Ketika THR yang Dinanti Tak Kunjung Menghampiri

Opini657 Views

 

 

 

Oleh: Rina Tresna Sari,SPd.I, Praktisi Pendidikan dan Member AMK

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Ramadan tahun ini, sepertinya tidak akan jauh berbeda dengan Ramadan tahun lalu. Sebagian besar nasib karyawan atau buruh di negeri ini masih akan sama.

Pasalnya, belum ada kepastian dari pihak perusahaan yang mempekerjakan mereka tentang pembayaran THR yang semestinya mereka terima di bulan Ramadan tahun ini. Bahkan beberapa perusahaan sudah mengajukan keberatan untuk membayarkan THR kepada karyawan.

Sungguh malang nasib para buruh, rupanya THR yang dinanti terancam batal menghampiri. Pasalnya para pengusaha meminta pembayaran tunjangan hari raya (THR) dicicil. Hal tersebut sama seperti tahun 2020. Alasannya, perusahaan mereka masih terdampak Covid-19, terutama pada sektor tekstil dan pembuat tekstil  (TPT).

Keinginan para pengusaha TPT nasional juga disampaikan langsung oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani saat webinar Indonesia Macroeconomic Update 2021. Dalam acara tersebut ada Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.

“Karena mereka ini termasuk sektor yang kemarin waktu kami konfirmasi, mereka meminta untuk pembayaran THR dicicil seperti tahun lalu,” kata Hariyadi dalam webinar Indonesia Macroeconomic Update 2021, Kamis (8/4/2021).

Hariyadi mengatakan, untuk sektor tekstilnya sendiri sampai saat ini sudah mulai bangkit dari tekanan, begitu juga industri makanan dan minuman (mamin) tanah air (detik Finance 9/4/21).

Sementara itu Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto mengatakan, kondisi tahun 2020 dengan sekarang tahun 2021 sangat berbeda dimana perusahaan sudah beroperasi secara normal.

Menurut Roy, pandemi  Covid-19 selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh.

“Semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan kaum buruh, apalagi dengan rencana menteri ketenagakerjaan akan memperbolehkan pengusaha untuk mencicil dan menunda pembayaran THR 2021, maka lengkap sudah penderitaan kaum buruh,” ujar Roy seperti dikutip CNN Indonesia 21/3/21).

Tentu saja semua ini menjadi pertanyaan besar bagi para buruh. Pasalnya  pemerintah negeri ini melonggarkan perusahaan beroperasi normal, tapi membiarkan perusahaan tersebut akan membayar THR dengan dicicil. Jawaban dari semua itu sebenarnya ada pada sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.

Sistem ini memberi perhatian istimewa pada kalangan pengusaha atau kapitalis, mengorbankan kepentingan dan hak rakyat umum. Dalam sistem ini, pemerintah memfungsikan dirinya hanya sebagai regulator dan pembuat Undang-Undang  saja.

Dalam hal ini, pemerintah yang haus akan investasi agar ekonomi bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi, membuat berbagai regulasi agar pekerja tidak menganggu iklim investasi.

Pemerintah menggandeng para pemilik modal untuk menyusun Undang-Undang agar investasi menjadi mudah walaupun di dalamnya mengurangi hak-hak para pekerja.

Berbeda jika sistem Islam yang diterapkan, yakni sebuah sistem yang memperlakukan semua warga negara dengan bersandar pada ketentuan Allah. Maka, hak-hak para pekerja akan mendapatkan perhatian dari negara.

Dalam sistem Islam, pegawai yang bekerja pada seseorang atau perusahaan, kedudukannya sama seperti pegawai pemerintah, ditinjau dari hak dan kewajibannya. Setiap orang yang bekerja dengan upah adalah pegawai atau karyawan, sekalipun berbeda jenis pekerjaannya atau pihak yang bekerja.

Sedangkan penetapan upah dalam sistem Islam didasarkan pada nilai manfaat yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja. Pekerja diberikan upah yang menjadi haknya secara utuh. Upah tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja.

Mereka bisa merujuk pada pendapat ahli ketenagakerjaan mengenai harga pasar. Kedua belah pihak bisa melakukan negosiasi perubahan upah dalam waktu yang telah disepakati bersama.

Dalam sistem Islam, penetapan upah tidak boleh berdasarkan pada harga barang dan jasa yang dalam jangka pendek bisa berubah-ubah, ketika harga turun, pendapatan pekerja akan turun, yang bisa jadi lebih rendah dari manfaat yang diberikan dengan tenaganya, demikian pula sebaliknya.

Jadi akad ijarah antara pekerja dan pemberi kerja harus sama-sama terpenuhi. Jika ada pemberi kerja yang melakukan pengurangan hak pekerja, maka negaralah yang akan memberi sanksi.

Karena upah menurut pada ahli fikih Islam didasarkan pada manfaat yang diberikan, maka upah juga tidak dapat didasarkan pada nilai kebutuhan dasar pekerja yang biasa dikenal dengan upah minimum Provinsi, Kabupaten atau Kota. Pasalnya, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah tanggung jawab negara dan bukan tanggung jawab pengusaha.

Negara wajib menyediakan kebutuhan dasar lainya, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma kepada seluruh rakyat tanpa memandang suku, ras, agama dan di mana mereka tinggal.

Selain itu, negara wajib memenuhi jaminan kesehatan bagi para pekerja dan keluarga mereka. Negara juga wajib menjamin nafkah bagi penduduk yang telah pensiun atau penduduk yang tidak mampu bekerja.

Jadi upah pekerja tidak akan dipotong untuk biaya apa pun. Kondisi di dalam masyarakat Islam, negara juga berkewajiban membantu rakyat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak bagi laki-laki yang mampu bekerja dengan menjamin pendidikan bagi seluruh elemen masyarakat.

Sehingga semua punya kesempatan untuk mendapatkan peningkatan kualitas yang bisa membantu mereka mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Demikianlah beberapa pandangan Islam mengenai hak buruh atau karyawan yang seharusnya diatur dengan syariat Islam kafah, maka persoalan-persoalan upah maupun THR beserta isu ketenagakerjaan yang menyeruak dalam sistem kapitalisme saat ini, tidak akan terjadi di negeri-negeri muslim.

Sebagaimana di dalam sebuah Hadis yang menyebutkan:

“Imam/Khilafah adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim)

Semua gambaran ini hanya akan bisa dicapai jika diatur dengan menggunakan syariat Islam secara kafah. Jika semua hukum Islam diterapkan dalam semua lini kehidupan, maka akan bisa mengantarkan pada kesejahteraan bagi umat manusia bahkan akan bisa mendatangkan rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bishshawab.[]

_____

Comment