Miras Antara Kebebasan Dan Kebijakan Akal

Opini848 Views

 

 

Oleh: Widya Rahayu, Lingkar Studi Muslimah Bali

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Siapa yang tidak tahu Indonesia negeri mayoritas muslim? Negeri yang katanya beradab bahkan Islam Indonesia menjadi model Islam di dunia.

Namun yang terjadi saat ini, masalah miras kembali mengganas. Mendag siap meningkatkan jumlah impor minuman keras (miras), dari 1.000 ml menjadi 2.250 ml (Galamedianews.com, 8/11/2021).

Pada Permendag 20/2021 halaman 671 terdapat ketentuan peralihan pada Pasal 52 huruf (i) yang menyatakan pengecualian impor minuman beralkohol sebagai barang bawaan untuk dikonsumsi sendiri (inews.id, 7/11/2021).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Sikap ini disampaikan karena beleid ini mengizinkan penumpang dari luar negeri membawa lebih banyak minuman beralkohol dari sebelumnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan respons tidak setuju.

Menurut Ketua Umum MUI Cholil Nafis, kebijakan itu hanya menguntungkan wisatawan asing dan membahayakan generasi. (kumparan.com, 7/11/21)

Kontroversi minuman keras sudah terjadi berulangkali. Sebelumnya Pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021, salah satunya tentang kegiatan penanaman modal (investasi) untuk industri minuman beralkohol atau minuman keras (miras). Kebijakan ini menuai kritikan dari berbagai lapisan masyarakat. Salah satunya dari Ketua Umum MUI Anwar Abbas. “Kebijakan ini tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasi,” kata dia.

Setelah mendapat kritikan dari masyarakat, keluar Perpres Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PerPres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam perpres tersebut disebutkan bidang usaha industri minuman beralkohol (minol) dinyatakan menjadi tertutup untuk penanaman modal (Kompas.com, 8/6/2021).

Sangat di sayangkan, kebijakan pelegalan miras kembali terulang kembali, kebijakan Menperindag Nomor 20 Tahun 2021.

Lantas, apakah hal ini dapat dibenarkan? Mengingat miras kerap kali menjadi pemicu banyaknya terjadi tindak kejahatan, terlebih lagi 100% haram bagi umat Islam.

Bukankah penguasa negeri ini muslim? Mayoritas rakyatnya juga muslim. Mengapa tetap diputuskan kebijakan yang “sesat akal” ini? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dikorbankan?

*Industri Miras Menguntungkan para Kapitalis, Sokong Ekonomi Negara*

Tampaknya, punggawa negeri ini tak mau melewatkan begitu saja keuntungan yang didapatkan dari industri miras tak perduli dampak bagi rakyatnya. Sudah ada bukti nyata, industri miras sangat menjanjikan pundi-pundi uang.

Kenapa menguntungkan para kapitalis?
Seperti yang kita ketahui, perlu kerja keras untuk memulihkan perekonomian akibat pandemi yang telah berhasil memporakporandakan keuangan seluruh negara dunia.

Salah satu upaya mengembalikan perekonomian adalah dengan menggenjot sektor pariwisata, terutama wisatawan internasional. Akhirnya, kebijakan dibuat untuk menarik mereka pergi ke negeri 1.000 pulau ini.

Sudah bukan lagi rahasia publik, mayoritas wisatawan mancanegara (wisman) memiliki kebiasaan minum minol. Mereka suka membawa minol saat berwisata sehingga untuk menarik mereka agar mau berlibur ke Indonesia, Pemerintah memberikan kelonggaran dalam membawa minol.

Jadi, bila dilihat dari sisi pemerintah, keuntungannya adalah pemasukan dari sektor pariwisata yang berkorelasi dengan naiknya pendapatan negara.

Oleh karena itu, dapat kita ketahui saat ini para pejabatnya mengikuti konsep berpikir kapitalistik, yakni ukuran kebahagiaan adalah dengan materi (uang, pendapatan negara).

Secara tidak langsung negara telah mengadopsi pemikiran sekularisme liberalisme turunan kapitalisme. Walhasil, kebijakan yang sesat akal di berlakukan.

Begitu mudah menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan hukum Allah. Padahal, sudah jelas haram dalam Islam.

Tapi inilah yang terjadi, negeri mayoritas muslim terbesar ini telah lama meninggalkan Islam sebagai aturan kehidupan. Penguasanya lebih condong memilih hukum yang diambil dari keputusan manusia, tak memandang halal atau haram.

Sistem Islam Solusi Tebas Miras Dari Negeri

Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah: 90-91).

Begitu jelas Allah telah ingatkan kepada manusia, minuman keras termasuk salah satu perbuatan setan yang merugikan pelakunya.

Umar bin Al-Khaththab ra. menjelaskan bahwa khamr (minuman keras) dapat menutupi dan menghalangi akal untuk berpikir dengan jernih. Selain itu, sebab keharamannya ialah dapat memabukkan.

Keharaman tersebut semata-mata untuk kebaikan manusia, yakni li hifdzil ‘aql (menjaga akal) yang telah diberikan Allah Swt.. Selain itu, segala kejahatan dapat dihindarinya akibat dari meminumnya.

Jika manusia telah hilang akal, tak mampu lagi membedakan antara kebaikan dengan keburukan. Tak jarang membunuh, memperkosa, berzina, merampok, dan lain sebagainya, semua diawali dengan meminum miras. Miras salah satu perusak akal manusia.

Hanya sistem Islam yang mampu menjaga manusia dari segala keharaman dan membantu mengamalkan kebaikan. Khalifah tak akan memberi ruang sedikit pun bagi perbuatan haram untuk dilakukan.

Tidak akan ada industri minuman keras yang berani berdiri. Tidak akan ada investasi haram yang menjadikan rakyat serta generasi rusak. Khalifah dan seluruh jajarannya akan menjadikan negeri berkah penuh rahmat jauh dari maksiat. insyaAllah.[]

Comment