RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Saat ini kasus hamil diluar nikah sedang menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak? Diduga, sebanyak 240 siswa SMA di Kabupaten Jepara – Jawa Tengah, dikabarkan hamil diluar nikah. Selama periode Januari sampai Juni 2020, mereka berbondong-bondong mengajukan permohonan dispensasi nikah.
Lebih tragisnya lagi, rata-rata siswa kerap melakukan hubungan seks di rumahnya sendiri. Mereka melakukan hubungan seks disaat orang tua sedang bekerja.
Kabar hamilnya 240 siswa ini terkuak, saat para orang tua siswa menghadiri proses sidang dispensasi nikah di kantor Pengadilan Agama Jepara.
Dalam sehari, Ketua Panitera Pengadilan Agama Jepara, Taskiyaturobihah mengaku mampu melayani permohonan dispensasi nikah 14 sampai 20 perkara. “Jumlahnya setiap hari naik terus. Pas Januari kemarin aja, bisa sampai 50 pengajuan dispensasi nikah. Dan sampai dengan bulan Juni 2020, kalau ditotal sudah ada 240 pengajuan dispensasi nikah,” kata Taski. (idntimes.com, 22/7/2020).
Selain kasus kehamilan siswa SMA diluar nikah yang bikin ngilu, lagi-lagi industri hiburan di Indonesia bikin geger masyarakat. Adanya sinteron yang tayang di SCTV dengan judul “Dari Jendela SMP” yang mengisahkan tentang percintaan siswa SMP bernama Joko dan Wulan hingga hamil diluar nikah.
Ceritanya tentang siswa SMP yang melakukan aktivitas pacaran di sekolahan hingga berujung hamil. Sinteron ini diadopsi dari novel karangan Mira W yang populer pada tahun 1983 dengan judul yang sama. Pertanyaannya, Ada apa dengan industri hiburan tanah air? Kenapa film seperti ini bisa lulus sensor? (kompas.com, 09/07/2020).
Dari fakta di atas, tentu sangatlah miris sekaligus mengkhawatirkan. Kasus remaja yang melakukan hubungan intim diluar nikah saat ini sudah bukan menjadi rahasia dapur lagi. Terlalu banyak kasus serupa, yang berujung hamil hingga aborsi seakan-akan sudah menjadi berita sehari-hari di masyarakat.
Apabila ditemukan kasus anaknya sedang hamil, kebanyakan para orang tua cukup menikahkan mereka dan masalah dianggap selesai. Oleh karena itu, tak jarang pernikahan berakhir pada perceraian.
Ada yang bercerai karena suami tidak bisa memenuhi kebutuhan anak istrinya, ada yang karena kasus perselingkuhan, bahkan ada yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
Sedangkan, solusi yang diberikan negara ala demokrasi adalah solusi tambal sulam. Kurangnya penanganan yang serius dalam hal ini mengakibatkan naiknya angka hamil diluar nikah dari tahun ke tahun. Bagaimana tidak, jika tontonan yang disajikan di televisi hampir semuanya adalah sinetron yang tak senonoh, miskin edukasi baik moral maupun akhlak.
Tidak hanya itu, kampanye yang pernah didengungkan oleh pemerintah terkait memakai alat kontrasepsi saat berhubungan agar aman sangatlah menyesatkan.
Sebab, untuk membendung arus maraknya hamil diluar nikah ataupun kasus aborsi bukan dengan jargon memakai kondom atau alat kontrasepsi.
Jika jargon itu dibenarkan, artinya negara membolehkan perzinaan dengan catatan tidak hamil. Bukankah ide ini sangat menyesatkan?
Pelan-pelan generasi diracuni dengan apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka baca akan mempengaruhi pola pikir mereka. Serangan pemikiran, mampu menghancurkan generasi muda. Tanpa disadari, pola pikir akan berubah setelah menontonnya.
Sesuatu yang melanggar syariat jika disampikan dan dicontohkan berulang-ulang maka akan di anggap wajar, sehingga hal ini akan mempengaruhi pola sikap mereka.
Pertanyaannya, siapa yang akan diuntungkan jika dunia perfilman laris? dan siapa yang diuntungkan jika kondom terjual laris? Inilah wajah asli sistem Kapitalis.
Bukan halal haram yang dijadikan ukuran, tetapi bagaimana caranya untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, sekalipun merusak anak bangsa.
Mereka paham, jika pemudanya dijauhkan dari Al Qur’an maka rusaklah akhlak mereka. Agar kaum muslim tetap pulas dalam tidurnya dan tidak bangkit, mereka tidak segan-segan menciduk siapapun yang menjadi penghalang ide-ide kufur sekuler ini.
Oleh sebab itu, dengan segala cara mereka lakukan demi tetap eksisnya rezim Kapitalisme ini.
Berbeda jika sistem Islam yang diterapkan, tidak akan ada tontonan perusak seperti sekarang ini. Media Islam hanya digunakan untuk berdakwah ditengah-tengah umat.
Edukasi mengenai kesehatan reproduksi pun akan tetap diberikan tanpa ada unsur pelanggaran syariat. Jadi ketika menonton televisi, akan termotivasi untuk semakin memahami Islam dan berlomba-lamba dalam kebaikan.
Sehingga lahirlah generasi milenial yang berkualitas dan bertakwa, memiliki syakhsiyah Islam atau pola pikir dan pola sikap yang senantiasa terkait dengan halal dan haram.
Islam adalah sistem sempurna yang mengatur dari segala aspek kehidpan. Dalam aspek sosial, Islam mengajarkan tata cara pergaulan dengan lawan jenis, sehingga ada batasan-batasan yang harus dijaga.
Sedari dini, orang tua juga mengenalkan Allah pada anak-anaknya, sehinga mereka akan senantiasa menjaga ketakwaannya dan tidak mudah terjerumus pada aktivitas maksiat.
Sedangkan peran negara, apabila ditemukan perzinaan, baik bagi pelaku yang sudah menikah ataupun belum menikah, maka akan dikenakan hukum rajam.
Seorang pezina yang telah menikah (muhson) lebih berat dari yang belum menikah (ghairu muhson) yaitu dibunuh dengan cara dirajam sedangkan bagi orang yang belum menikah dihukum cambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun.
Konsekuensinya bagi yang dijatuhi hukuman rajam adalah kematian sedangkan bagi yang dicambuk, apabila masih dapat bertahan hidup maka dia telah menjalani pertobatan dan semoga Allah mengampuni dosa perzinaan di masa lalunya selama si pelaku tidak mengulangi perbuatannya.
Sehingga, adanya ketegasan hukum yang berlaku ini bisa memberikan efek jera kepada pelakunya. Namun itu semua hanya bisa terwujud, jika aturan Islam sudah diterapkan. Wallahi a’lam bishshawab.[]
Comment