Wacana Pajak Dunia Pendidikan, Haruskah?

Opini584 Views

 

 

Oleh : Yuli Wulandari, S.Pd.I, Pegiat Literasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pandemi belum bertepi dan kesiapan pendidikan yang masih terkesan carut marut dalam sistem pembelajaran selama pandemi, kini mendapat hantaman lagi. Naiknya prosentase putus sekolah atau kuliah akan diimbuhi pajak yang akan menggerogoti.

Ada informasi terbaru, wacana tentang Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap jasa pendidikan sebesar 7%. Sehingga, jasa pendidikan tak lagi dikecualikan dalam lingkup non Jasa Kena Pajak (JKP).

Agenda tersebut seperti dikutip kontan (9/9/2022) tertuang dalam Rancangan Undang-undang (RUU) saya tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja (Panja) RUU KUP Komisi XI DPR RI.

Betapa dada kian sesak mendengar wacana tersebut di tengah berbagai kebutuhan yang mendesak. Fokus penanganan pandemi seolah sekadar lips service. Belum lagi memikirkan kesehatan, dan kini akan ditambahi memikirkan beban biaya pendidikan yang mahal, akan semakin mahal.

Bagaimana bisa, di tengah kondisi pandemi, masih bisa mencari-cari celah di ranah yang urgent. Di mana pendidikan merupakan bagian elemen penting dalam sebuah peradaban. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Bagaimana bisa terpenuhi hak tersebut, jika elemen penting berupa pendidikan ini, tidak mampu terjangkau oleh semua penduduk negeri. Lantas, bagaimana nasib kualitas generasi penerus bangsa yang akan datang?

Wacana ini semakin menunjukkan bagaimana peran negara yang masih belum maksimal terhadap tanggung jawab di dunia pendidikan. Wajib belajar seolah hanya jargon yang digaungkan. Sangat disayangkan jika hal ini terbukti benar-benar akan dilaksanakan.

Seyogyanya, butuh dikaji ulang dengan ekstra hati-hati bersama stake holder yang ada. Pajak pendidikan yang akan dipungut ini seakan menggambarkan bahwa negara mencari celah untuk memperbanyak pungutan pajak.

Rakyat akan dikerumuni pungutan pajak yang mengikat, termasuk jasa pendidikan yang tengah menjadi wacana hangat. Hal ini mencerminkan penerapan pendidikan yang ada menganut sistem kapitalis. Berbagai macam pajak terus menghimpit dan menjepit kehidupan rakyat. Pendidikan pun diperjual belikan sebagai komoditas. Alih-alih melayani pendidikan secara berkualitas dengan memberikan biaya rendah atau bahkan gratis beserta fasilitas yang memadai, wacana pajak jasa pendidikan justru sangat menyakiti dan membebani, meskipun diwacanakan akan diberlakukan pasca pandemi. Tentunya, hal ini bisa memicu hadirnya berbagai problematika sosial tanpa ada solusi tuntas di dalamnya.

Berbeda dengan penyelenggaraan pendidikan yang sepenuhnya dijamin oleh negara bagi seluruh rakyat yang pernah diterapkan dalam sistem Islam.

Sejak Islam hadir di tengah umat, selalu menginginkan mencetak generasi berkualitas sebagai penerus dan kepemimpin umat yang bertakwa. Sehingga, saking pentingnya pendidikan bagi negara, maka seluruh pendidikan akan dijamin bebas dari beban biaya. Seluruh warga bisa menikmati tanpa terbebani memikirkan biaya.

Fakta membuktikan bahwa di bawah asuhan kapitalisme dan sekularisme hanya memproduksi manusia minus nurani dan kehilangan jati diri sebagai hamba. Menjamurnya lembaga pendidikan Islam di tengah arus sekular liberal mengindikasikan bahwa pendidikan berasas sekuler tak mampu memberi penyelesaian atas persoalan pendidikan.

Meluruskan mindset pendidikan sangat penting, sebagai peta jalan apa dan mau dibawa ke mana pendidikan kita. Butuh upaya sadar, terstruktur, dan sistematis untuk menyukseskan misi penciptaan manusia sebagai abdi di muka bumi.

Ranah pendidikan memiliki banyak kemuliaan yang mutlak diprioritaskan. Revolusi pendidikan secara sistematis bukan permak masalah cabang, apalagi menambahi beban dengan wacana pajak jasa pendidikan.

Sebagai contoh, kita bisa melihat kembali sejarah Islam yang mengalami kejayaan dan kegemilangan yang diakui dunia Internasional selama 1300 tahun atau 13 abad. Lembaga pendidikan dan majelis ilmu tumbuh subur serta bermunculan para ulama sekaligus ilmuwan yang terintegrasi sains dan agama. Ilmu dunia dan akhirat berpadu demi kemaslahatan hidup umat manusia. Bagusnya lagi, semua difasilitasi dan didukung penuh oleh negara tanpa beban biaya alias gratis.

Maka, selayaknya pajak jasa pendidikan itu dibatalkan karena bukan solusi terbaik bagi keberlangsungan generasi. Peran dan tanggung jawab negara sangat dibutuhkan demi kegemilangan peradaban bangsa dan negara yang kita cintai. Wallahualam bishowab.[]

Comment