RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Hingga saat inipun para petugas medis di Indonesia masih terus berjuang di garda terdepan melawan virus Corona (COVID-19). Namun, satu persatu tenaga medis itu berguguran ketika menjalankan tugas mulianya. Kisah mereka meninggalkan nestapa bagi semuanya. Kebahagiaan bagi mereka hanya satu, melihat para pasien sembuh. Mereka dengan sukarela 24 jam nonstop menolong nyawa pasien covid sesuai dengan sumpahnya. Bahkan meski para tenaga medis ini baik dokter, perawat, bidan rela menahan haus dan lapar hanya untuk mengurus pasien- pasien positif corona.
Pekerjaannya ini tak menyurutkan semangat mereka melawan ‘musuh’ yang kasat mata ini. Demi menyelamatkan dan merawat pasien positif virus corona, tak sedikit dari mereka yang ikut tertular dan terus berjuang meski beresiko dan nyawa jadi taruhannya.
Maka menjadi sebuah keharusan untuk menghormati dan menghargai para pahlawan semacam ini karena untuk mencetak tenaga medis yang terbaik tidak lah mudah, membutuhkan waktu, hingga bertahun-tahun. Selain itu juga memerlukan materi yang tidak sedikit.
Dilansir dari Merdeka.com Sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran belum mendapatkan insentif keuangan dijanjikan oleh pemerintah. Seperti diketahui, pemerintah memberikan insentif sebesar Rp 5-15 juta untuk dokter dan para tenaga medis yang terlibat dalam penanganan Covid-19.
Salah satu tenaga medis di Wisma Atlet Kemayoran mengatakan, berdasarkan info di lapangan, kata dia, ada sekitar 900 tenaga medis dan relawan medis yang hingga hari ini belum mendapatkan haknya. Dirinya pun berharap pemerintah segera mungkin memproses pencairan insentif bagi para tenaga medis (Merdeka.com, Senin/25/5)
Di tengah wabah ini juga semakin banyak korban tenaga medis yang gugur saat menangani wabah, tidak mendapat perhatian memadai.
Beberapa dokter gugur akibat terpapar virus corona karena minimnya jaminan dan proteksi dari pemerintah terkait perlengkapan APD (Alat Pelindung Diri) dan fasilitas kesehatan lainnya. Tak jarang dari para tim medis hanyai pakai APD dari plastik sampah dan jas hujan kresek demi menangkal virus corona.
Sungguh miris tim medis kita saat ini.
Mereka seperti ke medan perang tanpa senjata. Tiada yang bantah, mereka hanya pasrah.
Jangankan memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien covid tidak terus melonjak, bahkan proteksi finansial juga tidak diberikan. Sebagian tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena RS daerah kesulitan dana.
Padahal gugurnya tenaga medis atau pemecatan sama dengan berkurangnya prajurit di garda depan medan tempur
Semua ini karena rezim demokrasi kapitalis abai dan tak segan para tenaga kerja medis malah di pulangkan dan hak mereka tidak segera di tuntaskan.
Tak ayal jika pada akhirnya memang banyak tenaga medis yang mengeluh, kecewa bahkan marah dengan tindak lamban rezim yang malah membuat boomerang dalam segala aspek sehingga terjadi penentangan dan penolakan rakyat untuk tidak patuh terhadap aturan penguasa yang disebabkan imbas penguasa sendiri yang acuh terhadap problematika rakyatnya.
Demikianlah dampak dan cengkeraman bila tatanan negara didasarkan pada ideologi fasad nan rusak yang di ambil dan di jadikan aturan dalam kehidupan.
Berbeda ketika sistem islam yakni khilafah yang di jadikan peraturan dalam kehidupan Betapa, Islam menjadi garda terdepan dalam urusan kesehatan. Sejarah mencatat, bahwa kesehatan termasuk ke dalam kebutuhan primer yang wajib disediakan oleh negara. Bahkan rakyat memperolehnya dengan gratis. Karena mindset pemimpin pada saat itu adalah pelayan rakyat.
Tengok bagaimana kebijakan kesehatan yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih sang penakluk konstantinopel. Beliau dalam memberikan pelayanan kesehatan sungguh luar biasa, di antaranya merekrut juru masak terbaik rumah sakit, dokter datang minimal 2 kali sehari untuk visit pasien. Tenaga medis dan pegawai rumah sakit harus bersifat qona’ah dan juga punya perhatian besar kepada pasien.
Will Durant dalam The Story of Civilization menyatakan, “Islam telah menjamin seluruh dunia dalam menyiapkan berbagai rumah sakit yang layak, sekaligus memenuhi keperluannya. Contohnya Bimaristan yang dibangun oleh Nuruddin di Damaskus tahu 1160 telah bertahan selama tiga abad dalam merawat orang-orang sakit, tanpa bayaran dan menyediakan obat-obatan gratis. Para sejarahwan berkata, bahwa cahayanya tetap bersinar tidak pernah padam selama 267 tahun.”
Kisah pengelana eropa yang mahsyur ini juga menjadi bukti betapa luar biasanya sistem kesehatan pada abad keemasan itu. Ia menceritakan bahwa Ia sengaja berpura-pura sakit karena ingin menikmati lezatnya makanan di rumah sakit Islam. Ia ingin menikmati ayam panggang yang populer itu. Karena pada saat itu diterapkan bahwa ciri pasien sembuh adalah dengan mampunya ia memakan ayam panggang tersebut dengan lahap.
Keberhasilan peradaban Islam ini disebabkan paradigma yang benar tentang kesehatan. Nabi SAW bersabda bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi penguasa adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya.
Betapa luar biasanya perhatian Islam terhadap kesehatan di masa itu. Apalagi perhatian terhadap dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Dengan perhatian yang luar biasa pada pasien, maka Islam dapat dipastikan memberikan fasilitas terbaik untuk tenaga medisnya. Berupa tunjangan dan akses pendidikan mudah dan gratis serta sarana prasarana.
Agar mindset yang muncul dalam diri tenaga medis adalah mindset melayani tak semata-mata hitung-hitungan materi.
Islam memberikan perlindungan kepada para tenaga medis yang menjadi garda terakhir wabah dengan diberlakukannya karantina wilayah.
Ini semata-mata dilakukan untuk mencegah semakin merebaknya wabah. Maka wabah tak akan sempat menjadi pandemi. Dengan terpusatnya wabah di satu wilayah saja, memudahkan para tenaga medis untuk fokus dan segera memberikan penanganan.[]
Comment