Indri Ngesti R*: Jawaban Islam Atas Resesi Ekonomi

Opini640 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pandemi virus Corona (Covid-19) telah membangkitkan “hantu” resesi per-ekonomian dunia, tak terkecuali Indonesia. Melansir Forbes, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Ekonom Senior INDEF Enny Sri Hartati mengingatkan seluruh lapisan masyatakat agar bersiap menghadapi periode resesi ekonomi pada tahun ini.

Dalam laman Bisnis, Kamis (25/6/2020),  Enny Sri Hartati menegaskan bahwa suatu negara akan memasuki tahap resesi apabila telah terjadi perlambatan ekonomi yang terjadi secara umum dalam dua kuartal berturut-turut. Resesi berpotensi terjadi karena PDB [produk domestik bruto] kuartal II/2020 sudah pasti minus.

Sistem ekonomi kapitalisme sangat rapuh dan keropos sehingga menyebabkan mudahnya perekonomian dalam dan luar negeri goncang. Perlu dipahami sebagai catatan penting bahwa ekonomi kapitalisme berdiri di atas sektor non riil dan sistem ribawi.

Dengan demikian sangat rentan terjadi krisis ekonomi. Hal ini semakin diperparah karena resesi ekonomi yang terjadi ini muncul akibat pandemi.

Mengurai Benang Krisis
Di samping karena dari segi paradigmanya yang rapuh, dalam tataran praksis, kapitalisme global juga telah melahirkan sejumlah “kebijakan” ekonomi (politik ekonomi) yang rentan. Berbagai kebijakan ekonomi yang diberlakukan tentu saja tidak terlepas dari rumusan awal kapitalisme tentang liberalisme (ekonomi) yang ditegakkan di atas dasar manfaat semata.

Inilah yang kemudian dijajakan oleh Barat ke berbagai negara di dunia. Dari rumusan ini, lahirlah kemudian berbagai kebijakan yang nyaris diadopsi oleh sebagian besar negara di dunia.

Beberapa Kebijakan Global Ekonomi Kapitalis

Pembentukan Sistem Perseroan Terbatas.

Dalam perjalanannya, kegiatan perusahaan acapkali dikontrol oleh segelintir atau bahkan satu-dua pemegang saham (pemilik modal) mayoritas, maka sebagian besar pemegang saham minoritas tidak dapat lagi mengelola perusahaan. Mereka hanya bisa mengelola modal (saham)-nya dengan cara menjual atau membelinya di pasar modal.

Akibatnya, mereka tidak lagi menjadi rekanan perusahaan, tetapi hanya sekadar pemegang surat-surat berharga perusahaan yang dapat diperjual-belikan tanpa harus ada izin perusahaan.

Motif mereka menjual atau membeli saham di pasar modal tentu saja semata-mata karena ingin mendapatkan laba besar dan cepat. Semua ini lebih jauh mengakibatkan terpisahnya modal (saham, surat berharga, atau sekuritas lainnya) dengan sektor real.

Akhirnya, pasar modal pun berubah menjadi sebuah kasino besar, dengan perseroan terbatas sebagai pilar utamanya. Artinya, spekulasi telah mendominasi pasar modal, sementara fluktuasi harga yang sangat ekstrem dan berulang ulang telah menjadi watak alamiah dari pasar modal ini.

Aktivitas ekonomi seperti inilah sebetulnya yang menjadi pemicu utama krisis moneter dan krisis ekonomi di berbagai negara.

Sistem Perbankan Ribawi

Sistem ini sebetulnya menjadi biang bencana dalam sistem kapitalis. Sebab, bank berhak menghimpun dana masyarakat, mengelolanya (seolah-olah miliknya sendiri), dan mendistribusikannya kembali ke tengah-tengah masyarakat dengan cara mengambil bunga (riba) dengan kadar tertentu.

Namun, pada faktanya, distribusi dana tersebut lebih banyak diberikan kepada para investor dan pengusaha termasuk para pemegang saham-besar. Bahkan, yang sering terjadi, kredit itu, dengan bunga rendah tentunya, diprioritaskan bagi pemilik bank sendiri (yang memang mayoritasnya adalah para investor) dan grup perusahaannya sendiri.

Setelah itu, baru pengusaha kecil dan masyarakat umum, dengan bunga yang jauh lebih tinggi. Ringkasnya, sistem perbankan ribawi, sebagaimana pasar modal, secara alamiah akan membuat dana masyarakat hanya berputar di kalangan terbatas.

