Setia Rini: Badai Korupsi, Kapan Berlalu? 

Opini623 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Memprihatinkan! Itulah kata untuk mengungkapkan maraknya kasus korupsi yang terjadi dan tak kunjung tidak ada solusi di negeri ini.

Baru – baru ini, seperti dilansir laman zonabanten.xom, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka kasus korupsi dugaan suap dana Bansos Covid-19 sebesar 17 milyar.

Mensos Juliari Batubara menyerahkan diri usai ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap Bansos sembako Covid-19 Minggu 6 Desember 2020.

Bersama anteknya, Mensos diduga menguntit Rp10.000 dari tiap Bansos sembako untuk warga miskin yang bernilai Rp300.000 per paket sembako.

Di Indonesia – yang sangat menjunjung tinggi sistem kapitalis sekuler saat ini, kasus kasus korupsi bukan lagi menjadi hal baru bahkan korupsi dari terkecil sampai besar pun terjadi. Karena tidak ada hukuman yang bisa membuat jera pelaku korupsi.

Korupsi juga dianggap sepele bagi mereka yang cinta dunia. Gaji besar pun tidak akan membuat mereka puas.

Para pelaku korupsi tidak akan jera, mereka akan terus bermunculan di sistem kapitalis ini. Bukan hal yang biasa lagi, tetapi sudah sering terjadi. Pelaku korupsi tidak pernah puas dengan apa yang mereka terima.

Mereka selalu ingin mencari lebih untuk menghidupi keinginan mereka kedepan. Dengan menumpuk harta, mereka menganggap sudah aman. Dan demi gaya hidup hidonis juga membuat para pelaku tergiur untuk melakukan perbuatan keji itu.

Tidak ada titik terang untuk pemberantasan korupsi di negeri tercinta ini. Angka korupsi terus menerus bertambah. Sanksi tegas untuk pelaku tidak diberlakukan, malah sebaliknya membiarkan para pelaku nyaman walau sudah menjadi tersangka dan mendapatkan hukuman. Ini lah bukti bahwa sistem kapitalis sudah rapuhb.

Sanksi bagi koruptor dalam Islam.

Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah SAW bersabda : “Laysa ‘ala khaa`in wa laa ‘ala muntahib wa laa ‘ala mukhtalis qath’un.” (Tidak diterapkan hukum potong tangan bagi orang yang melakukan pengkhianatan (termasuk koruptor) orang yang merampas harta orang lain, dan penjambret).” (HR Abu Dawud). (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).

Lalu apa sanksi dan hukuman bagi pelaku korupsi ini? Sanksinya disebut ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuk sanksinya mulai dari yang paling ringan, seperti sekedar nasehat atau teguran dari hakim, bisa berupa penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati.

Teknisnya bisa digantung atau dipancung. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 78-89).

Hanya Islam lah yang mempunyai solusi paling tepat terhadap setiap masalah dalam kehidupan di dunia ini termasuk korupsi.

Islam memiliki sanksi dan hukuman yang membuat efek jera bagi koruptor sehingga mampu mencegah terjadinya perbuatan korup.

Dengan diberlakukan hukum – hukum Islam untuk memberantas korupsi, pasti angka korupsi akan menurun bahkan berhenti. Pelaku akan berpikir panjang untuk melakukan perbuatan keji itu.

Sistem Islam adalah sistem terbaik sepanjang masa. Tidak ada satu pun yang tidak adil di dalamnya.
Hanya dengan kembali kepada Islam semua masalah akan teratasi dengan adil dan rakyat pun mendapatkan dan merasakan kesejahteraan.

Demokrasi yang digaungkan saat ini, tidak dapat memberi rasa adil kepada rakyat  Slogan demokrasi yang mengatakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu sebuah kamuflase belaka.

Semoga Allah berkenan hadirkan Islam di tengah-tengah bangsa ini sehingga rakyat terhindar dari kekejaman koruptor yang rakus.

Dengan Islam, semua akan sejahtera. Wallahu alam.[]

Comment