Oleh: Devita Deandra, Aktivis Muslimah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKDitengah kondisi new normal seperti saat ini pun, nyatanya nasib buruh masih terkatung-katung. Mirisnya THR yang selalu dinanti-nanti setiap tahun menjelang lebaran pun hampir saja tidak bisa diharapkan.
Pasalnya baru-baru ini, rencana penundaan tunjangan hari raya (THR) kepada para pekerja hampir saja ditetapkan kembali oleh Kementerian Tenaga Kerja, yang sebelumnya juga pernah diberlakukan pada tahun 2020, akibat pandemi COVID-19 yang membuat sektor perekonomian turut mendapat imbas.
Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (SP TSK SPSI) mengeluarkan komentar akan perencanaan ini. Dikutip dari CNN Indonesia (21/03/2021), Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto mengatakan kebijakan memperbolehkan perusahaan mencicil atau menunda pembayaran THR pernah dikeluarkan pada 2020 lalu. Alhasil, banyak perusahaan memilih opsi itu. Sementara kondisi saat ini sudah berbeda dari tahun lalu.
Roy mengatakan, kondisi tahun 2020 dengan sekarang tahun 2021 sangat berbeda di mana perusahaan sudah beroperasi secara normal. Menurutnya, pandemi COVID-19 selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh.
Memang miris jika para pekerja dan buruh harus menjadi korban dan menanggung imbas dari kegagalan pemerintah mengatasi pandemi COVID-19 ini.
Gaji mereka yang tidak seberapa bahkan pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga terlebih di bulan Ramadha, yang selalu disambut dengan kenaikan harga bahan pokok yang meningkat. Tentu tunjangan hari raya merupakan salah satu harapan bagi para pekerja menambah pemasukan guna memenuhi segala kebutuhannya.
Setelah rame di perbincangkan dan mengundang komentar juga berbagai desakan para pekerja akhirnya rencana kebijakan tersebut tidak jadi ditetapkan. Hal ini berdasarkan berita yang dikutip dari CNBC Indonesia (12/04/2021),
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah resmi menetapkan bahwa tunjangan hari raya (THR) pada hari raya Lebaran tahun ini harus dibayar secara penuh dan tepat waktu oleh pengusaha kepada para tenaga kerjanya.
Ida Fauziyah mengatakan, Kemenaker sudah melakukan diskusi tripartit nasional dan Dewan Pengupahan Nasional, dan juga melakukan komunikasi intens dengan para serikat pengusaha dan buruh dalam kesepahaman soal THR 2021.
Meski akhirnya dibatalkan, namun seharusnya hal-hal seperti ini tidaklah terjadi, ketika sistem Kapitalisme tak merajai. Sebab dalam sistem kapitalisme, selalu melahirkan kebijakan yang pro terhadap pengusaha/kapitalis, tetapi kontra terhadap kepentingan rakyat/pekerja adalah suatu hal yang wajar terjadi.
Sebab, pada dasarnya kapitalisme dibangun di atas aqidah sekularisme, sebuah paham yang memisahkan aturan beragama dengan kehidupan dan hanya berstandar pada nilai manfaat/nilai material semata.
Meski kebijakan penundaan THR tidak jadi diberlakukan, tetap saja nasib buruh dan pekerja belum sepenuhnya sejahtera. Terlebih, setelah RUU Cipta Kerja disahkan oleh DPR menjadi undang-undang pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu.
Pengesahan RUU Cipta Kerja mendapat penentangan dari berbagai kalangan, termasuk dari para pekerja dan buruh. Sebab dinilai banyak menghilangkan hak pekerja (seperti penghapusan Upah Minimum Kota/Kabupaten sebagai dasar upah minimum pekerja, peningkatan waktu kerja lembur pekerja, pengurangan nilai pesangon, dll) dan justru memberikan keuntungan kepada pihak pengusaha. UU Cipta Kerja nyatanya tetap saja disahkan.
Sehingga menjadi sangat jelas sekali bahwa perselingkuhan antara para penguasa dengan para pengusaha saat ini telah terjadi. Pada dasarnya, kapitalisme yang rakus telah melahirkan para penguasa yang rakus pula, yang hanya memikirkan kepentingan pribadinya dan mengorbankan kepentingan rakyat.[]
_____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.
Comment