RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Saat ini kaum muslim tidak hidup dalam habitat yang sebenarnya. Karena kaum muslim hidup dalam aturan system yang bukan berasal dari sang penciptanya. Kaum muslim hidup dalam kungkungan system kufur Kapitalis sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, agama hanya diakui dalam ranah privat yang hanya mengatur urusan sholat, haji dan ibadah-ibadah lain yang bersifat individu.
Sementara didalam kehidupan publik dan bermasyarakat hukum yang diterapkan adalah hukum buatan manusia, yang justru mencampakkan hukum dan aturan dari sang pencipta. Padahal Islam yang diturunkan Allah SWT adalah agama yang kamil (sempurna) dan syamil (menyeluruh). Allah telah memerintahkan kepada setiap muslim untuk berislam secara Ka ffah sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.Al-Baqarah:208
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Didalam ayat ini jelas sekali Allah memerintahkan untuk setiap muslim berIslam secara kaffah. Artinya menjalankan Islam secara keseluruhan tanpa memilah dan memilih.
Namun ketika hari ini faktanya umat Islam tidak diatur dengan Syariat Islam secara Kaffah, namun aturan buatan manusia lah yang diterapkan dalam kehidupan mereka menjadikan ajaran Islam justru dicampakkan dan dilecehkan.
Kaum muslim hari ini tidak merasa bahwa mencampakkan dan melecehkan ajaran Islam adalah perbuatan dosa bahkan bisa dianggap pelakunya keluar dari keislaman sebab pelecehan tersebut. Sehingga hari ini dianggap wajar orang-orang yang justru menghinakan dan melecehkan ajaran Islam bahkan dianggap sebagai sebuah ekspresi kebebasan yang harus dijamin. Sementara yang ingin menjalankan ajaran Islam justru dianggap radikal.
Dengan alasan kebebasan penghinaan terhadap ajaran Islam dianggap wajar. Seperti yang hari ini kita lihat faktanya bahwa penghinaan dan pelecehan terhadap Islam terus saja terjadi bahkan tidak berhenti. Menghina Allah SWT; menistakan dan melecehkan Nabi saw.; merendahkan dan menistakan al-Quran, malaikat, istri-istri Nabi saw. dan Ahlul Bait beliau, dianggap biasa.
Kemudian melecehkan dan menjelek-jelekkan Islam dan syariahnya; seperti mensifati Islam dan syariahnya sebagai biadab, brutal, bengis, mencerminkan keterbelakangan dan sifat-sifat buruk dan jahat lainnya. Bisa juga menistakan agama dengan melecehkan atau mengolok-olok sebagian hukum atau syariah Islam. Seperti mengolok-olok jilbab, kerudung dan kewajiban menutup aurat, melecehkan azan, menghina hukum potong tangan, qishash, rajam, dsb.
Bahkan menistakan sebagian ajaran Islam, seperti jihad dan khilafah dengan menstigma negatif jihad dan khilafah yang merupakan bagian dari ajaran Islam dengan menuding keduanya sebagai ancaman, memecah-belah umat, keterbelakangan, kemunduran dsb. Semua ini seolah dianggap wajar dan biasa saja.
Padahal prilaku dan sikap seperti ini harusnya tidak terjadi pada diri seorang muslim. Kecuali orang-orang kafir dan musyrik. Karena pada masa Rasul saw., penistaan agama (Islam) itu merupakan perilaku orang-orang kafir baik musyrik maupun Ahlul Kitab (Yahudi dan Nahrani).
Mereka melakukan penistaan kepada Allah SWT, Rasul saw, al-Quran, ajaran dan hukum Islam, para sahabat, dsb. Mereka melakukan semua itu sebagai uslub dan strategi untuk menghadang dakwah, menghalangi manusia dari Islam dan memalingkan mereka dari jalan Allah SWT.
