Pandemi, Stunting Pada Anak Semakin Menggurita

Opini624 Views

 

 

Oleh: Desi Nurjanah, S.Si, Mahasiswi S2 Gazi University, Ankara, Turki

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sebanyak 24% anak Di Indonesia masuk ke dalam kategori stunting. Banyak faktor yang mempengaruhi tingginya stunting di Indonesia di antaranya adalah aspek gizi,  pola hidup masyarakat dan pengasuhan orang tua.

Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan seperti aspek pangan,  perumahan, infrastruktur dan sumber daya air.

Kecukupan gizi anak-anak harus dipenuhi agar mereka dapat menjadi anak yang berakhlakul karimah serta selamat dunia akhirat (dara.co.id, 9/6/21).

Selain itu, stunting di Indonesia menjadi semakin parah ketika terjadi pandemi. Bahkan Jawa Barat menjadi wilayah paling tinggi terkait kasus Covid-19 pada anak (nasional.tempo.co, 30/9/21).

Jika melihat kekayaan alam Indonesia menjadi hal yang tidak sewajarnya anak-anak Indonesia masuk ke dalam kategori stunting. Karena, idealnya negara yang subur mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya.

Seperti slogan yang sering didengar yaitu itik mati di lumbung padi. Ada banyak faktor yang terlibat seperti kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam sehingga masyarakat terutama anak-anak tidak mampu mendapat makanan bergizi.

Terlebih, kasus stunting diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Karena, bukan hanya anak-anak yang tidak mampu mendapat makanan bergizi bahkan orang dewasa pun banyak yang kelaparan. Akan tetapi, sejauh ini upaya serius dari pemerintah untuk mengatasi masalah stunting belum signifikan.

Harapan dan program-program yang dilakukan pemerintah hanya sebatas seninar Dan diskusi yang banyak menghailkan retorika belaka, karena fokus pemerintah dalam hal ini lebih kepada melakukan sosialisasi bukan pada realisasi yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

Saat ini, nasib anak-anak diibaratkan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Artinya, sudah berada dalam kemiskinan karena tidak dapat memenuhi asupan gizi namun harus berjuang pula melawan kondisi pandemi.

Kapitalisme tidak mampu mengurus persoalan masyarakat, termasuk dalam hal kesejahteraan anak-anak sebagai generasi di masa depan. Bagaimana mungkin Indonesia memiliki generasi unggul di masa depan, jika sedari dini asupan makanan bergizi tidak dicukupi oleh negara.

Maka, sangat wajar jika generasi muda di Indonesia masih sangat jauh tertinggal dari negara-negara lain yang mampu memenuhi kebutuhan pangan untuk anak-anak. Bahkan kebutuhan pangan untuk anak-anak lebih diperhatikan jika dibandingkan dengan orang dewasa.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang tidak membedakan antara pemenuhan kebutuhan untuk anak-anak dan orang dewasa. Seluruh kebutuhan yang diperlukan masyarakat dipenuhi oleh negara baik anak-anak ataupun orang dewasa.

Hal ini terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz pada tahun 717-720 yang hanya berkuasa kurang dari tiga tahun. Akan tetapi, pada saat itu tidak terdengar auman serigala selama kurang lebih dua tahun.

Artinya, bukan hanya manusia yang sejahtera bahkan hewan pun merasakan kesejahteraan haqiqi saat aturan Islam diterapkan dalam dimensi yang lebih luas. Hanya Islam yang mampu memberikan rahmat bagi seluruh alam.[]

Comment