Oleh : Widya Soviana, ST., M.Si, Dosen dan Pemerhati Masalah Sosial Masyarakat
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Publik kembali disuguhkan kabar yang menggelitik terkait wacana pemerintah untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa pendidikan setelah pandemi Covid-19.
Wacana pemerintah tersebut telah dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) dengan nilai PPN sebesar 7 % seperti yang dilansir kontan.co.id pada Rabu, 08 Setember 2021.
Melalui staf khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pemerintah menerangkan bahwa saat ini masih fokus terhadap penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, sehingga menunda pemungutan pajak tersebut.
Adapun kriteria sekolah yang akan dikenakan PPN menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagaimana dikutip finance.detik.com, (1309/21) adalah sekolah tertentu yang sifatnya komersial dan lembaga Pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Maka untuk sekolah negeri dan madrasah tidak akan dikenakan PPN. Pajak Pendidikan dimaksudkan untuk membedakan jasa Pendidikan yang masif diberikan oleh pemerintah dengan swasta yang mencari keuntungan yakni SPP sekolah yang tinggi.
Namun, hingga saat ini belum dijelaskan berapa jumlah SPP yang masuk dalam kategori tinggi tersebut dan bagaimana dasar dalam menentukan tinggi rendah jumah SPP yang diterima oleh sekolah-sekolah swasta yang ada.
Perubahan paradigma di tengah masyarakat terhadap sekolah swasta telah mempengaruhi daya tarik sekolah swasta menjadi sekolah yang dipilih oleh orang tua siswa di masa sekarang.
Hal ini menyebabkan maraknya kemunculan sekolah-sekolah swasta yang menawarkan kurikulum yang berbeda di samping pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan sekolah negeri.
Sehingga sebagian orang tua rela mengeluarkan uang lebih untuk pendidikan anak-anak mereka. Hal ini berbeda dengan keadaan sekitar 20 tahun yang lalu, di mana sekolah swasta kurang diminati oleh masyarakat karena label sekolah swasta hanya bagi siswa yang tidak lulus seleksi di sekolah negeri. Artinya, dahulu sekolah swasta bukanlah pilihan namun menjadi hal yang terpaksa dilalui demi melanjutkan pendidikan sekolah.
Saat ini sekolah swasta memiliki wajah baru di mata masyarakat. Sekolah swasta menawarkan kurikulum plus dengan kualitas pengajar rata-rata di atas standar pada umumnya.
Dengan sarana dan prasarana sekolah yang memadai menjadikan sekolah swasta lebih nyaman dan aman dibandingkan dengan sekolah negeri. Adanya perbedaan kualitas layanan sekolah swasta dengan sekolah negeri menyebabkan sekolah swasta lebih diminati oleh masyarakat secara umum.
Di samping itu, sekolah swasta juga menawarkan layanan yang ramah, sekolah swasta menerima setiap tanggapan dan saran yang diberikan oleh orang tua siswa untuk meningkatkan sistem pembelajaran yang dilaksanakan.
Untuk mencapai itu semua, tentu sekolah swasta harus menyiapkan modal yang besar agar segala aspek yang ditawarkan kepada masyarakat tersebut dapat terpenuhi.
Dengan biaya yang dikeluarkan secara mandiri (tanpa bantuan pemerintah), sekolah swasta harus mampu mengembalikan modal investasi yang telah dikeluarkan dengan cara mengutip SPP sekolah dari setiap siswa yang akan bersekolah. Setiap sekolah swasta memiliki variasi biaya SPP sendiri, besar kecilnya tergantung dengan daya jual masing-masing sekolah. Masyarakat pun dapat memilih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Adanya fenomena tersebut, seharusnya menjadi evaluasi pemerintah untuk memberikan sistem dan layanan pendidikan yang terbaik bagi anak bangsa. Sehingga tidak terjadi kesenjangan pendidikan yang diperoleh masyarakat dari sekolah negeri dengan sekolah swasta.
Setiap anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan dengan baik secara cuma-cuma, karena hal tersebut merupakan kewajiban negara. Ketika ada pihak swasta yang membantu pemerintah dalam hal pendidikan, seharusnya diapresisasi dengan memberikan bantuan untuk meringankan operasional sekolah-sekolah swasta tersebut.
Kebijakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah pasti akan mempengaruhi jumlah biaya SPP yang seharusnya dibayar oleh masyarakat, bukan sebaliknya mewacanakan PPN dalam jasa pendidikan.
Biaya SPP sekolah yang tinggi telah menjadi beban orang tua siswa untuk memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya. Ditambah dengan pemberlakuan pajak di tengah-tengah lembaga jasa pendidikan berarti pemerintah telah turut pula menambah beban dipundak masyarakat dalam hal memperoleh pendidikan.
Padahal pendidikan merupakan salah satu dari enam jaminan yang seharusnya diberikan oleh negara kepada rakyatnya. Di samping jaminan negara terhadap sandang, pangan dan papan untuk rakyat, jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanan merupakan kewajiban negara secara langsung terhadap rakyatnya.
Di sini berarti pemerintah wajib memberikan jaminan pendidikan secara berkualitas dan gratis kepada seluruh rakyat sebagaimana pula jaminan akan kesehatan dan keamanan.
Adapun jaminan akan sandang, pangan dan papan, pemerintah berkewajiban menyediakan jalan kepada rakyatnya untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya tersebut. Begitulah idealnya sebuah negara dan pemerintah dalam melayani dan mengurusi rakyatnya. []
Comment