Menghentikan Aksi Teroris KKB di Papua

Opini617 Views

 

 

 

Oleh : Hani Handayani, Pemerhati Kebijakan Publik

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kekerasan di negeri Cendrawasih tak kunjung padam sebagaimana seperti dilansir beberapa media Senin (13/9) lalu, kelompok teroris Kelompok  Kriminal Bersenjata (KKB) menyerang tenaga kesehatan dan guru di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua.

Dalam penyerangan ini sejumlah tenaga kesehatan (nakes) menjadi korban, salah satunya meninggal yakni Suster Gabriel Meilani yang masuk ke dalam jurang sedalam 500 meter. Sementara rekannya saat ini menurut Juru Bicara OPM, Debby Sambom mengklaim, Gerald Sokoy tidak disandera pihaknya karenanya mereka akan berencana menyerahkan Gerald ke pihak gereja, (surbaya.tribun.co.id 24/9/2021).

Kasus ini jelas meninggalkan duka bagi sejumlah nakes yang menjadi korban, terlebih pihak keluarga. Aksi teror ini mendapat kecaman dari berbagai pihak dan sempat tranding sepanjang Sabtu, 18 September 2021 lalu.

Sementara dari pihak TNI, Pangdam XVII/ Cendrawasih tidak tinggal diam Brigadir Jendral TNI Bambang Trisnohadi memerintahkan pasukannya menangkap Teroris KKB Pimpinan Lameu Taplo dalam keadaan hidup atau mati. Sementara menurut Komandan KOREM 172, Brigjen TNI Izak, pengembangan aksi Teroris KKB merupakan aksi balas dendam atas dua orang anggota mereka dan 50 senjata yang berhasil diamankan TNI.

Permasalahan di Papua ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi akar permasalahan keamanan di Papua. Dilansir kompas.com dalam artikel ‘ Polri: Aksi Kekerasan KKB tak Terjadi di Semua Wilayah Papua’. Dikatakan dalam artikel tersebut disebutkan faktor-faktor yang menjadi penyebab salah satunya adalah adanya politik kolonialisme, ekonomi dan kesejahteraan sosio-kultural, serta ideologis dan nasionalisme.

Bila dilihat secara geografis Papua merupakan tanah yang kaya berbagai hasil tambang terutama emas yang sangat besar. Namun sayang, dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah tidak membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di provinsi Papua tinggi, malah dikategorikan paling rendah di Indonesia.

Seperti dilansir katadata.co.id (23/9/2019), IPM nasional 2019 mencapai 71, 92 sedangkan Provinsi Papua hanya 60, 44 itu untuk kota/kabupaten pada tahun 2020. Kabupaten selanjutnya yang memiliki IPM terendah di Kabupaten Puncak dan Pegununangan Bintang, masing-masing sebesar 41,81 dan 44,2.

Belum lagi persoalan internalisasi terkait pemenuhan hak-hak masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Semenjak Papua kembali ke pangkuan Indonesia tahun 1963 hingga saat ini, masyarakat belum merasakan pelayanan dalam bidang ekonomi, kesejahteraan dan pendidikan. Sehingga masyarakat di sana merasa kecewa terhadap pemerintah pusat yang tidak mempedulikan kesejahteraan mereka.

Wajar bila masyarakat Papua menggaungkan kemerdekaan bagi mereka sehingga terciptalah kelompok-kelompok yang ingin memisahkan diri dari Indonesia.

Belum lagi kelompok-kelompok ini mendapat dukungan dari pihak “asing”. Berdasarkan hasil penelitian kajian Papua oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sebagaimana dilansir bbc.com, (13/12/2018), gerakan-gerakan pro kemerdekaan Papua merupakan imbas dari perlakuan tidak adil yang dialami masyarakat Papua dan pemerintah Indonesia yang dianggap represif.

Bila melihat kondisi seperti ini maka penyelesaian persoalan di Papua haruslah menuntaskan akar permasalahan yang mendasar di sana. Butuh mitigasi peran negara secara total agar penjaga dan perlindungan rakyat di Papua terjamin. Fungsi negara secara umum adalah melaksanakan ketertiban dan keamanan; mewujud kemakmuran dan kesejahteraan; menjaga pertahanan dan keamanan serta menegakkan keadilan.

Maka sikap negara harus serius dalam menumpas kelompok separatis, agar terwujud keamanan dan ketenteraman rakyat. Negara seharusnya bisa memiliki upaya pencegahan dan penanganan kelompok separatis ini seperti apa yang telah dilakukan negara ini terhadap pelaku teroris. Kenapa pada kelompok separatis ini tindakan seperti itu tidak bisa dilakukan?

Upaya yang bisa dilakukan negara agar benih-benih separatis ini tidak muncul, di mana diketahui gerakan ini berawal dari ketimpangan sosial, diskriminasi dan ketidakadilan yang terjadi maka hal ini harus di tuntas terlebih dahulu.

Persoalan inilah yang harus diuraikan negara, agar jaminan kebutuhan dasar bagi rakyat Papua terjamin. Bukan hanya pembangunan infrastruktur yang diperbaiki, namun kebutuhan rakyat Papua baik sandang maupun papan, pendidikan, kesehatan dan  keamanan harus terpenuhi secara layak.

Dalam penegakan keadilan bagi pelaku kejahatan yang menganiaya warga negara harus ditindak tegas.

Dalam Islam, persatuan dan kesatuan negara wajib dijaga. Sanksi akan diberikan kepada para pelaku makar (bughat) dan diperangi dengan tujuan men-ta’dib (memberi palajaran) tanpa menghilangkan nyawa. Agar mereka kembali sadar dan bersatu dalam wilayah negara.

Inilah solusi yang bisa di lakukan dalam menyikapi persoalan Papua, agar kasus kekerasan di sana tidak terulang dan kedamaian tercipta. Wallahu a’lam.[]

Comment