Kebijakan Pasar Modal

Tujuan didirikan pasar modal agar para kapitalis bisa dengan leluasa berdagang saham di pasar-pasar modal yang ada, sehingga mereka bisa dengan mudah memasukkan ataupun menarik modal ke atau dari negara-negara yang bersangkutan kapan saja mereka suka. Ketika para investor masuk ke pasar modal, jelas mereka tidak akan menunggu harga saham naik secara normal, karena itu akan memakan waktu lama.

Dengan modal yang amat besar, sebagaimana yang dimiliki George Soros misalnya, pasar akan dengan mudah direkayasa sedemikian rupa dengan cara mempengaruhi harga-harga saham yang ada.

Dengan kemampuan pemain lokal yang kecil, tentu saja rekayasa akan dengan sangat mudah dilakukan; entah dengan iming-iming material, trik-trik pasar, maupun berbagai gertakan yang dilakukan lewat media yang notabene dikuasai oleh mereka.

Pemberlakuan Uang Kertas

Kebijakan ini dibuat sesungguhnya untuk menutupi cacat yang ada pada sistem perbankan yang didasarkan pada tipu daya; untuk mencegah keruntuhan bank dan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank. Kebijakan ini ditetapkan pengawasannya di bawah bank sentral. Dengan ini, bank sentral di suatu negara memiliki kewenangan untuk menerbitkan uang baru yang sebetulnya tidak memiliki nilai intrisik sama sekali yang akan diedarkan di tengahtengah masyarakat.

Secara sederhana, penerbitan uang baru oleh bank sentral dengan cara menuliskan nilai pada rekening-rekening negara atau masyarakat, akan menimbulkan bertambahnya uang yang beredar, yang secara otomatis akan menurunkan nilai uang.

Sementara pada saat yang sama, hal itu akan menaikkan harga barang dan jasa secara terus-menerus, yang berarti menimbulkan inflasi. Semua ini tentu saja pada akhirnya harus ditanggung oleh masyarakat luas.

Beberapa Kebijakan Ekonomi Kapitalis Di Negara Berkembang

Pembangunan ekonomi lima tahunan

Gagasan ini menjadi perangkap bagi negara yang ingin maju. Sebab untuk mengimplemantasikan gagasan ini, tentu saja dibutuhkan banyak dana. Kemudian hadirlah negara kapitalis besar untuk membantu dengan pinjaman. Kemudian negara yang bergantung pada utang akan terpuruk dengan banyaknya pembayaran bunga dan pokok pinjaman.

Sistem Perdagangan bebas

Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya negara-negara maju untuk mendominasi negara berkembang. Sebab, persaingan yang tercipta akibat liberalisasi perdagangan ini jelas tidak seimbang. Adanya WTO, CAFTA, GATT justru membuka pasar-psar internasional bagi produk negara maju (kapitalis).

Swastanisasi

Kebijakan ini ditempuh dengan cara mengubah sektor publik menjadi sector swasta dengan dalih efisiensi. Kebijakan ini dijajakan Barat ke negara berkembang agar mereka dengan leluasa bisa mengikutsertakan investornya.

Pendirian lembaga moneter internasional

Tujuan pendiriannya adalah untuk mengokohkan dominasi barat. Seperti contoh IMF dan lembaga keuangan internasional lainnya, faktanya tidak ada satupun negara yang “dibantu” dapat bangkit dari kemerosotan ekonominya. Justru, yang terjadi adalah negara-negara yang dibantu tersebut semakin terpuruk dan semakin sulit untuk bangkit.

Hal ini disebabkan saat mengajukan pinjaman, negara peminjam harus memenuhi segara hal yang di dikte oleh lembaga keuangan tersebut, yang tentunya sesuai kepentingan Barat.

Islam Jalan Tunggal Keluar dari Hantu Resesi

Dengan melihat berbagai fakta yang merugikan di atas, kini kita sebetulnya tengah menantikan sebuah sistem ekonomi alternatif yang diharapkan banyak pihak mampu mendorong pertumbuhan dan sekaligus pemerataan.

Suatu sistem yang berpihak pada setiap pelaku ekonomi, bahkan kepada semua orang. Suatu sistem yang memberikan kesempatan seluas-luasnya pada mekanisme pasar dengan tetap memberikan peran kepada pemerintah, kekuatan sosial, dan hukum untuk melakukan intervensi demi menjamin agar pertumbuhan ekonomi dapat dinikmati oleh masyarakat banyak; juga suatu sistem yang menjamin kekuatan ekonomi tidak terkonsentrasi pada sekelompok kecil pengusaha, di samping mampu melakukan pemberdayaan ekonomi rakyat banyak, serta memberikan kesejahteraan lahir dan batin secara hakiki.

