RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Mengapa Jokowi terlihat sangat lamban merespon kasus Tragedy Kemanusia-pembantai biadab yang di lakukan oleh Militer Myanmar dan Kaum Bhuddis terhadap Umat Islam Rohingnya? Meski belakangan mengirim Menlu nya Retno Marsudi temui Aung San Suu Kyi, tapi seperti di kritik oleh sejumlah kalangan, Presiden Jokowi seperti takut pada Myanmar.
Ada dugaan kuat, karena faktor China. Myanmar adalah anggota One Belt, One Road (OBOR), yang di motori oleh Presiden Xi Jinping. Dan Jokowi menyeret Indonesia masuk dalam program itu. Padahal kalau di lihal secara seksama, kasus Rohingnya itu ada kepentingan perusahaaan China di dalam nya. Ada cadangan gas terbesar di Rakhine yang di kelola China dan beberapa perusahaan.
Sebagai negara berdaulat dan menganut politik negeri bebas aktif dan sesuai dengan amanat konsitusi, soal ham dan kemanusiaan, maka Jokowi tidak boleh takluk pada tekanan siapapun, apalagi mau jadikan negara ini sebagai boneka dari negara lain, atau menjadi kacung bagi kepentingan asing. Jika hal itu di lakukan secara diam2 atau terang2an, adalah pelanggaran amanat Rakyat dan Konsitusi.
Jadi, jika ada suara protes dan kritik dari berbagai kalangan terhadap kebijakan Luar Negeri adalah hak yang wajar dalam penegakkan kedaulatan Rakyat, Bangsa dan Negara. Jangan sampai suara2 kritis itu dianggap sebagai melawan pemerintah, makar, ekstrim dan radikal yang di hadapi dengan tangan2 kekuasaan yang mematikan demokrasi.
Soal Tragedy pembantaian di Myanmar oleh Militer dan Kaum Bhuddis itu adalah pelanggaran kemanusiaan dan nilai2 kemanusiaan secara universal. Dunia dan Indonesia tidak boleh mendiamkan dengan dalih apa pun. Melihat tayangan video, maupun berita2 yang sudah tersebar luas. Kebiadaban itu sangat menyayat rasa kemanusiaan. Betapa tidak? Orang2 Lemah dari anak2 bayi, wanita dan orang2 tua di bantai secara sadis dan di luar batas kemanusiaan dan juga di usir dari negeri nya yang sudah di diami ratusan tahun. Siapa pun yang menyaksikan itu akan tersayat sayat bathin nya.
Apalagi, di dalam negeri, protes, aksi dan tekanan terhadap pemerintah maupun dunia intrenasional agar segera mencegah kebrtutalan pemerintah Myanmar, militer dan Kaum Bhuddis untuk segera mengakhiri kekejaman mereka terhadap kaum Muslim Rohingya berlangsung setiap saat. Selain bantuan kemanusiaan, bahkan sejumlah masyarakat menyiapkan laskar secara fisik ke Myanmar. Semua itu, akibat lamban nya respon dari pemerintah. Sekarang Masyatakat Islam Internasional mulai proetes, Rusia, Grozny, Cheknya, bahkan Presiden nya Turut dalam aksi Protes. Turki di bawah Erdogan memprakarsai penyelamatan Rohingya dengan segala bantuan nya.
Sudah saat nya, atas amanat Rakyat, Presiden Jokowi harus membantu mencegah kekejian dan kekejaman penguasa Myanamar terhadap Kaum Muslim Rohingnya, bila perlu dengan operasi militer, jika Myanmar sebagai komunitas ASEAN, tidak menghentikan aksi brutal, sadis dan biadab nya. Bila perlu Myanmar di Isolasi, di embargo dan di boikot oleh Masyarakat dan Dunia Internasional.
Dan, Negara ini jangan di bawa dan di kelola untuk kepentingan dalam dan luar negeri kepentingan negara lain, seperti menyeret negeri ini masuk dalam kubangan dan kepentingan China dan lain nya, termasuk di Myanmar. Jika itu di lakukan secara sadar, terencana, maka jangan salahkan sejumlah kalangan yang menganggap tindakan itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap Bangsa dan Negara. [Nicholas]
Comment