Pinjol, Lembaga Ribawi Pencekik Rakyat

Opini650 Views

 

 

Oleh : Seri Pati, Apoteker

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pinjaman online alias pinjol menjadi tren belakangan ini karena memiliki daya tarik yang kuat di tengah-tengah masyarakat, mulai dari persyaratannya yang simpel, akses yang mudah dan uang yang dipinjam dapat cair dengan mudah dan cepat.

Hal ini sangat mengiurkan masyarakat, di tengah pandemi justru peminat pinjol makin melonjak, terbukti dengan semakin banyaknya lembaga pinjol bermunculan. Kondisi ekonomi yang terkontraksi akibat pandemi Covid-19 seolah menjadi tanah yang gembur bagi pertumbuhan oknum pinjaman online.

Pinjol yang dijadikan solusi alternatif bagi masyarakat yang sedang membutuhkan dana, justru membuat masyarakat semakin resah karena dihantui dengan kehadiran pinjol ilegal yang sangat merugikan.

Menurut Satgas Waspada Investasi (SWI) seperti dikutip InfoKomputer (22/09/21), mencatat lonjakan pengaduan masyarakat yang dirugikan pinjol ilegal hingga 80%, periode Januari-Juni 2021. Bahkan sepanjang Juli 2021, satgas telah memblokir 172 platform pinjol ilegal.

Masyarakat dihimbau agar selalu menggunakan pinjol yang sudah terverifikasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Hal ini sesuai dengan pernyataan resmi OJK dikutip dari CNBC (19/10/21).

“OJK mengimbau masyarakat untuk selalu menggunakan jasa penyelenggara fintech lending yang sudah terdaftar/berizin dari OJK”.

Maraknya pinjol ilegal menuntut masyarakat untuk selalu berhati-hati melakukan transaksi dengan jasa pinjol. Sudah banyak korban akibat pinjol ilegal ini, seperti kasus di Wonogiri, Karyawan pinjaman online (Pinjol) ilegal yang ditangkap polisi usai meneror ibu berinisial WPS (38).

WPS seperti diberitakan tribunnews, Jumat (15/10/2021), diduga bunuh diri lantaran tidak kuat diteror karena terlilit utang di 25 pinjol ilegal sekaligus. Dia ditemukan warga dalam kondisi menggal tak wajar di rumahnya, Wonogiri, Jawa Tengah.

Negara bahkan memberikan kesempatan pada asing memiliki platform fintech yang sudah disahkan oleh OJK. Per September 2019, terdapat 39 fintech asing yang terdaftar di Indonesia.

Mereka memiliki platform fintech baru atau membentuk joint venture bekerja sama dengan mitra lokal. Bagi asing, Indonesia merupakan pasar besar, potensinya luar biasa, pertumbuhan ekonominya sangat baik, PDB bagus, dan terdapat pelaku UMKM yang sangat banyak.

Tidak menutup kemungkinan asing juga memiliki pinjol ilegal, hampir 50% pinjol asing di Indonesia didominasi oleh negara Cina, Amerika Serikat dan Singapura. Hal ini menjadikan pinjol ilegal semakin subur di negara ini.

Dari sisi lain, bunga pinjol membuat rakyat tercekik dengan kebijakannya dan menetapkan bunga yang sangat tinggi. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti dikutip dari CNBC (28/11/20), mencatat rata-rata bunga pinjaman pinjol mencapai 0,8% per hari. Bila sebulannya (30 hari) bunganya mencapai 24%. Bila pinjam selama 90 hari menjadi 72%.

Lalu mengapa pinjol menjadi favorit masyarakat? Ada beberapa faktor penyebab hal ini terjadi, pertama, lemahnya ekonomi masyarakat. Berdasarkan data BPS 2019 jumlah penduduk berpendapatan per kapita Rp.25 ribu mencapai 52,8%.

Sementara, menurut laporan Bank Dunia pada 2020, total kelompok miskin, rentan dan menuju menengah mencapai 78,3%.

Untuk memenuhi kebutuhan mendesak seperti makan, pendidikan, kesehatan dll, banyak masyarakat menilai bahwa pinjol menjadi solusi permasalahan mereka. Bukan perkara baru bagi masyarakat Indonesia banyak terlibat pinjol karena faktor ekonomi, terlebih di era pandemi saat ini.

Kedua, pola hidup konsumtif masyarakat Indonesia sangat tinggi. Sehingga ini menjadi peluang besar bagi pinjol domestik maupun asing untuk semakin memperluas keberadaan mereka di Indonesia. Menurut data OJK 2018 sebanyak 3.516 situs pinjol ilegal telah di blokir. Nyatanya pinjol yang terdaftar resmi di OJK hanya ratusan.