Sistem yang dimaksud adalah sistem ekonomi Islam. Sebuah sistem yang memiliki nilai ruhiah, karena ketika dilaksanakan dalam kehidupan tanpa keterpisahan, di dalamnya terkandung ketundukan seorang Muslim terhadap Allah swt.

Sistem ini memiliki kejelasan tentang konsep pemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan pola distribusi kekayaan di antara manusia.

Secara empirik, sistem ekonomi Islam melalui institusi negara sebagai pelaksananya terbukti telah mampu mengayomi umat Islam berabad-abad lamanya. Bagaimana ketika masa pemerintahan Umar bin ‘Abdul Aziz salah seorang Khalifah dari Bani Ummayah mengalami kesulitan untuk mencari para mustahiq (yang berhak menerima) zakat karena kemakmuran yang demikian merata di tengah-tengah masyarakat.

Itu semua membuktikan bahwa sistem ekonomi Islam yang diterapkan secara benar oleh para khalifah (Pemimpin) di masa lalu telah membawa umat manusia kepada kemakmuran dan kesejahteraan.
Sementara secara konseptual pun sistem Islam akan mampu menjadi “Jalan Tunggal” atau satu-satunya jalan yang bisa menjawab berbagai tantangan di masa depan.

Konsep mendasar yang membedakan sistem ekonmi Islam dan kapitalisme adalah sebagi berikut :

Konsep Kepemilikan

Islam memandang bahwa harta adalah milik Allah. Manusia hanyalah diberi oleh Allah dengan kadar yang telah ditentukan. Oleh karenanya harta semestinya hanya boleh dimanfaatkan sesuai dengan kehendak Allah.

Dalam Islam kepemilikan dibagi dalam tiga jenis. Pertama, kepemilikan individu yaitu izin syariat kepada individu untuk memanfaatkan sesuatu. Ada 5 sebab kepemilikan individu yang diperbolehkan yaitu: (a) bekerja (menghidupkan tanah mati, berburu, makelar dll); (b) warisan; (c) keperluan harta untuk mempertahankan hidup; (d) pemberian negara; (e) harta yang diperoleh individu tanpa usaha sperti hibah, wasiat, barang temuan dll.

Kedua, kepemilikan umum yaitu izin dari syariat kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu berupa barang yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, api dan padang rumput.

Pengelolaan milik umum ini dilakukan hanya oleh negara untuk seluruh rakyat dengan cara diberikan secara cuma-cuma atau dengan harga murah, sehingga rakyat dapat memperoleh kebutuhan pokoknya dengan murah atau gratis.

Ketiga, kepemilikan negara yaitu izin syariat atas setiap harta yang pemanfaatannya beradda di tangan pemimpin kaum muslim (Khalifah). Misalnya harta ghanimah (rampasan perang), fa’i, khumus, kharaj, jizyah, 1/5 harta rikaz, ushr, dll. Kepemilikan negara atas harta tersebut digunakan untuk berbagai keperlua yang menjadi kewajiban negara, seperti menggaji pegawai pemerintahan, keperluan dakwah dan jihad, serta kewajiban-kewajiban lainnya.

Distribusi kekayaan

Islam telah menetapkan sistem distribusi kekayaan di antara manusia agar tercipta keadilan dan kesejahteraan bersama, yakni; (a) mewajibkan para muzaki membayar zakat kepada mustahik, yang menolak akan dikenai sanksi tegas oleh negara. (b) memberikan hak kepada setiap warga negara, Muslim maupun non-Muslim untuk memanfaatkan kepemilikan umum.

Divsini negara hanya berhak mengolah dan mendistribusikannya kepada rakyat secara cuma-cuma atau dengan harga murah; (c) membagikan harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal kepada yang memerlukan; (d) memberikan harta warisan kepada ahli waris dngan ketentuan yang sudah baku; (e) melarang upaya menimbun emas dan perak meskipun dikeluarkan zakatnya.

Dari semua uraian di atas, nyatalah peran negara dalam Islam sangatlah vital dalam menerapkan aturan ekonomi Islam. Negara berfungsi sangat sentral karena ia bertugas untuk mengatur urusan umat.

Negara tidak berfungsi minimal sebagaimana dalam sistem kapitalisme pasar bebas. Peran semacam ini hanya mungkin dilakukan bila ladang sebagai wadah implementasi syariat Islam secara kaffah telah siap terbentang. []

 

*Founder Komunitas Sahabat Taat Nganjuk

Comment