Kritik Warga Terhadap Kondisi, Mural Bermunculan

Opini601 Views

 

 

Oleh: Yuli Ummu Raihan, Aktivis Muslimah Tangerang

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Belakangan muncul banyak mural di tepi jalan. Mural merupakan hasil kreatif coretan tangan berisi kritik terhadap sebuah kondisi. Namun coretan pada tiang dan dinding jalan tersebut membuat resah kalangan tertentu.

Coretan mural tersebut dalam lirik lagu Iwan Fals digambarkan sebagai pemberontakan kucing hitam yang terpojok di tiap tempat sampah di tiap kota. Lirik lagu yang dipopulerkan oleh Iwan Fals ini sangat cocok dengan kondisi belakangan ini.

Viral di media sosial berbagai mural atau tulisan di dinding yang merupakan bentuk penyaluran ekspresi masyarakat yang diwakili oleh para muralis.

Di antara mural yang viral itu berisi kalimat “Tuhan, Aku Lapar! ” dan “Jokowi 404 Not Found”.

Kalimat yang menggambarkan kondisi kekinian. Rakyat berjuang hidup melawan kondisi dan rasa lapar sementara penguasa yang diharapkan mengurus rakyatnya tidak hadir secara penuh dan tidak berempati pada nasib rakyatnya.

Mural ini melengkapi semua upaya rakyat untuk bersuara pada penguasa. Mural ini bentuk ekspresi kekecewaan rakyat yang berharap mendapat perhatian. Ironinya, walau hanya sebuah mural, tapi pihak berwajib menghapusnya.

Mati satu tumbuh seribu. Penghapusan mural yang terlanjur viral ini justru memantik semangat para kritikus jalanan lainnya untuk membuat hal yang senada bahkan lebih pedas, seperti “Urus Saja Moralmu, Jangan Urus Muralku”.

Selain mural, kritikan tajam juga bermunculan, seperti poster, foto, video, dan kreatifitas lainnnya yang diunggah di media sosial. Netizen seperti tersulut rasa ketidaknyamanan dan kekecewaan terhadap penguasa. Ini salah satu indikasi telah terjadinya pergolakan pemikiran dan perasaan rakyat.

Rakyat telah muak dengan segala kebijakan dan sikap penguasa. Pandemi yang belum kunjung usai, menjadikan kehidupan semakin sulit. Para pelukis mural menganggap pejabat anosmia empati, mati nurani, mencla-mencle, dan terkesan tidak serius, bahkan sibuk dengan ambisi kekuasaan.

Ironisnya, di saat pandemi yang menyusahkan rakyat ini, mereka sibuk menebar citra melalui baliho besar yang berbiaya mahal, berkompromi dan menyusun strategi memuluskan ambisi politik mereka.

Mural yang merupakan ekspresi kekecewaan rakyat tersebut amoral karena dianggap menghina simbol negara.

Bukankah presiden sendiri yang menyampaikan, bahwa kritik yang membangun penting diutarakan, terutama terkait banyak hal yang belum terselesaikan oleh pemerintah. (Cnnindonesia.com, 16/8/2021)

Bukankah mural ini adalah bentuk kritik melalui seni? Seharusnya pemerintah membuka ruang diskusi agar kebijakan yang dibuat tetap merakyat, bukan hanya memprioritaskan kepentingan segelintir elit politik.

Rivanlee Anandar, peneliti Kontras menilai pernyataan presiden ironi. Meminta dikritik, tapi begitu ada kritikan bersikap refresif. Bagaimana rakyat tidak semakin geram, segala upaya untuk menyampaikan pendapat dibungkam. Sementara air mata kepedihan dan kesulitan mengalir terus, teriakan lapar semakin menggema.

Beginilah wajah buruk demokrasi sekuler yang digaungkan Barat dan ditaklidi oleh negara berkembang termasuk Indonesia. Slogan demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu telah tenggelam oleh kepentingan kelompok dan pribadi. Apakah ini sebagai pertanda matinya demokrasi?

Kondisi ini akan berbeda jika islam dijadikan sebagai aturan hidup dan kebijakan di negeri ini. Dalam Islam, menyampaikan pendapat adalah hak semua orang. Bahkan pendapat yang mengandung kritik terhadap penguasa merupakan bentuk amar ma’ruf nahi mungkar yang wajib dilakukan.

Rasulullah saw. bersabda,  “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat yang hak kepada penguasa atau pemimpin yang zalim. ” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Tapi sebelum mengkritik sebaiknya dimulai dengan menasehati, harus tahu dulu ilmunya, yaitu mengkritik kebijakan bukan pribadi. Kritik juga harus disampaikan dengan cara yang ahsan.

Terkait mural mungkin harus diperhatikan pula tata kota, keindahan, dan kenyamanan semua pihak. Kritik yang membangun disertai solusi. Sehingga mural dan pesan yang ingin disampaikan dapat ditangkap langsung oleh penguasa, dan dicarikan solusinya.
Wallahu a’lam bishashawab.[]

Comment