RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Anak merupakan anugerah yang tak terhingga. Kehadirannya di dunia ini bukan tanpa makna. Baik dalam keluarga maupun di tengah masyarakat, mereka menjadi bagian penting dari sebuah perubahan. Karenanya membekali mereka dengan berbagai kelengkapan paripurna, akan menjadikan mereka pemimpin peradaban.
Sebagaimana tahun ini United Nations Children’s Fund (UNICEF), organisasi PBB yang bergerak di bidang hak anak, mengangkat tema ‘A day to reimagine a better future for every child’ atau ‘Hari untuk membayangkan kembali masa depan yang lebih baik untuk setiap anak’.
Hari anak se-Dunia yang diperingati setiap tanggal 20 November ini, untuk mempromosikan cita-cita dan tujuan Piagam PBB serta kesejahteraan anak-anak dunia. Pada tanggal itu juga, Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Hak Anak (1959) dan Konvensi Hak Anak (1989). Konvensi Hak Anak merupakan perjanjian hak asasi manusia internasional yang paling banyak diratifikasi.
Beberapa poin yang ditetapkan dalam deklarasi itu adalah hak anak untuk hidup, kesehatan, pendidikan, dan bermain. Begitu pula hak hidup berkeluarga, dilindungi dari kekerasan, diskriminasi, dan agar pandangan mereka didengar. Tentu hal tersebut menjadi harapan bersama, sebab potensi yang luar biasa banyaknya akan tergali dari manusia kecil ini.
Hanya saja pada faktanya, anak sedunia tidak lepas dari petaka yang berkelindan di seputar mereka. Hampir 250 juta anak tinggal di negara dan daerah yang terkena konflik bersenjata. Angka yang sangat besar. Hidup di bawah desingan peluru bukanlah kondisi yang tepat bagi tumbuh kembang anak.
Palestina salah satunya. Kelompok Masyarakat Tahanan Palestina (PSS) menyatakan setidaknya 400 anak Palestina ditangkap oleh pasukan Israel sejak awal 2020. (Sindonews.com, 21/11/2020). Namun di negara lain yang sedang terjadi konflik pun sama, anak-anak menjadi korban.
Tidak hanya itu, kemiskinan pun lekat dengan kehidupan mereka. Saat ini, satu dari lima anak dalam kemiskinan ekstrim, yaitu hidup dengan kurang dari 1,90 dollar AS per hari. Ditambah lagi kondisi di tengah pandemi, mengakibatkan krisis ekonomi dunia. Mengenai seluruh negara. Tak ayal banyak keluarga terdampak Covid-19 akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Belum lagi berbagai kekerasan menimpa anak-anak, baik fisik maupun psikis. Sebagaimana terjadi di negeri sendiri, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) Susanto mengatakan, potret perlindungan anak dalam situasi pandemi Covid-19 terlihat melalui survei nasional KPAI.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) setidaknya mencatat ada 4.116 kasus kekerasan pada anak pada periode 1 Januari hingga 31 Juli 2020, yang juga terjadi pada saat pandemi Covid-19.
Berdasarkan sistem informasi online perlindungan perempuan dan anak (Simofa PPA) per 1 Januari sampai 31 Juli 2020 ada 3.296 anak perempuan dan 1.319 anak laki-laki menjadi korban kekerasan. (Kompas.com, 12/8/2020)
Melihat fakta tersebut, sulit membayangkan kehidupan yang baik bagi anak-anak. Tidak cukup penjagaan dari keluarga semata. Anak-anak membutuhkan sandaran pilar yang lain, yakni masyarakat dan negara. Sayangnya masyarakat pun cenderung apatis. Pengaruh sekularisme menumpulkan kepedulian terhadap sesama.
Begitu pula halnya dengan negara. Semakin jauh dari syariat, semakin jauh dari perannya mengelola urusan umat. Padahal mencukupi kebutuhan pangan, sandang dan papan serta memberi akses pada pendidikan dan pelayanan kesehatan yang berkualitas adalah tanggung jawab negara.
Jika seluruh kebutuhan dasar warga dipenuhi dengan sebaik-baiknya, maka kesejahteraan mudah dicapai. Anak-anak pun mendapat kehidupan yang baik. Inilah sebaik-baik penjagaan pada tumbuh kembang anak. Melalui pemimpin negara yang amanah, maka seluruh urusan umat akan terpelihara.
Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهُ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِذَامَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّامِنْ ثَلَاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْوَلَدٍصَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shollallaahu alaihi wasalam bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang salih”
Anak tidak hanya aset berharga bagi orang tua, tetapi juga bagi negara. Dengan memenuhi seluruh kebutuhannya sebagaimana diperintahkan Allah untuk menjaga generasi, menjadikan mereka penerus kebaikan. Bahkan kelak akan muncul pemimpin kebangkitan umat. Inilah masa depan yang baik bagi anak-anak bangsa. Rabbi habli minash shoolihin.[]
*Aktivis dakwah dari Cirebon
Comment