Oleh: Siti Masliha, S.Pd*
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Keluarga adalah gambaran masyarakat kecil. Setiap insan pasti menginginkan membangun keluarga yang harmonis dan bahagia. Namun tak sedikit keluarga tekoyak dan berakhir dengan perceraian akibat perselingkuhan.
Peselingkuhan bak monster menyeramkan yang setiap saat akan siap memangsa lawannya. Keluarga yang dibangun bertahun-tahun bahkan puluhan tahun hancur begitu saja akibat perselingkuhan.
Hadirnya orang ketiga membuat biduk rumah tangga hilang kendali dan akhirnya menjadi karam.
Kasus perselingkuhan bisa menghampiri semua orang. Mulai dari rakyat biasa, artis, pejabat tak terkecuali anggota dewan yang terhormat. Mereka adalah cerminan rakyat, namun lagi-lagi mereka berbuat maksiat tanpa takut kualat.
Lagi-lagi muncul kembali kasus perselingkuhan di muka publik. Jika kita tarik benang merah perselingkuhan di picu oleh beberapa hal diantaranya:
Tidak ada rambu2 atau aturan interaksi antara pria dan wanita. Pria dan wanita adalah makhluk Allah yang dikaruniai ghorizah nau atau naluri sekasual. Naluri seksual muncul jika ada rangsangan dari luar. Jika pria dan wanita sering bertemu tak dipungkiri akan ada ketertarikan.
Sebagai contoh seseorang tertarik dengan lawan jenis karena pernah bertemu atau berinteraksi satu sama lain. Ini menunjukkan faktor pendorong naluri seksual dari luar manusia.
Hal ini berbeda dengan kebutuhan jasmani seperti makan dan buang air, dorongannya dari dalam diri manusia. Jika kondisi kita lapar meski kita tidak melihat makanan maka kita tetap lapar.
Jika kondisi kita sudah kenyang maka sebanyak apapun makanan yang ada di hadapan kita tidak akan membuat kita terdorong untuk makan. Ini menunjukkan faktor pendorong kebutuhan jasmani dalam diri manusia.
Dari naluri seksual ini akan timbul ketertarikan satu sama lain. Jika tidak ada aturan terkait naluri seksual maka akan terjadi kasus penyimpangan salah satunya adalah peselingkuhan. Pada dasarnya pria dan wanita secara hukum berpisah. Kecuali ada hajat syar’i yang mengharuskan mereka untuk bertemu.
Dengan dalil kerja atau bisnis seorang pria dan wanita melakukan aktivitas tertentu. Bahkan tidak jarang terjadi di ruangan tertutup. Hal ini akan menimbulkan ketertarikan satu sama lain. Akibatnya muncullah kasus perselingkuhan di mana-mana. Keluarga yang sudah dibangun akhirnya runtuh akibat perselingkuhan.
Sekulerisme adalah faham yang mengesampingkan peran agama. Kebebasan menjelma menjadi tuhan baru. Kasus peselingkuhan terjadi karena mengesampingkan peran agama. Atas nama cinta dua insan yang di mabuk asmara menabrak norma agama yang berlaku.
Mereka lupa ada keluarga kecil di rumah mereka yang memberikan cinta sesungguhnya bukan cinta palsu. Atas nama cinta, nafsu mereka umbar untuk memuaskan cinta sesaat atau cinta palsu. Akibat perselingkuhan keluarga menjadi korban. Tak sedikit akibat peselingkuhan biduk rumah tangga berujung perceraian.
Kondisi ini diperparah dengan masyarakat yang cuek dan masa bodoh. Ketika melihat pria dan wanita yang bukan mahramnya berdua-duaan masyarakat membiarkannya.
Mereka tidak peduli dengan sekitar, yang penting tidak merugikan mereka dan keluarga mereka. Tidak ada kontrol dari masyarakat membuat kasus perselingkuhan ini semakin merebak.
Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas dari negara. Negara harus hadir agar kasus perselingkuhan segera berakhir.
Tak sedikit kasus peselingkuhan melahirkan hubungan terlarang dan menghasilkan keturunan yang tidak diinginkan. Aborsi menjadi jalan pintas agar kasus perselingkuhan tidak terendus oleh keluarga.
Di sinilah dibutuhkan peran negara untuk memberikan sanksi yang tegas. Selama ini negara tidak hadir dalam memberikan solusi. Akibatnya kasus peselingkuhan menjamur tak terkendali.
Butuhnya adanya upaya-upaya yang serius dari semua pihak (individu, masyarakat dan negara) untuk memutus Mata rantai perselingkuhan. Jika tidak diputus maka akan terjadi kerusakan generasi di masa yang akan datang.
Islam adalah diin (agama) yang sempurna. Mengatur manusia dengan tuhannya, manudia dengan dirinta sendiri dan manusia dengan manusia. Dalam pandangan Islam, kehidupan pria dan wanita terpisah. Dalam buku Sistem Pergaulan dalam Islam, ada berapa aturan yang mengatur interaksi pria dan wanita. Peraturan tersebut antara lain:
1. Islam melarang seorang wanita melakukan safar (perjalanan) dari suatu tempat ke tempat lain selama perjalanan sehari semalam, kecuali disertai dengan mahramnya. Rasul bersabda:
“Tidaklah halal wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali disertai mahramnya” (HR. Muslim).
2. Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali disertai mahramnya. Rasul bersabda: “Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat kecuali disertai mahramnya” (HR. Bukhari).
3. Islam melarang wanita untuk keluar rumah kecuali seizin suaminya, karena suami memiliki hak atas istrinya. Ibn Baththah telah menuturkan sebuah riwayat dalam kita Ahkam an-Nisa yang bersumber dari penuturan Anas RA. disebutkan bahwa ada seorang laki-laki yang bepergian dan melarang istrinya keluar rumah. Kemudian dikabarkan ayah dari perempuan tersebut meninggal. Perempuan tersebut meminta izin kepada Rasulullah agar dibolehkan menjenguk ayahnya. Rasulullah kemudiam menjawab: “Hendaknya engkau bertaqwa kepada Allah dan janganlah engkau melanggar pesan suamimu”.
4. Islam sangat menjaga agar kehidupan khusus, komunitas pria dan wanita terpisah. Begitu juga dalam masjid, sekolah dan lain sebagainya.
5. Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan muamalah. Bukan bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara pria dan wanita yang bukan mahramnya atau keluar bersama untuk berdarmawisata.
Selain pengaturan pria dan wanita sebaimana dijelaskan di atas. Masyarakat Islam memiliki kontrol yang ketat. Jika ada perilaku yang menyimpang maka masyarakat akan melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Begitu juga ketika ada pria dan wanita berdua-duaan tapi bukan mahramnya maka masyarakat akan menasehati keduanya. Dengan adanya kontrol masyarakat maka individu yang tinggal di masyarakat Islam akan ‘sungkan’ melakukan pelanggaran.
Selain kontrol masyarakat yang tinggi, sanksi yang tegas dari negara juga akan diterapkan jika terjadi pelanggaran hukum. Jika perselingkuhan ini sampai terjadi perzinaan maka negara akan terapkan hukuman yang tegas kepada tersangka.
Begitulah cara Islam mengatur pria dan wanita. Dengan aturan yang jelas dari sang Kholiq, kontrol yang ketat dan sanksi yang tegas oleh masyarakat akan menekan angka perselingkuhan.[]
*Aktivis Muslimah Peduli Generasi
Comment