah dengan menerapkan hukum islam sebagai satu-satunya metode yang diturunkan Allah SWT. Syariat islam pasti mampu menyelesaikan kejahatan seksual Ini dengan sempurna.

Walaupun Allah mengancam dengan adzab kepada pelaku dosa kejahatan namun Allah memerintahkan kepada pelaku dosa untuk berserah diri kepada Allah karena mungkin saja Allah berkehendak mengampuni mereka. Allah SWT berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa Syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari Syirik itu bagi siapa yang dikehendakinya (TQS an-Nisa [4] : 48).

Sanksi di dunia dilaksanakan oleh Imam (khalifah) atau orang yang mewakilinya dan diselenggarakan sesuai hukum hudud dan melaksanakan hukum hukum jinayat ta’zir dan mukhalafat. Sanksi yang diberikan kepada pelaku dapat menghapuskan sanksi di akhirat. Hal itu karena uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah), dan jawabir (penebus). Keberadaan uqubat sebagai zawajir karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan dari tindak pelanggaran.

Keberadaan uqubat sebagai jawabir karena uqubat dapat menebus sanksi akhirat, sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan oleh negara di dunia.

Sejak kurang lebih 13 abad lamanya, siapa saja yang melakukan dosa besar mereka meminta negara agar menjatuhkan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan di dunia, agar sanksi akhirat bagi mereka gugur. Mereka rela menanggung sakitnya had dan qishash di dunia karena takut azab akhirat. Oleh karena itu uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Wallahualam bishshowab.[]

Comment