Ludfi Lujeng Pangesti, S.P*: Ditemukan Kembali Jejak Sejarah Yang Hampir Terkubur Di Tanah Nusantara

Opini687 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM Pada hari Kamis bertepatan dengan tahun baru Islam 1 Muharram 1442 H/20 Agustus 2020, secara live khilafah channel mengadakan pemutaran Premier Perdana Film Dokumenter Pertama Di Indonesia : Jejak Khillafah Di Nusantara.

Live pemuataran Film ini juga terdapat talkshow yang di hadiri oleh Ust. Rohmat S. Labib, Ust. Ismail Yusanto, Ust. Karebet Wijaya Kusuma, Sutradara dan ahli sejarah Islam Nikco Pandawa dan Septian AW yang juga merupakan sejarawan muda.

Film ini bertujuan untuk membuka cakrawala pemikirian baru tentang sejarah islam di Indonesia, khususnya tentang jejak khilafah di Nusantara.

Nicko Pandawa menuturkan, film ini hadir berdasarkan penelitian yang dikaji melalui beberapa sumber sejarah terpercaya dan survei secara langsung ke tempat-tempat bersejarah Islam di Indonesia.

Peneliti juga meneliti secara langsung melalui peninggalan-peninggalan dan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi kunci sejarah di masing-masing daerah, seperti beberapa kota di aceh, jawa, sulawesi dan lain-lain.

Penelitian tersebut memberi bukti bahwa Indonesia jaman dahulu tidak dapat dipisahkan dari peninggalan-peninggalan pemerintahan Islam yang kemudian dituangkan kedalam sebuah film dokumenter perdana yaitu Jejak Khilafah Di Nusantara.

Ust. Ismail Yusanto menuturkan, dari sebuah film ini akan memberikan gambaran secara jelas bahwa jaman dahulu pemerintahan khilafah benar-benar diterapkan.

Dan ini bukanlah bersifat khayali atau hanya bersifat khayalan semata, seperti apa yang sebagian orang ragukan atas kebenaran dan keberadaanya.

Septian juga menuturkan bahwa banyak sekali sejarah islam di Indonesia yang dikaji dan dipublikasikan di muka umum namum tidak sampai memberikan pengetahuan secara langsung adanya sejarah khilafah di Nusantara yang pada faktanya khilafah memang benar-benar ada peninggalannya di Nusantara.

Meskipun penayangan film ini juga menuai anggapan segelintir orang yang mengatakan bahwa film ini penuh dengan propogandis, namun pada faktanya ini merupakan sejarah khilafah di Indonesia yang tidak bisa dikaburkan dari sejarah Islam di Indonesia apalagi sampai dikuburkan dari sejarah.

Bagaimana mungkin, mengatakan film ini penuh dengan propogandis sementara filmya belum ditayangkan sama sekali, bisa jadi hal ini dikaitkan dengan kata ‘khilafah’ yang menjadi pertentangan di antara orang-orang yang tidak setuju dengan Islam Kaffah. 

Dengan adanya film tersebut yang mengungkap kembali jejak sejarah yang hampir tekubur di Nusantara, seharusnya semakin menguatkan kita dan menyadarkan kita bahwa khilafah merupakan sesuatu yang tidak patut untuk ditakutkan apalagi sampai mau dihilangkan dari sejarah Nusantara.

Dari film tersebut pula dahulu nenek moyang kita menggunakan sistem pemerintah berlandaskan Islam sebagai sistem pemerintahannya.

Ini merupakan sebuah kebaikan yang harus kita pertahankan untuk melanjutkan kembali perjuangan nenek moyang terdahulu. Selain menegakkan khilafah untuk meneruskan kebaikan nenek moyang terdahulu.

Hal ini juga merupakan kewajiban umat islam untuk mengatur urusan umat dengan apa yang telah Allah SWT tetapkan.

Ust Ismail Yusanto juga menyampaikan bahwa ajaran Islam tentang khilafah juga terdapat di buku pelajaran kelas 12 terbitan resmi Kemenag yang menyebutkan bahwa khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang hukumnya adalah fardhu kifayah. 

Pernyataan penutup disampaikan oleh Ust. Rohmat S. Labib yang mengatakan bahwa Islam dan kekuasaan diibaratkan sebagai saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan. Islam diibaratkan sebagai pondasi dan kekuasaan diibaratkan sebagai penjaga.

Pemerintahan tanpa pondasi akan runtuh, sedangkan pemerintahan tanpa penjaga akan hilang. Selain itu menghalang-halangi atas tegaknya khilafah di muka bumi hanya akan berakhir dengan penyesalan dan sia-sia.

Maka dari itu sudah saatnya kita memperjuangkan kembali apa yang telah menjadi kewajiban kita dan menyebarluaskan kebaikan Islam di seluruh penjuru Nusantara. WalLahu A’lam Bisshowab.[]

*Mahasiswi

Comment