Konsep Nation State Dan Derita Pengungsi Rohingya 

Opini651 Views

 

 

Oleh: Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pemerintah Bangladesh telah mulai mengirim sebagian pengungsi Rohingya ke Pulau Bhasan Char, meskipun ada seruan dari kelompok hak asasi manusia agar proses tersebut dihentikan.

Tujuh kapal angkatan laut Bangladesh yang membawa lebih dari 1.600 pengungsi Rohingya dari kamp pengungsi Cox’s Bazar tinggal landas menuju Bhasan Char pada Jumat (4/12) pagi. Dua perahu lainnya membawa makanan dan perbekalan untuk para pengungsi yang dipindahkan ke pulau tersebut.

Seorang pejabat pemerintah yang tidak bersedia disebutkan namanya mengatakan kepada VOA bahwa beberapa ribu pengungsi sedang diproses untuk dipindahkan ke Bhasan Char dalam beberapa hari mendatang. Menteri Luar Negeri Bangladesh A.K. Abdul Momen, Kamis (3/12), mengatakan bahwa tidak ada pengungsi yang dipaksa pindah ke Bhasan Char.

Pejabat pemerintah mengatakan memindahkan pengungsi Rohingya ke Bhasan Char akan mengurangi kepadatan di kamp-kamp, yang didirikan untuk menampung ratusan ribu pengungsi Rohingya, minoritas Muslim yang melarikan diri dari kekerasan di negara tetangga Myanmar pada tahun 2017.

Beberapa kelompok hak asasi telah meminta Bangladesh agar menghentikan proses relokasi para pengungsi ke Bhasan Char dan mengizinkan tim ahli independen untuk mengevaluasi pulau itu apakah sesuai untuk menampung para pengungsi. Kelompok-kelompok HAM telah lama berpendapat bahwa pulau itu, yang terbentuk secara alami oleh lumpur Himalaya di Teluk Benggala, sekitar 60 kilometer dari daratan, rentan terhadap bencana alam dan tidak cocok untuk permukiman manusia.

Human Rights Watch, Amnesty International dan Fortify Rights sangat menentang relokasi para pengungsi ke pulau itu. https://news.okezone.com/read/2020/12/05/18/2322014/bangladesh-kirim-pengungsi-rohingya-ke-pulau-terpencil

Inilah buah konsep Nations state atau nasionalisme, yaitu sebuah paham yang menurut Hans Kohn dalam “Nasionalism : Its Meaning and History” adalah sikap pandang individu bahwa kesetiaan tertinggi harus diserahkan pada negara bangsa.

Atas nama nasionalisme, negeri-negeri Muslim seolah menutup mata atas terjadinya nestapa Rohingya. Mereka lebih mengutamakan urusan dalam negerinya dibandingkan dengan nasib saudara Muslim bahkan tega mengatakan bahwa pengungsi Rohingya bukanlah urusan mereka karena bukan bagian dari bangsanya.

Padahal Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada umat Islam tentang kewajiban memperhatikan persoalan kaum Muslimin, karena sesungguhnya umat Islam bersaudara. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian (wahai Muslim) saling hasad (dengki), saling najsy, saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah kalian melakukan transaksi harta yang berdampak pada gagalnya transaksi orang lain. Jadilah kalian wahai hamba-hamba Allah orang-orang yang bersaudara. Orang Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya. Tidak menzhaliminya, tidak membiarkannya dizhalimi, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya. Takwa itu letaknya di sini – Beliau menunjuk ke arah dadanya tiga kali. Cukuplah seseorang itu jahat ketika ia merendahkan saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim haram mengganggu Muslim yang lain, baik mengganggu darah, harta ataupun kehormatan dan nama baiknya.” (HR.Muslim).

