RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Personel Unit Resmob Polrestabes Medan mengamankan pria berinisial ZA karena melakukan tindak pidana pencurian sepeda motor di Jalan Sisingamangaraja, Medan, Sumatera Utara.
Pria yang kesehariannya berprofesi sebagai juru parkir (jukir), mengaku nekat mencuri sepeda motor untuk membeli handphone anaknya agar dapat belajar online atau daring (Suara.com, 14/8/2020).
Di tengah situasi pandemi seperti saat ini, pembelajaran daring dianggap sebagai sebuah solusi untuk mencegah penularan virus Covid-19. Dalam proses pembelajaran daring, siswa tentunya tak perlu keluar rumah untuk belajar.
Tak perlu keluar biaya untuk ongkos ke sekolah, atau uang jajan. Cukup duduk manis di rumah, para siswa dapat belajar layaknya di sekolah.
Sepintas pembelajaran daring mampu menghadirkan berbagai kemudahan bagi siswa. Namun tanpa kita sadari pembelajaran daring justru dianggap sangat memberatkan bagi sebagian orang, terkhususnya bagi mereka yang berasal dari keluarga berpenghasilan pas-pasan untuk makan.
Bagaimana tidak, selama pembelajaran tatap muka diterapkan, mungkin kebutuhan siswa hanyalah buku pelajaran dan alat tulis. Namun, daring mengharuskan setiap siswa memiliki fasilitas berupa handphone, maupun kuota ekstra.
Sayang beribu sayang, fasilitas yang dibutuhkan untuk pembelajaran daring tidaklah gratis. Orang tua siswa harus merogoh kocek yang lebih untuk dapat membeli handphone atau kuota agar proses belajar mengajar tidak terganggu.
Hingga tak jarang, sebagian orang memilih jalan pintas yang seharusnya tak dilakukan, mulai dari mencuri bahkan menjual diri. Itu semua mereka lakukan demi pemenuhan fasilitas pembelajaran daring.
Selain berempati dan bersimpati atas peristiwa ini, kita tentu perlu merunungi dimana letak kesalahan pendidikan saat ini.
Berbagai kebijakan di dunia pendidikan telah direncanakan dan diterapkan sebagai sebuah solusi, namun nyatanya justru menimbulkan masalah baru bagi kehidupan.
Tentu hal seperti ini lumrah terjadi dalam sistem Kapitalisme. Dalam sistem Kapitalisme, berbagai masalah timbul dalam penerapan sebuah kebijakan, terkhususnya di bidang pendidikan.
Hal ini menunjukkan bahwa pengambilan sebuah kebijakan begitu grasa-grusu alias tanpa perhitungan yang matang.
Selain itu, pengambilan keputusan dalam sistem Kapitalisme tanpa diiringi oleh penyediaan fasilitas penunjang. Alih-alih dianggap sebagai solusi, namun nyatanya hanya berupa kompilasi ilusi.
Pengambilan kebijakan semacam ini takkan mungkin terjadi dalam sistem Islam Kaffah. Dimana kebijakan diambil dengan perhitungan yang matang, serta penyediaaan fasilitas penunjang dijamin oleh negara, termasuk di bidang pendidikan.
Ketika pembelajaran daring diambil, maka negara akan menjamin segala fasilitasnya, termasuk handphone, sinyal, hingga kuota gratis atau murah. Hal ini dilakukan agar masyarakat tak mengalami kesulitan.
Sebab dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan pokok masyarakat yang harus diberikan secara terjangkau bahkan gratis bagi masyarakat.[]
*Mahasiswa Pendidikan Matematika
FKIP UMSU
Comment