Mengapa Penistaan Agama Tak Kunjung Usai?

Opini734 Views

 

Oleh: Puput Hariyani, S.Si, Penerhati Generasi, Freelance Writer

______

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sampai hari ini penistaan agama masih terus terjadi. Meski berbagai sanksi diperlakukan nyata-nyatanya belum mampu menghentikan kasus penistaan. Justru semakin hari semakin berani dan telanjang dengan segala modelnya. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya hukum yang diterapkan.

Meski bukan kasus yang pertama, pengakuan Joseph Paul Zhang yang mengaku sebagai nabi ke-26 dan telah mengadakan sayembara kepada publik telah menyakiti hati seluruh umat Islam.

Dengan arogannya dia berseloroh dalam sebuah rekaman yang dibuatnya, “Yang bisa laporin gua kepolisi, gua kasih uang lo. Yang bisa laporin gua penistaan agama, nih gua nih nabi ke-26, Josep Fauzan Zhang meluruskan kesesatan ajaran nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabullah. Kalo Anda bisa laporan atas penistaan agama, Gua kasih loh satu laporan Rp1 juta, maksimum 5 laporan supaya jangan bilang gua ngibul kan. Jadi kan 5 juta, di wilayah polres berbeda (iNews.id).

Berulangnya kasus penistaan agama tentu menjadikan kita sebagai seorang muslim geram, marah, dan beragam kegundahan rasa.

Mendorong adrenalin untuk spontan merespon dengan cepat, mencoba untuk mengkerangkakan pertanyaan dan kembali mengkaji letak kesalahannya ada dimana, mengapa hal ini terus terjadi? Mengapa mereka tidak pernah jera? Dan sederet pertanyaan yang berbaris antri sebagai ungkapan kekecewaan.

Memang bukan yang aneh sebenernya di alam negara sekuler-liberal. Pertama , karena negara model ini berlandaskan dan mengagungkan kebebasan. Baik itu kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan memiliki dan kebebasan berprilaku. Atas dasar kebebasan inilah seseorang berhak melakukan apapun yang dia inginkan tanpa terikat dengam batasan tertentu. Nah ini sangat berbahaya tentunya.

Kedua , tidak menempatkan Islam sebagai sumber aturan. Sebagaimana jamak dipahami, Islam tidak lagi diposisikan sebagai solusi atas segala problem kehidupan. Yang ada Islam justru turut dikriminalisasi, dilecehkan, direndahkan dengan menuding ajarannya dengan tuduhan yang tidak sepantasnya misalkan mengatakan berbahaya atau menstigma teroris dll. Bahkan dengan sengaja meninggalkan ajaran Islam dan lebih memilih ajaran buatan manusia yang bernama sekuler-liberal.

Ketiga , tidak memberlakukan sanksi tegas bagi pelaku penistaan agama. Selama ini sanksi yang diterapkan belum mampu membuat pelaku jera. Sehingga mereka bebas melenggang dan mengulangi perbuatannya bahkan menginspirasi pihak lain untuk melakukan hal yang sama atau lebih dengan sebuah anggapan, toh selama ini tidak apa-apa kan?

Situasi ini jauh berbeda dengan negara yang mengadopsi hukum Islam. Teladan Khalifah Umar bin Khatab layak dicontoh. Beliau pernah mengatakan, “Barang siapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!” (Diriwayatkanoleh Al-Karmani rahimahullah yabg bersumber dari Mujahid rahimahullah)

Khalifah Abu Bakar juga pernah memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah saw (Abu Daud rahimahullah dalam sunannya hadis no. 4363).

Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh pemimpin-pemimpin Islan setelahnya. Sultan Hamid ll-Sultan ke-34 Kekhilafahan Ustmaniyah, juga mengikuti jejak para pendahulunya.

Ketegasan mereka dalam menindak pelaku penista agama semata-mata dalam menjaga kemuliaan agama Allah, pantang bermanis muka dan berlemah lembut di depan penista. Dirinya rela menjadi taruhannya. Rela mati karenanya demi membela yang haq.

Oleh karenanya menjadi kewajiban bagi seluruh kaum muslimin untuk meneladani para pemimpin Islam. Jika hari ini belum terwujud negara yang menerapkan syariat dan belum ada pemimpin yang siap menjadi perisai bagi agamanya, maka kewajiban kita semua untuk menghadirkannya kembali di tengah-tengah kita.

Tentunya dengan mengerahkan segenap daya upaya untuk bahu membahu mengembalikan kehidupan Islam. Dengan demikian Islam dan syariatnya akan terpelihara, terjaga dan mampu menebarkan kerahmatan bagi seluruh alam. Wallahu’alam bi ash-Showab.[]

Comment