Penistaan agama Islam itu juga menjadi perilaku orang-orang munafik. Mereka menistakan ayat-ayat Allah, menista perintah shalat, mengejek infak yang kecil, mencemooh jihad, mencaci para Sahabat dan lainnya. Penistaan terhadap Islam itu tidak lain merupakan cermin kekufuran atau kemunafikan. Pelakunya adalah orang-orang kafir dan munafik.
Semua bentuk penistaan terhadap Islam jelas merupakan dosa besar. Jika pelakunya Muslim, hal itu bisa mengeluarkan dirinya dari Islam dan menyebabkan dia kembali kafir atau murtad, terutama jika disertai i’tiqad. Adapun jika tidak disertai i’tiqad maka pelakunya minimal telah melakukan perbuatan fasik dan dosa besar. Allah SWT berfirman:
وَإِن نَّكَثُوا أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُوا فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لَا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ
Mereka merusak sumpah (janji)-nya sesudah mereka berjanji. Mereka pun mencerca agamamu. Karena itu perangilah para pemimpin orang-orang kafir itu, karena sungguh mereka adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, agar supaya mereka berhenti (TQS at-Taubah [9]: 12).
Imam al-Qurthubi di dalam Tafsîr al-Qurthubiy menjelaskan, sebagian ulama berdalil dengan ayat ini atas kewajiban membunuh setiap orang yang menikam/mencela (ath-tha’nu) agama Islam karena dengan itu dia telah kafir (murtad).
Ath-Tha’nu adalah menisbatkan pada agama Islam ini apa yang tidak pantas atau melecehkan apa yang merupakan bagian dari agama Islam yang telah terbukti kesahihan ushulnya dan kelurusan furu’-nya berdasarkan dalil-dalil yang qath’i (tegas).
Allah SWT berfirman:
…قُلِ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُونَ (64) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
…Katakanlah (wahai Rasul) kepada mereka, “Teruslah kalian (wahai kaum munafik) mengolok-olok agama. Karena Allah akan menyingkap apa yang kalian takutkan dengan cara menurunkan surah atau memberitahu rasul-Nya tentang hal itu.
” Jika kamu bertanya kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sungguh kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.
”Katakanlah, “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?”
Tidak usah kalian minta maaf karena kalian kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kalian (lantaran mereka bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) karena mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa (TQS at-Taubah [9]: 64-66).
Ketika menjelaskan ayat tersebut, Imam Ar-Razi di dalam At-Tafsir al-Kabîr di antaranya menyatakan: “Sungguh memperolok-olok agama Islam, bagaimanapun bentuknya, hukumnya kafir.
Sebabnya, olok-olokan itu menunjukkan penghinaan. Padahal keimanan dibangun di atas pondasi pengagungan terhadap Allah dengan sebenar-benar pengagungan. Mustahil keduanya bisa berkumpul.”
Penistaan agama Islam tentu tidak selayaknya terjadi dari seorang Muslim. Sebabnya, hal itu bertentangan dengan ketakwaan yang ada dalam dirinya. Sebaliknya, ketakwaan dirinya justru akan melahirkan sikap mengagungkan Islam, hukum, syiar dan ajarannya.
Allah SWT berfirman:
ذلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sungguh itu timbul dari ketakwaan kalbu (TQS al-Hajj [22]: 32).
Imam an-Nawawi al-Bantani di dalam kitabnya, Syarh Sullam at-Tawfiq, menjelaskan ayat tersebut, bahwa di antara sifat terpuji yang melekat pada orang yang bertakwa adalah mengagungkan syiar-syiar Allah, yakni syiar-syiar agama-Nya.
Maka bagi seorang muslim menjadi kewajiban untuk meninggikan ajaran Islam dan tidak menghina atau melecehkan. Bahkan siap membela apabila ajaran Islam ada yang menghinakan.
Dan untuk saat ini berjuang sepenuhnya agar Islam dapat ditegakkan di bumi secara universal untuk mengakhiri penghinaan dan penistaan terhadap Islam yang dibawa Rasulullah SAW. Wallahu`alam bisshawab.[]
Comment