RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Lokataru Foundation adakan jumpa pers di bilangan cikini, Jakarta, Pusat, Minggu (11/3) mengungkapkan terkait hasil laporan pelanggaran HAM, terutama yang terjadi terhadap 8000 lebih pekerja freeport sebelumnya telah melakukan mogok kerja semenjak bulan Mei 2017 lalu. Adapun laporan tersebut disusun pasca Lokataru Foundation melakukan investigasi pada Januari hingga Februari 2018.
Pihak Manajemen PTFI diduga telah berdasarkan laporan Lokataru Foundation telah melakukan pelanggaran hukum nasional, tindak pidana pasal 143 Jo 185 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Tindak pidana pasal 28 Jo 43 UU nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, dan pasal 21 UU nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN.
Nurkholis Hidayat perwakilan Lokataru Foundation katakan,”Manajemen PTFI tidak capable handle masalah ketenagakerjaan, maka itu kedepan kami akan lakukan gugatan, laporan pada UN atas peristiwa peristiwa pelanggaran HAM ke depannya,” ungkapnya di hadapan awak media certak, televisi, dan elektronik.
“Menunjukan dari beberapa peristiwa yang sistematis,” tukas Nurcholis.
Nampak, narasumber yang hadir, Deddy Muchlis (Pengurus Serikat Karyawan Mogok Kerja), Nurkholis Hidayat (Lokataru), Islah, Walhi, Hermawan KSM, Andre TUK, beserta beberapa perwakilan aktivis kemanusiaan dan lingkungan dari Organisasi WALHI, KSN, TURC.
Sementara, Deddy, perwakilan serikat pekerja PTFI yang turut mogok kerja mengemukakan rekan rekannya yang di’rumah’kan ada yang baru setahun, dua tahun kerja, merasa tidak paham salah berbuat apa, kemudian aksi mogok kerja pasca dirumahkan.
“Kami protes terhadap kebijakan PTFI yang dikeluarkan sepihak, kemudian masalah dianggap selesai pada hasil 21 desember,” ujarnya, padahal tidak pernah anggap R.Abdullah sebagai pihak kedua.
“Kami anggap bohong itu Tolong buktikan tanda tangan R.Abdullah yang mana saat perjanjian turut dihadiri oleh Dirjen TK, Komisi IX DPR RI,” ucapnya.
Kronologisnya, diawali tahun 2014 karyawan PTFI sempat melakukan pemogokan kerja, saat itu menang dan mendapat kenaikan upah. Dilanjutkan pada 2017, Kontrak Karya (KK) habis , namun PTFI lakukan ‘union busting’.
“Union Busting, dimana tumbalkan kaum pekerja. Ada kemungkinan, bila Pemerintah Indonesia tidak perpanjang KK, dan PTFI akan merumahkan ribuan sekian pekerja,” kemuka Deddy.
Seraya menduga ada poin dimana, PTFI berupata memberangus
serikat yang kritis, dengan ancaman berikan phk maka akan diperpanjang (korban banyak), kemukanya, lanjut mempertanyakan apakah benar Freeport dalam angka
“Sudah jadi rahasia Umum Freeport menjadi pundi pundi emas (harta). Ini harus dibongkar ! Tidak dimungkinkan bank manapun menghentikan BPJS, memblokir rekening. Niatnya membunuh tentunya,” cetusnya,
Islah, perwakilan Walhi mengemukakan bahwa apa yang menimpa pekerja PTFI, ini Kian memuncak, bahwa perusahaan selama ini telah mengambi (keruk) sumberdaya alam, namun lingkungan tidak diperhatikan
“Kemudian, masyarakat adat mengelola, termasuk pengakuan atas wilayah kelolanya tidak diakui sampai saat ini. Maka itu jangan dirampas,” papar Islah.
“Bumi adalah kehidupan, tanah Papua adalah Mama nya. Ruang kelola hilang, anaknya sakit,” celetuknya
Walhi meminta agar perusahaan2 di Papua diaudit lingkungan hidup, audit evaluasi izin-izin nya. Apabila terjadi kejahatan, bila negara mau investigasi mestinya harus ada penegakan hukum.
Hermawan, Konsolidasi Masyarakat Nasional (KSM) utarakan,”Dianggap seolah olah persoalan sudah selesai padahal bukan perselisihan biasa. furlok jelas tidak ada dalam UU, yang mestinya dirundingkan terlebih dahulu dengan serikat,” ujar Hermawan.
“Ini karena kepentingan, maka segalanya dilanggar. Maka wajar temen temen protes, terlebih lagi mogok kerja juga dilakukan sesuai aturan berlaku, pelanggaran pertama tidak dibereskan, namun dilakukan pelanggaran lagi, ditambah selama dirumahkan, mestinya dibayar,” jelasnya.
Kedepan, harapan atas laporan Lokataru Foundation ditindaklanjuti baik oleh pihak terkait, seperti BPJS Kesehatan, OJK, Kepolisian RI untuk melakukan penyelidikan internal atas dugaan pelanggaran etik dan pidana.”Ombudsman dan Komnas HAM RI semestinya juga melakukan penyelidikan sejumlah dugaan pelanggaran hukum dan administrasi yang dilakukan Sudinaskertrans Timika, Kepolisian RI, BPJS Kes, dan Bank yang terkait dalam kasus ini,” tutup Nurkholis Hidayat.[Nicholas]
Comment