Bangladesh walaupun menampung, tetapi tidak mau terbebani. Sehingga, sejak 2018 mereka membangun 1.440 rumah dengan biaya Rp 5,1 T untuk 100.000 pengungsi Rohingya di kamp Bangladesh, namun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Sikap Indonesia dan Malaysia tidak jauh beda. Para pengungsi memang tinggal di kamp-kamp dan diberi makan, namun tetap tidak mampu menyelesaikan persoalan. Nasionalisme telah menjadi penghalang ukhuwah Islamiyah. Padahal Allah berfirman :
“…(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Anfal: 72). Juga Rasulullah bersabda:

“Barang siapa keluar dari ketaatan dan memecah belah jamaah lalu ia mati, maka matinya (seperti) mati jahiliah. Dan barang siapa berperang di bawah panji ‘ashabiyah, marah karena ‘ashabiyah, atau menyeru kepada ‘ashabiyah, atau menolong kerabat (dalam kezaliman), kemudian ia terbunuh maka matinya adalah mati jahiliah. Dan siapa saja memerangi umatku, membunuh orang baik dan jahatnya, dan tidak memperhatikan orang-orang mukminnya, dan tidak memperhatikan orang yang membuat perjanjian maka dia bukanlah bagian dari golonganku dan aku bukan termasuk golongannya.” (HR Muslim). https://www.muslimahnews.com/2020/12/16/demokrasi-setengah-hati-atasi-derita-muslim-rohingya

Islam tidak pernah mengenal konsep Nations state (negara bangsa). Islam diikat oleh akidah yang sama dan mewajibkan mengurusi urusan umat manusia semata-mata dalam rangka menjalankan perintah Allah SWT dan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW.

Islam sangat memuliakan manusia karena Allah Azza Wa Jalla telah menetapkan satu nyawa saja tertumpah darahnya sama saja merusak alam dunia.

Sepanjang sejarah peradaban Islam yang gemilang, terukir indah betapa luar biasa para Khalifah menghargai nyawa manusia.

Sebagai salah satu contoh, pada Juli 1492, negara baru Spanyol mengusir penduduk Muslim dan Yahudi sebagai bagian dari praktik Inkuisisi. Sebagai jawabannya, Khalifah Islam, Sultan Bayezid II mengirimkan angkatan laut Utsmani di bawah laksamana Kemal Reis berangkat ke Spanyol untuk mengevakuasi mereka ke wilayah Utsmani.

Lebih dari 150 ribu pengungsi Yahudi mencari tempat perlindungan (suaka)  di wilayah Khilafah Utsmani. Sultan Bayezid menyampaikan perintah kepada semua gubernur di provinsi Eropa tidak boleh mengusir para pengungsi dari Spanyol, namun menyambut mereka dengan baik. Dia mengancam siapapun yang memperlakukan para Yahudi tersebut dengan kasar atau menolak mereka masuk ke wilayah Utsmani. http://permatafm.com/home/ketika-khilafah-islam-selamatkan-150-ribu-yahudi-eropa/

Derita kaum Muslim Rohingya tidak akan mampu diselesaikan oleh badan-badan internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) walaupun telah menetapkan muslim Rohingya sebagai kaum yang paling teraniaya di dunia, nyatanya PBB tak mengambil tindakan yang tegas pada pemerintahan Myanmar.

The United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan Human Right Watch (HRW) pun tak jauh berbeda, mereka hanya mampu menjadi lembaga penghasil konvensi yang tak memberikan solusi tuntas terhadap permasalahan Rohingya. https://www.muslimahnews.com/2020/12/12/pengungsi-rohingya-butuh-institusi-khilafah/

Oleh karena itu, satu-satunya solusi atas permasalahan kaum Muslim Rohingya di Myanmar adalah penerapan Islam secara menyeluruh dalam bingkai negara! Mengapa demikian?

Karena hanya Islam merupakan satu-satunya sistem kehidupan yang diturunkan tidak hanya bagi kaum Muslimin, namun bagi seluruh umat manusia dan alam semesta. Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Satu-satunya sistem yang tidak pernah ambigu dalam mengurusi aneka ragam permasalahan kehidupan karena berasal dari Allah SWT, Mahapencipta yang tidak pernah mempunyai kepentingan apa pun kepada ciptaan-Nya.

Sudah saatnya manusia mendapatkan keadilan Islam sebagai ‘rahmatan lil alamin’ yang tidak lagi dibatasi oleh nasionalisme sempit. Wallahu’alam.[]

* Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment