Penulis: Yuliana Suprianti, Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Program Kampus Mengajar telah diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Program ini merupakan kolaborasi antara Kemendikbud, LPDP, Perguruan Tinggi, dan sekolah.
Program ini juga bisa menjadi program yang dilaksanakan secara mandiri oleh Perguruan Tinggi, sebagai bagian dari program Kampus Merdeka. Sebagai bagian dari program Kampus Merdeka, maka program kampus mengajar ini adalah salah satu penopang untuk meraih tujuan yakni sebagai program unggulan untuk memperbaiki mutu pendidikan.
Kemendikbud, di antara perannya adalah memberikan pendampingan dan membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mendukung pelaksanaan program.
Sementara LPDP diantara perannya adalah menfasilitasi pengembangan dan pembinaan SDM unggul, dan mendukung semangat pengabdian mahasiswa melalui pendanaan program.
Adapun peran Perguruan Tinggi selain mendorong dan menfasilitasi mahasiswa, tetapi juga melakukan verifikasi data UKT dan beasiswa sebagai pendukung syarat administrasi bagi mahasiswa yang mengikuti program ini.
Sedangkan sekolah yang menjadi sasaran program ini adalah SD terakreditasi C terutama yang berada di wilayah 3T.
Melalui program ini mahasiswa mampu mengembangkan diri, mendapatkan pengalaman nyata di lapangan, dan mendapatkan uang saku sebesar Rp 700.000/bulan, potongan UKT maksimal Rp 2.400.000, serta dibebaskan 12 SKS. Sekilas,
jika melihat tujuan dan manfaat dari program ini tidak terdapat kekurangan justru mendatangkan manfaat bagi mahasiswa.
Program kampus mengajar ini tentunya dinilai bermanfaat jika dilihat dari segi memperluas pengalaman mahasiswa di luar kampus, namun jika program ini dianggap sebagai solusi atas persoalan pendidikan, jelas tidaklah cukup.
Sebab persoalan pendidikan di negara ini bukan hanya terletak pada minimnya tenaga pengajar yang handal, namun terletak pada akar sistem pendidikan tersebut.
Sebesarapapun perhatian negara ini dalam memperbaiki kualitas tenaga pengajar tidaklah mampu memperbaiki kualitas pendidikan selama asas, metode dan tujuan pendidikan tersebut tidak diganti.
Tidak dapat dipungkiri bahwa problem pendidikan kususnya di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Terpencil) bukan hanya tentang kurangnya tenaga pendidik yang handal namun juga minimnya fasilitas pendidikan.
Problem ini sebetulnya disebabkan oleh sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara ini. Asas kapitalisme menjadikan negara layaknya pedagang terhadap rakyatnya.
Mahalnya biaya pendidikan menjadikan semangat belajar generasi muda harus tumbang akibat tingginya biaya yang dituntut. Hilangnya peran negara menjadikan problem dunia pendidikan bukan hanya soal tenaga pengajar, tetapi juga biaya pendidikan, hingga minimnya sarana dan prasarana pendidikan.
Perbaikan pada tataran tenaga pengajar saja hanya solusi parsial yang tidak mampu menuntaskan masalah pendidikan di negeri ini.
Problem ini tentu tidak pernah terjadi dalam sistem islam. karena peran negara dalam islam adalah sebagai ro’in (pelayan) bagi rakyatnya, seorang kepala negara (Khalifah) dalam islam tidak hanya memperhatikan kualitas tenaga pengajar tetapi juga mengatur pendidikan dari seluruh aspeknya berdasarkan islam.
Tenaga pengajar yang handal dalam islam bukan hanya handal dalam mentransfer ilmu tetapi handal dalam membina generasi agar berkepribadian islam, menguasai pemikiran islam, menguasai IPTEK, dan memiliki keterampilan yang benar dan berdaya guna.
Selain itu, tenaga pendidik yang handal bukan satu-satunya penopang sistem pendidikan berkualitas tetapi juga ditopang oleh sistem pemerintahan dan sistem ekonomi yang juga berasal dari islam.
Profil tenaga pendidik dan pendidikan ini tentu lahir dari sistem islam yang tegak secara sempurna dalam naungan Khilafah. Islam, sebagai sebuah sistem kehidupan memiliki pandangan yang unik tentang pendidikan.
Aqidah islam adalah asas bagi metode dan penentu tujuan pendidikan. Asas inilah yang mampu melahirkan generasi unggul seperti Ibnu Sina (bapak kedokteran), Al Kwarizmi (penemu angka 0) dan masih banyak lagi ilmuan-ilmuan muslim yang tidak hanya menguasai IPTEK tetapi juga faqih dalam hal agama.
Semakin tinggi ilmunya, semakin besar ketaqwaannya, semakin tinggi ilmunya semakin besar kepeduliannya terhadap persoalan umat.
Oleh karena itu sudah seharusnya kita kembali kepada islam. Islam telah memberikan role model kehidupan yang terbukti mencetak generasi unggul. Wallahu a’lam bi showwab.[]
Comment