RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Banyak siswa dan orang tua siswa yang berharap untuk kembali belajar di Sekolah. Selama ini pembelajaran yang dilakukan di rumah dianggap belum mampu untuk mencapai target, dikarenakan banyak kendala yang dihadapi pada saat proses pembelajaran. Banyak pihak mengalami kesulitan, sehingga menuntut untuk dilakukannya sekolah tatap muka.
Pemerintah merespon desakan publik dengan diumumkannya oleh Mendikbud Nadiem Makarim bahwa SMK dan perguruan tinggi di seluruh zona sudah diperbolehkan untuk melakukan sekolah secara tatap muka.
“Untuk SMK maupun perguruan tinggi di semua tempat boleh melakukan praktik di sekolah, yaitu pembelajaran produktif yang menetapkan protokol”.
Sementara untuk jenjang lain seperti SD, SMP, dan SMA yang berada di zona kuning dan zona hijau, pembelajaran tatap muka juga dapat dilakukan. tutur Nadiem (tribunnews. com).
Menangapi hal tersebut Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait menilai bahwa keputusan dari Kemendikbud tersebut belum tepat waktunya, mengingat resiko untuk tertular masih ada, terlebih untuk zona kuning.
Banyak sekolah yang kebingungan dalam penyelenggaraan KBM tatap muka ini, akibat sikap pemerintah yang tergesa-gesa dalam membuka kegiatan sekolah tanpa kesiapan protokol kesehatan yang memadai disertai dengan aturan yang tidak jelas terkait pengawasan serta, kurangnya sarana infrastruktur dan sarana operasional. Memperlihatkan karakter pemerintah yang ceroboh dan lalai dalam menjamin terselenggaranya pendidikan di masa pandemi, dalam penentuan zona corona pun dipertanyakan validitasnya.
Menurut pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, pembagian zona tersebut tidak akurat. Sebab penentuan suatu daerah menjadi merah, kuning, atau hijau, bergantung pada pengujian.
Kalau zona-zona itu menyesatkan, maka generasi kita yang melakukan sekolah tatap muka di zona yang konon sudah hijau atau kuning itu bisa jadi berada dalam ancaman penyebaran virus yang sudah banyak merenggut nyawa korban.
Keresahan para guru dan siswa dalam proses BDR tidak bisa dijadikan alasan untuk menyegerakan proses belajar tatap muka dengan mengabaikan keamanan dan kesehatan generasi ini. Al hasil rezim ini tidak mampu untuk membuat keputusan berdasarkan kepentingan terbaik untuk anak-anak sekolah.
Seharusnya penguasa mengambil peran sebagai penanggungjawab dan pelayanan pendidikan bagi rakyat, sebagaimana dicontohkan dalam sistem Islam.
Dalam sistem Islam penguasa dituntut memiliki tangungjawab dan kepekaan yang luar biasa terhadap urusan umat, mereka akan mengurus rakyat berdasarkan hukum syariat yang sudah ditetapkan, termasuk dalam hal pendidikan.
Pendidikan dijamin oleh Negara Islam. Jaminan tersebut berupa pembiayaan yang murah bahkan gratis, kesejahteraan bagi para pendidik, serta sarana dan prasarana yang menunjang keberhasilan pendidikan.
Dengan paradigma seperti inilah, negara dalam sistem Islam akan bersungguh-sungguh untuk memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas demi membentuk generasi cemerlang baik di pada saat muncul pandemi ataupun tidak ada pandemi. Wallahu A’lam.[]
Comment