Sekolah Tatap Muka Sebuah Paradoks Dan Lost Generation

Opini568 Views

 

 

Oleh : Dian Sefianingrum, Mahasiswi Universitas Islam Al Azhar Indonesia

__________

RADARINDONESIANEWS.COM,  JAKARTA– Saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3, 2, dan 1 pemerintah mulai membolehkan pelaksanaan Sekolah Tatap Muka (PTM).

Juru bicara satuan tugas penanganan covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan per tanggal 22 Agustus 2021 ada 261.040 satuan pendidikan yang menyelenggarakan pembelajaran tatap muka secara terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat. (Kompas.com, 26/8/2021)

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan keputusan tersebut sebab ini adalah tindakan gegabah. Menurut bidang advokasi guru P2G Iman Z Haeri vaksinasi anak dan guru harus dituntaskan di sekolah tersebut sebelum dilaksanakannya PTM terbatas. (Republika.co.id, 22/8/2021)

Pendidikan dalam Islam di Masa Pandemi

Keputusan untuk membuka Sekolah Tatap Muka di masa pandemi memang tidak mudah. Di satu sisi, ada resiko penularan covid-19 di sekolah. Namun, di sisi lain, pembelajsran dari rumah akan beresiko terjadinya penurunan kualitas pendidikan jika terus dilanjutkan.

Desakan kondisi telah menuntut pemerintah untuk menyiapkan PTM, namun sayang tidak seiring dengan kebijakan penyiapan infrastruktur sempurna untuk kebutuhan PTM di tengah pandemi.

Terlebih jika sistem kapitalisme menjadi corak suatu kepemimpinan hanya akan membuat penguasanya mencukupkan diri untuk sekedar ketuk palu buka atau tutup sekolah tatap muka dan berlepas tangan dengan menyerahkan keputusan PTM kepada pemerintah daerah, kantor wilayah, dan orang tua melalui komite sekolah.

Padahal yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan infrastruktur dan fasilitas sehingga sekolah siap untuk melaksanakan KBM di masa pandemi dengan aman dan berkualitas.

Kepemimpinan seperti itu, hanya akan dimiliki oleh penguasa yang berjiwa periayah (pengurus) sehingga dalam membuat kebijakan, penguasa tersebut akan memperhatikan rakyat dengan menimbang faktor jaminan keamanan-keselamatan manusia, bukan berdasar desakan publik semata.

Karakteristik pemimpin yang demikian itu, hanya ditemui dalam sistem Islam, tidak di sistem lainnya. Rasulullah SAW dalam sabda beliau :
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).

Selain itu karakteristik pemimpin di dalam sistem  Islam akan senantiasa memutuskan perkara berdasarkan syariat Islam, termasuk paradigma ketika mengatur pendidikan.

Dalam kitab Usus Al-Ta’lim Al-Manhaji disebutkan tujuan pendidikan Islam adalah pertama, membentuk kepribadian Islam (syaksiyah Islamiyyah) yakni pola pikir dan pola sikap Islam untuk peserta didik; kedua, membekali peserta didik dengan ilmu keislaman (tsaqafah Islamiyyah); ketiga, membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan seperti sains da teknologi maupun ilmu terapan.

Tujuan ini direalisasikan dengan metode pembelajaran yang harus ditempuh dengan proses penerimaan yang disertai proses berpikir (talqiyan fikriyan) sehingga berpengaruh dalam perilaku bagi siswa. Maka penguasa akan mewujudkan tujuan pendidikan tersebut apapun kondisinya. Andaikan terjadi pandemi, pendidikan akan tetap dilangsungkan melalui proses berpikir yang efektif (talaqiyah fikriyan).

Penguasa dalam Islam akan mengerahkan seluruh sumber daya negara berupa manusia, dana, fasilitas, energi dan sebagainya untuk mewujudkan pendidikan yang efektif bagi semua warga dan tetap tanpa biaya.

Listrik, jaringan internet, buku, materi ajar, dan semua peralatan akan disediakan oleh negara secara gratis, sehingga tidak ada anak yang tidak bisa sekolah karena pandemi. Guru akan dibina dan diberi perhatian oleh negara sehingga mampu mengajar secara professional dalam kondisi khusus ini. Guru juga diberi fasilitas yang memudahkannya untuk mengajar.

Selain itu, Islam juga memerintahkan agar penguasa pusat berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan tokoh setempat (majlis wilayah) dari berbagai latar belakang (termasuk pakar kesehatan) untuk menentukan bisa atau tidaknya diberlakukan sekolah tatap muka di sebuah wilayah.

Para orang tua juga dilibatkan untuk menyukseskan proses pendidikan baik terkait menjaga kesehatan anak, membiasakan taat protokol kesehatan, dan mendampingi pendidikan anak.

Inilah kesungguhan Islam jika diterapkan secara menyeluruh dan praktis mampu mewujudkan kebutuhan pendidikan rakyat, sehingga tidak akan terjadi lost generation meski pandemi terjadi. Wallahua’lam.[]

Comment