Perusahaan pinjol tidak tertarik mendapatkan legalitas karena permintaan masyarakat terhadap pinjol ilegal semakin besar meskipun dengan bunga mencekik, tidak menyurutkan langkah masyarakat untuk bertransaksi dengan pinjol ilegal demi tuntutan kehidupan yang hedonis di sistem kapitalis demokrasi sekuler hari ini.

Ketiga, adanya legalitas lembaga keuangan riba. Pemerintah memberikan fasilitas lembaga keuangan seperti perbankan, koperasi dan PNM beroperasi dengan bunga rendah. Bagi masyarakat yang sudah terlanjur bertransaksi dengan pinjol tanpa adanya pemahaman tentang riba, tentu pinjol ilegal lebih menarik karena tawaran dan promosi yang sangat menggiurkan. Toh negara pun telah menghalalkan yang jelas-jelas haram menurut syariat Islam.

Pinjol yang menetapkan bunga untuk setiap nasabahnya merupakan praktek riba. Hal ini sangat bertentangan dengan Islam. Dalam pandangan Islam segala jenis transaksi yang menghasilkan bunga adalah riba, dan riba hal yang di haramkan didalam Islam.

Sebagaimana Allah SWT berfirman :

“…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (TQS.Al Baqarah : 275).”

Dalam Hadist dari Abu Hurairah ra menuturkan bahwa Nabi SAW bersabda :

“Riba itu (ada) 70 dosa, yang paling ringan adalah (seperti) seorang laki-laki yang menikahi ibunya sendiri” (HR Ibn Majah, al-Baihaqi, Ibn Abi Syaibah dan Ibn Abi Dunya).

Kasus pinjol menjadi bukti buruknya dampak transaksi ribawi. Sepatutnya negara tidak hanya meregulasi tapi menghapus penyebab masyarakat terjerat kemiskinan akibat gaya hidup konsumtif dengan adanya Lembaga keuangan ribawi

Jelas negara ini miskin proteksi terhadap maraknya lembaga keuangan ribawi yang semakin menjamur di Indonesia, rakyat semakin dikepung riba dari berbagai macam arah. Jika dapat kita telusuri kembali, pinjol legal maupun ilegal sebenarnya sama saja, keduanya mengandung transaksi riba.

Tidak bisa negara hanya memberantas pinjol ilegal saja, pemerintah juga wajib menutup pinjol ilegal yang pada hakekatnya dua-duanya mengandung unsur kezaliman pada pihak lain.

Semakin banyaknya korban berjatuhan akibat pinjol, ini membuktikan negara dengan sistem kapitalis sekuler saat ini tidak memberikan solusi terbaik bagi umat.

Bila kita merujuk kepada Islam, Islam jelas sudah mengharamkan perbuatan ini. Bahkan memberikan sanksi berat bagi mereka yang melakukan riba, seperti yang tertuang pada Firman Allah SWT berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (TQS. Ali Imron:130).

Negara seharusnya memberikan pemahaman dan pendidikan kepada masyarakat mengenai transaksi riba. Dengan adanya kesadaran dari masyarakat maka tidak ada yang akan berani melanggar syariat Islam.

Serta masyarakat juga mengambil peran untu masing-masing menjaga dan mengontrol jika ada dijumpai indikasi riba ditengah-tengah masyarakat. Sehingga transaksi riba tidak mudah tersebar.

Sistem perbankan dan lembaga keuangan lainnya yang bertentangan dengan syariat Islam tidak diperbolehkan tumbuh dan berkembang di wilayah negara Islam.

Adapun jika masyarakat membutuhkan dana untuk kebutuhan, maka ada Baitulmal yang memiliki pos kepemilikkan daulah untuk memberikan pinjaman tanpa riba. Bahkan bisa jadi Baitulmal akan memberikan dana tanpa menuntut pengembalian dari masyarakat jika kondisi keuangan Baitulmal sedang baik.

Untuk warga fakir miskin bagaimana daulah Islam menanganinya? Kebutuhan fakir miskin di dalam daulah Islam terpenuhi dari pos zakat dan pemasukkan daulah lainnya.

Untuk kebutuhan fasilitas publik seperti kesehatan, pendidikan dan lain-lain, negara memfasilitasi dan menyediakan sarana terbaik secara gratis.

Jadi, sistem Islamlah jalan satu-satunya pemecah permasalahan ini. Dengan adanya sistem Islam mengharuskan negara menerapkan ekonomi Islam dan menutup keran menjamurnya pinjol yang berbasis riba, sehingga umat terbebas dari jeratan riba. Wallahu a’lam.[]

Comment